Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membaca Ragam Konstruksi Perempuan dan Laki-laki dalam Iklan

8 Desember 2021   11:56 Diperbarui: 8 Desember 2021   12:21 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 5. Iklan BIIm, repro Kompas, 13/04/2007

Maka, bisa dikatakan, representasi melalui beragam media membutuhkan kondisi historis (keadaan sosial, ekonomi, politik ataupun kultural) tertentu agar masyarakat bisa menerima makna atau pengetahuan yang dihadirkan. Begitupula tentang representasi perbedaan gender di dalam iklan, tidak bisa dibaca semata-mata dalam satu kepastian, namun sebagai satu transformasi sesuai dengan kondisi zaman. 

Dengan mengambil konteks transformasi, kita bisa mengasumsikan bahwa citra kelelakian dan keperempuanan dalam iklan, selalu mengalami penyesuaian dan perubahan bentuk tanda sesuai dengan pengetahuan tentang perbedaan di antara mereka serta pergeseran peran yang berlangsung dalam masyarakat, terutama di dalam media sebagai bentuk budaya populer. 

Lebih dari itu, meskipun membawa kuasa, representasi kelelakian dan keperempuanan selalu berada dalam penandaan plural yang masing-masing bisa jadi memiliki kekhususan, tidak bisa disamakan satu sama lain.

Ketika gender didefinisikan sebagai perbedaan laki-laki dan perempuan yang dipengaruhi bukan semata-mata oleh faktor jenis kelamin, tetapi juga faktor sosio-kultural yang ada di dalam masyarakat, maka definisi itu sendiri sudah menyiratkan satu konsepsi transformasi. 

Kondisi sosio-kultural tidak akan selalu berada dalam kepastian, karena sebagai sebuah kondisi ia akan selalu bergerak mengikuti perkembangan jaman yang tengah berlangsung. Pada sebuah masa, bisa jadi dominasi patriarki menjadi kekuatan yang mampu mengungkung tindakan dan pemikiran anggota masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, sehingga apa-apa yang direpresentasikan dalam media adalah betapa kuat dan sahnya kekuasaan laki-laki, sedangkan perempuan selalu berkutat dalam ranah domestik (Walby: 1989): di dapur, di kasur, dan di sumur.

Perkembangan pemikiran dan gerakan feminisme telah memberikan pencerahan baru dalam relasi gender dalam masyarakat. Perempuan tidak semata-mata berada dalam ranah domestik, tetapi juga mendapatkan kesempatan untuk berkontestasi di ranah publik yang berkaitan dengan karir maupun politik, meskipun tetap tidak sepenuhnya bebas. 


Patriarki tidak bisa lagi menjadi sangat dominan dalam praktik sosio-kultural maupun representasi media. Dalam konteks itulah, patriarki kemudian bertransformasi dengan melakukan hegemoni melalui artikulasi dan negosiasi (Gray dalam Bennet, 1986: xv).

Dengan konsep artikulasi, representasi gender dalam media melakukan penandaan terhadap potensi-potensi yang dimiliki perempuan dalam ranah publik, sebuah ruang yang dulunya hanya dimiliki laki-laki. Tujuan utama dari proses artikulasi ini adalah munculnya konsensus dari kelas subordinat (perempuan).  

Konteks hegemoni kelas patriarki tersebut tidak selamanya berada dalam kemapanannya. Ketika ia sudah terlampau hegemonik dan cenderung untuk menjadi dominasi kembali, maka akan muncul pemikiran dan gerakan yang lebih aktif untuk melawan kuasa tersebut. Inilah yang kemudian harus dibaca sebagai “kontra-hegemoni”. 

Representasi perempuan dalam media yang terlalu menonjolkan unsur sensualitas dan seksualitas perempuan dianggap sebagai ‘eksploitasi tubuh perempuan’ tahap lanjut demi kepentingan kapitalisme patriarki belaka. Munculnya reaksi tersebut turut mengubah kontestasi dan representasi perempuan dan laki-laki dalam media. 

Dengan demikian, representasi laki-laki dan perempuan dalam iklan kontemporer, sekali lagi, harus dibaca dalam konteks plural dan partikular yang membawa konteks dan sejarahnya serta tidak bisa diasumsikan sebagai satu grand design yang selalu pasti.  Karena meskipun, saat ini isu persamaan gender sudah dikampanyekan, ternyata kita masih bisa mendapatkan ragam perbedaan yang karakteristik sehingga ada semacam semangat posmodern yang muncul dengan mengambil dan mencampur pengetahuan dan mitos pada masa lampau dan masa kini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun