Suara dentuman musik dari sound system berukuran besar kini sering dijumpai dalam berbagai acara, seperti hajatan, karnaval desa, atau panggung hiburan terbuka. Fenomena ini populer di masyarakat dengan sebutan “sound horeg”, yaitu istilah yang menggambarkan penggunaan pengeras suara berdaya tinggi. Bagi sebagian orang, hentakan musik dari sound horeg tersebut menjadi penambah suasana gembira dan daya tarik utama acara. Namun, bagi sebagian lainnya, suara yang terlalu keras justru menimbulkan ketidaknyamanan, bahkan getaran yang ditimbulkan dapat terasa hingga ke dinding-dinding rumah. Fenomena ini menarik untuk dikaji tidak hanya dari sisi kesehatan dan kenyamanan masyarakat, tetapi juga dari aspek fisika bunyi.
Fenomena Fisika
Fenomena sound horeg dapat dijelaskan melalui konsep gelombang bunyi dalam fisika. Bunyi merupakan gelombang longitudinal yang merambat melalui medium seperti udara, air, atau padatan. Ketika gelombang bunyi memiliki intensitas tinggi, energi getaran yang dibawanya semakin besar sehingga dapat menimbulkan resonansi pada benda di sekitarnya. Secara fisika, hubungan antara kecepatan bunyi, frekuensi, dan panjang gelombang dinyatakan dengan persamaan:
v=λ × f
Keterangan:
v = kecepatan bunyi (m/s)
λ = panjang gelombang (m)
f = frekuensi bunyi (Hz)
Perangkat sound system meningkat, energi yang dipancarkan ke udara juga semakin besar. Energi inilah yang menentukan seberapa kuat bunyi terdengar oleh telinga manusia. Dalam fisika, besarnya energi bunyi yang merambat per satuan luas bidang disebut intensitas bunyi (I). Hubungan ini dinyatakan dengan persamaan:
Namun, karena telinga manusia memiliki batas kemampuan dalam menangkap rentang intensitas yang sangat lebar, maka digunakanlah satuan logaritmik yang disebut taraf intensitas bunyi (β). Rumusnya adalah:
DAMPAK
Fenomena ini menarik untuk dikaji karena dapat menimbulkan berbagai dampak bagi manusia dan lingkungan. Suara dengan intensitas yang tinggi membawa energi getaran yang besar yang dapat mempengaruhi kesehatan telinga dan kenyamanan sekitar. Saat energi tersebut mengenai gendang telinga, sel-sel rambut halus di koklea bisa mengalami tekanan berlebih, sehingga paparan di atas 85 dB dalam waktu lama berisiko menyebabkan kerusakan pendengaran. Suara keras juga dapat memicu resonansi, yakni ketika frekuensi suara sama dengan frekuensi alami suatu benda sehingga benda ikut bergetar. Akibatnya, kaca jendela, dinding rumah, atau bahkan tubuh kita bisa merasakan getaran saat sound horeg dinyalakan. Selain itu, kebisingan berlebih dapat memicu stres, gangguan tidur, dan kelelahan mental, terutama pada anak-anak dan lansia yang lebih sensitif terhadap suara keras.
SARAN
Agar hiburan tetap dapat dinikmati tanpa menimbulkan gangguan, penggunaan sound system perlu dilakukan dengan bijak. Pengaturan yang tepat tidak hanya menjaga kenyamanan warga sekitar, tetapi juga membantu mencegah dampak negatif kebisingan terhadap kesehatan pendengaran. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
Menyesuaikan volume suara dengan luas area dan jarak pemukiman warga agar gelombang bunyi tidak menimbulkan getaran berlebihan pada lingkungan sekitar.
Mengatur arah speaker ke ruang terbuka dan menjauhi rumah penduduk untuk mengurangi pantulan dan intensitas suara di area pemukiman.
Menggunakan peredam suara atau penahan akustik pada sisi belakang atau samping panggung guna menekan penyebaran bunyi berlebih.
Mengatur waktu penggunaan pada jam yang wajar, seperti tidak melewati pukul 22.00, untuk menjaga ketenangan lingkungan.
Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa kebisingan merupakan bentuk pencemaran suara yang berdampak pada kesehatan fisik dan mental, terutama bagi anak-anak dan lansia.
Dengan memahami prinsip dasar fisika bunyi serta menerapkan etika dalam penggunaan perangkat suara, kegiatan seperti hajatan, karnaval, atau pertunjukan musik dapat tetap berlangsung meriah tanpa mengganggu ketenangan lingkungan sekitar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI