Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

The Beatles dan Politik (Pajak) Indonesia

12 Juni 2021   15:07 Diperbarui: 12 Juni 2021   15:27 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun 1966 The Beatles, band kondang dunia dari Inggris, menulis sebuah lagu berjudul "Taxman" atau penarik pajak. Diedarkan pada 5 Agustus 1966, "Taxman" menjadi pembuka dalam album Revolver. Album ketujuh The Beatles yang pada waktu itu menduduki peringkat 1 baik di tangga musik Amerika maupun Inggris. 

Album Revolver sendiri dianggap sebagai "Magnum Opus" The Beatles yang sebenarnya. Mojo, majalah Inggris yang membahas musik populer, menyebut Revolver sebagai pencapaian tertinggi yang pernah diraih musik Barat.

Lagu "Taxman" sendiri ditulis George Harrison. Vokalis dan gitaris The Beatles. Menceritakan kejengkelan The Beatles terhadap para penagih pajak. Mungkin karena Harrison menyadari bahwa Pajak adalah kewajiban setiap warga negara sementara kebijakan Pajak pada waktu itu terasa ugal-ugalan dan sangat merugikan mereka, maka Harrison syair "Taxman" dalam posisi sebagai penarik pajak (pemerintah). Bukan sebagai pembayar pajak. Dengan cara bernyanyi seperti inilah ternyata dramatisasi dari "Taxman" menjadi sangat terasa.

Bila syair "Taxman" kita coba terjemahkan secara bebas, maka bunyinya kira-kira akan seperti berikut:

 

Let me tell you how it will be
(Begini nih aturan mainnya)

There's one for you ninteen for me
(Buat kamu hanya 1, sementara buat saya 19)

Cause I am the Taxman, yeah... am the Taxman
(Karena saya kan penarik  pajak)

Should five percent appear too small
(5 persen itu terlalu kecil)

Be thankful I don't take it all
(Bersyukurlah karena saya tidak mengambil semuanya)

Cause I am the Taxman, yeah... am the Taxman
(Karena saya kan penarik pajak)

If you drive a car, I'll tax the street
(Kalau kamu pakai mobil, jalannya akan saya pajakin)

If you try to sit, I'll tax the seat
(Kalau kamu duduk, kursinya akan saya pajakin)

If you get too cold, I'll tax the heat
(Kalau kamu kedinginan, pemanasnya akan saya pajakin)

If you take a walk, I'll tax a feet
(Kalau kamu berjalan kaki, kaki mu akan saya pajakin)

Cause I am the Taxman, yeah am the Taxman
(Karena saya kan penarik Pajak)

Don't ask me what I want it for
(Jangan tanya pajaknya dipakai buat apa)

If you don't want to pay same more
(Kalau kamu tidak mau membayar lagi)

Cause I am the Taxman, yeah am the Taxman
(Karena saya kan penarik Pajak)

Now my advice for those who die
(Saran saya untuk yang meninggal) 

Declare the pennies on your eyes
(Beritahu kami, kamu punya harta berapa banyak)

Cause I am the Taxman, yeah am the Taxman
(Karena saya kan penarik Pajak)

And you're working for no one but me
(Kamu itu bekerja buat saya, bukan buat  yang lain)

"Taxman" pastinya lagu yang menyatakan kritik terhadap kebijakan pajak yang diterapkan pemerintah Inggris waktu itu. Ketika The Beatles mengatakan "Should five percent appear to small", Harrison menghitung bahwa sistem pajak di Inggris hanya memungkinkan orang seperti Harrison menyimpan 5% dari pendapatannya. Penerapan pajak progressif ala pemerintah Inggris, dimana jumlah pajak akan naik seiring kenaikan jumlah pendapatan, memungkinkan penarikan pajak pendapatan sampai 95%

Perpajakan di Inggris waktu itu juga memiliki sistem "Ability to Pay", kesanggupan untuk membayar. Memakai prinsip ini, pemerintah memungkinkan menarik pajak apapun dari rakyatnya. Karenanya Harrison menulis If you drive a car, I'll tax the street. If you try to sit, I'll tax the seat. If you get too cold, I'll tax the heat. If you take a walk, I'll tax a feet. 

Bagi Harrison rasanya seluruh hidupnya dipajakin sama pemerintah. Sehingga penutup lagunya pun "And you're working for no one but me" bahwa orang itu bekerja untuk para penarik pajak. Bukan yang lain.

Namun meski The Beatles sedang mengkritik penerapan pajak, The Beatles sendiri tidak dikenang sebagai band pengkritik kebijakan publik. Band asal kota Pelabuhan Liverpool ini dikenang sebagai grup musik yang menyajikan musik dengan syair yang ringan didengar. Malah bila dipersempit lagi, "Taxman" juga bukan sedang menyuarakan kegelisahan masyarakat Inggris secara keseluruhan. 

Bila "Taxman" tidak bisa disebut sedang menyuarakan kepentingan The Beatles, lagu pembuka album Revolver bisa dikatakan sedang menyuarakan masyarakat yang sekelompok dengan The Beatles, yaitu orang-orang kaya.

Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, "Taxman" dinyanyikan karena kebijakan pajak pemerintah Inggris. Kebijakan pajak itu sendiri dikeluarkan ketika Inggris berada di bawah kontrol Partai Buruh dengan Perdana Mentrinya Harold Wilson.

Secara politik, Inggris sendiri menganut sistem multi-partai. Namun sejak tahun 1920an, hanya ada dua partai politik dominan, yaitu Partai Konservatif dan Partai Buruh.

Didirikan pada tahun 1834 Partai Konservatif berasal dari Partai Tory. Mungkin karena pada tahun 1912 Partai Unions Liberal bergabung dengan Partai ini, maka nama resmi Partai ini adalah Conservatives and Unionist Party. Partai Konservatif dikenal sebagai Partai Politik Kanan tengah yang memperjuangkan kebijakan ekonomi liberal, condong ke pasar bebas, membatasi peran negara, mendukung privatisasi dengan basis pemilih masyarakt kelas menengah.

Sementara itu Partai Buruh mempunyai riwayat dan idiologi Partai berbeda dengan Partai Konservatif. Awal Partai Buruh adalah ketika kelompok sosialis, sisa-sisa gerakan serikat buruh dan kelas pekerja bergabung membuat Partai. Karena itu pada masanya, Partai Buruh dikenal sebagai Partai yang menekankan perlunya intervensi negara yang lebih besar dalam kehidupan ekonomi, mewujudkan keadilan sosial dan penguatan hak-hak pekerja. Sebelum nanti pada tahun 1980-an sampai sekarang, Partai Buruh berkali-kali mengadopsi prinsip-prinsip pasar bebas.

Bila kita melihat konstelasi politik Inggris masa "Taxman" dinyanyikan The Beatles, tidak aneh bila The Beatles protes keras. Karena kebijakan pajak pada masa itu, keluar dari Partai yang mendengungkan keadilan sosial dengan konstituen utamanya para pekerja atau buruh. Sementara The Beatles adalah bagian dari orang-orang kaya Inggris yang menjadi target pajak progresif yang diimplementasikan pemerintah Inggris yang waktu itu di bawah kendali Partai Buruh.

Ketika "Taxman" serta dinamika sosial politik yang melahirkan lagu ini kita pakai untuk melihat ramainya isu pajak serta politik Indonesia sekarang, kita melihat adanya ironi.

Seperti juga Harold Wilson Perdana Mentri Inggris masa itu, Presiden Indonesia sekarang selain datang dari Partai yang mempunyai tagline partai orang kecil, juga mensimbolkan diri sebagai wakil orang biasa atau orang Indonesia kebanyakan. Baju putih sederhana, lengan panjang baju yang disingsingkan, blusukan, tidak memiliki orang tua yang pernah berkuasa, menjadi simbol-simbol yang terus dieksploitasi untuk mendefinisikan diri sebagai orang biasa dan orang bawah.

Hanya saja bila Wilson Perdana Mentri Inggris ketika itu menerapkan pajak progresif yang merugikan orang-orang kaya seperti The Beatles, maka pemerintah Indonesia sekarang mengeluarkan rancangan pajak tentang sembako dan pajak penghasilan yang ditenggarai akan merugikan masyarakat kelas bawah. Kelompok masyarakat yang selama ini menjadi simbol Presiden sekarang.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun