Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ritual Using dalam Tafsir Rakyat, Negara, dan Pemodal

17 Maret 2023   00:39 Diperbarui: 19 Maret 2023   20:40 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penari Seblang sedang menggendong boneka dan menari. Foto: kompas.com/Ira Rachmawati

Pemodal berkepentingan untuk memperluas pasar produk-produk yang mereka hasilkan. Dengan kata lain, usaha untuk mengesensialisasi tradisi di tengah-tengah keberantaraan kultural masyarakat Using, nyatanya, memang dengan cepat diinkorporasi oleh pemodal yang memang sengaja diundang oleh masyarakat pelaku tradisi yang membutuhkan biaya. 

Masyarakat tentu ingin ritual yang mereka gelar semakin meriah karena akan mendatangkan banyak orang, sehingga desa mereka akan mendapatkan kebanggaan sosial. Selain itu, warga yang memiliki aktivitas ekonomi seperti pedagang makanan dan minuman, mainan, serta rokok akan mendapatkan limpahan rezeki dari ritual tersebut. 

Di sinilah bertemunya kepentingan kultural tradisional dengan hasrat ekonomi modern. Dalam kehidupan yang digerakkan oleh hasrat material sejak rezim Orde Baru dan tumbuh semakin pesat di masa pascareformasi, pertemuan dua kutub tersebut tidaklah mengherankan. 

Bagaimanapun juga, masyarakat juga berhak mendapatkan rezeki ekonomi dari perhelatan yang mereka selenggarakan, meskipun hal itu berarti menjadikan ajang ritual sebagai perayaan penanda yang menyisakan sedikit petanda, berupa pemahaman terhadap makna ritual itu sendiri bagi kehidupan masyarakat.

Menariknya, Gredoan juga sangat tergantung pada kondisi ekonomi warga. Pada Februari 2011, hanya satu desa, yakni Macanputih, yang melaksanakan Gredoan, karena ketiga desa lainnya mengalami gagal panen. Artinya, ada pikiran ekonomis yang mengalahkan kekuatan Gredoan sebagai tradisi, meskipun untuk ritual Muludan tetap dilaksanakan karena tidak membutuhkan biaya terlalu banyak. 

Lagi-lagi, dualisme orientasi antara "yang ekonomis" dan "yang kultural" bertemu dalam pikiran masyarakat Using di ketiga desa tersebut. Plihan tersebut tentu sangat masuk akal, karena Gredoan pada dasarnya hanya pengembangan dari upacara Muludan dan tidak berakibat apa-apa ketika tidak dilaksanakan. 

Sebagai selebrasi identitas Using di keempat desa tersebut, Gredoan bukanlah sebuah keharusan ketika kondisi ekonomi tidak memungkinkan. Mereka lebih memilih menggunakan tabungan untuk melanjutkan hidup sehari-hari dan membuat slametan Muludan. 

Kuatnya logika ekonomi dalam benak masyarakat Using-lah yang mengakibatkan ditiadakannya tradisi Gredoan di beberapa desa yang pada masa lampau melakukannya. 

Hampir sama dengan perkembangan Seblang dan Gredoan, ritual Kebo-keboan di Alas Malang juga tidak luput dari masuknya pemodal dan rezim negara. Ritual ini dimaksudkan sebagai bentuk "penghormatan" kepada Dewi Sri, Dewi Kesuburan, dengan menampilkan rombongan manusia yang berdandan seperti kerbau sembari mengharap petani akan mendapatkan limpahan berkah dan keselamatan. 

Makanya, para 'manusia kerbau' itu membajak sawah. Setelah itu, masyarakat berebut benih padi yang diyakini bisa menjadikan panen padi mereka melimpah. Sebagai sebuah kearifan dalam bentuk ritual, Kebo-keboan memang sangat ideal karena memadukan kerja-kerja pertanian dengan kekuatan kosmologis dan ekologis. 

Pekerjaan mereka sebagai petani, baik pemilik sawah, penggarap, maupun buruh tani, menjadikan ritual tersebut memang sangat diperlukan kehadirannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun