Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Mengejar Mas Mas (di Yogya): Pelacur, Solidaritas, dan Cinta

10 April 2022   04:44 Diperbarui: 24 April 2022   23:38 1838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ningsih cemburu melihat perlakuan Shanaz terhadap Parno. Dok. johntirayoh.wixsite.com

Penggambaran deskriptif-linguistik dan diskursif di atas menunjukkan bahwa formasi diskursif yang begitu beragam tentang diri seorang Ningsih dalam adegan-adegan yang ada berusaha menghadirkan submitos pelacur dan ketidakberdayaannya, terutama dalam menghadapi stereotipisasi dan stigmatisasi masyarakat. Secerdas apapun seorang Ningsih dalam mengelabui para perempuan tetangganya, tidak bisa menggantikan fakta bahwa dia adalah seorang pelacur yang gamang akan diri dan profesinya. 

Akibatnya, ia perlu melakukan tindakan-tindakan diskursif untuk menjadi subjek yang diakui dalam kehidupan normal dan tidak menjadi liyan yang terus diasingkan. Impian akan perlakuan normal sebagai anggota masyarakat menjadikannya subjek diskursif yang tidak bisa menganggap dirinya sebagai kekuatan otonom dan, dengan demikian, mengakui ketidakberdayaannya sebagai seorang pelacur.

SOLIDARITAS SESAMA PEREMPUAN DAN NORMALISASI KE-PELACUR-AN 

Meskipun dalam analisis di atas perempuan pelacur direpresentasikan sebagai  subjek liyan yang tidak berdaya, narasi film ini juga membuat wacana lain tentang ke-pelacur-an berupa alasan-alasan diskursif mengapa Ningsih sampai harus melacur.

Di kamar Kos. Sambil tiduran, Ningsih bercerita perihal almarhum suaminya kepada Shanaz. Ia menuturkan kalau suaminya adalaha lelaki yang tampan dan baik. Mereka menikah setelah lulus SMA dan memutuskan tinggal di Yogya karena suaminya kuliah. Baru setahun menikah, Marwan meninggal karena keracunan nasi di warteg. 

Akibatnya, Ningsih tinggal sendirian, menanggung hutang karena biasa rumah sakit menumpuk. Ketika Shanaz bertanya mengapa tidak kembali ke Madiun. Dengan cepat Ningsih menjawab malu karena di sana hutang untuk pengobatan Marwan juga banyak.

Penjelasan Ningsih di atas menjadi alasan pembenar terhadap profesi yang dijalaninya. Motivasi ekonomi jelas menjadi alasan utama kenapa ia harus melacur. Alasan tersebut sebenarnya menghadirkan kembali realitas yang terjadi dalam jagat ke-pelacur-an, bahwa motivasi untuk mendapatkan penghasilan seringkali menjadi pembenar bagi pilihan hidup perempuan untuk melacurkan dirinya, meskipun masih banyak alasan lain seperti women trafficking, korban perkosaan, dan lain-lain. 

Namun demikian, motivasi ekonomi menjadi alasan yang paling masuk akal di tengah-tengah keterbatasan skills yang mereka miliki dalam kompetisi kerja. Sebagai perempuan yang berijazah SMA, sebenarnya Ningsih bisa saja memperoleh pekerjaan sebagai penjaga tokoh atau sales promotion girl (SPG). Namun, menyadari betapa besar utang yang harus ditanggung karena kematian suaminya, melacur menjadi pilihan karena mungkin ia mengganggap akan menghasilkan banyak uang untuk menutupi semua utang tersebut.

Tubuh adalah sebuah potensi ekonomi di mana setiap perempuan bisa menggunakannya demi kepentingan-kepentingan mendesak yang harus segera dipenuhi. Pilihan menjadi pelacur, di satu sisi, menandakan perjuangan ekonomi Ningsih dalam mengatasi permasalahan hidup. Di sisi lain, menandakan ketidakberdayaannya dalam menyelesaikan permasalahan tersebut kecuali dengan menjual tubuh. 

Wajar kiranya ketika Ningsih menggunakan potensi tubuh dan seksualitasnya untuk memperoleh uang di tengah-tengah ketidakberdayaannya sebagai seorang perempuan yang harus menanggung beban hutang. Bentuk adegan di atas menegaskan bahwa perempuan pelacur memiliki motivasi ekonomi. 

Wacana ini memberikan tawaran ideologis tentang "normalisasi wacana ke-pelacur-an" sebagai kenyataan yang tidak harus dimusuhi, terutama dengan memahami konteks dan kepentingan ekonomi perempuan yang menjalaninya. Pelacur merupakan sebuah kewajaran ketika perempuan dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun