Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siasat Perempuan Diasporik dalam Novel Almost a Woman

23 Februari 2023   00:14 Diperbarui: 23 Februari 2023   00:17 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para imigran melestarikan tradisi kuliner mereka yang kaya rasa di AS. Sumber: Lawrence Thornton/Getty Image/ancestry.com

Sebaliknya, kekuatan bahasa ini digunakan untuk memperjuangkan kepentingan dan tujuan mereka di AS. Dengan demikian, mimikri yang mereka lakukan menghilangkan kekuatan bahasa Inggris sebagai bahasa kolonial, bahasa otoritas, dan hanya berfungsi sebagai penanda yang maknanya diinvestasi dengan makna-makna baru sesuai dengan kepentingan subjek diasporik.

Tak heran, bagi sebagian besar pendatang atau orang tua generasi pertama, bahasa Inggris dianggap bisa meminggirkan bahasa Spanyol. Hal itu juga dirasakan Mami. Sebagai representasi dari subjek otoritatif yang masih percaya dan menginginkan budaya ibu tetap lestari, Mami tidak suka jika anak-anaknya lebih memilih belajar bahasa Inggris di rumah. 

Perbedaan ini tampak pada saat Negi menonton program televisi berbahasa Inggris, Mami cukup khawatir (Santiago, 2012: 18). Perbedaan pandangan ini menekankan pertentangan biner antara orang tua dan anak dalam memosisikan bahasa Inggris. Bagi orang tua diasporik, bahasa Inggris akan merusak bahasa dan budaya ibu. 

Sementara, bagi anak-anak bahasa Inggris adalah kunci sukses. Kontradiksi antara mempertahankan tradisi dan mewujudkan kemajuan hidup dalam arahan budaya Barat memang kerap terjadi antara generasi muda dan generasi tua diaspora. 

Ketakutan utama bagi generasi tua adalah bahwa bahasa Inggris bukan hanya sebagai cara untuk mendapatkan budaya baru, tetapi juga hilangnya identitas lama (Rehman, 2012: 142-143).

Ketegangan kultural antara Negi dan ibunya berkelindan dengan sebagian besar pengalaman imigran Puerto Rico. Karena bahasa Inggris sendiri merupakan 'luka menganga' bagi penduduk pulau yang mengalami penindasan di AS, orang Puerto Rico memikul beban berat untuk mempelajarinya yang terkait dengan ambivalensi dan ketidakadilan sosial mereka (Cancel, 1990: 106). 

Banyak dari mereka percaya invasi AS di pulau itu adalah pelanggaran. Dengan demikian, percampuran budaya merupakan sesuatu yang merusak kemurnian budaya asli. Oleh karena itu, mayoritas keluarga Puerto Rico di AS masih menggunakan bahasa Spanyol dalam percakapan sehari-hari, meskipun anak-anak mereka belajar bahasa Inggris (Urza & Gmez, 2008). 

Rumah Mami merupakan ruang geo-kultural di mana bahasa sebagai penanda identitas harus digunakan dan dipertahankan. Sementara, bagi Negi, belajar bahasa Inggris untuk kehidupan yang lebih baik bisa dilakukan di mana saja, bahkan di rumah. 

Perbedaan pandangan terkait bahasa antara Mami dan Negi, lebih lanjut, menunjukkan bahwa mimikri tidak hanya mengubah resepsi kultural terhadap bahasa, tetapi juga mempersoalkan dan mengkritisi ideologi dominan yang menyertainya. Namun, bagi Negi, mimikri linguistik memiliki tujuan yang berbeda; untuk mencapai cita-citanya dengan cara hidup modern.

Perjuangan Negi untuk menjadi bagian dari masyarakat Amerika tidaklah mudah. Sebagai pendatang baru ia tidak mengetahui secara detail tentang budaya Amerika. Negi, kemudian, mencoba mencari bimbingan dari teman-temannya, tetapi ia tidak memiliki siapa pun yang dapat membantunya untuk mengetahui lebih banyak tentang budaya Amerika. 

Dalam tahapan ini, media menjadi objek penting untuk mempelajari budaya tertentu dan memberikan dampak bagi generasi muda (Valkenburg & Piotrowski, 2017). Keberadaan selebritas atau tokoh publik di media populer, misalnya, bisa menjadi panutan yang mempengaruhi visi seseorang. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun