Mohon tunggu...
Defrida
Defrida Mohon Tunggu... Penulis

Peminat Sejarah, Budaya dan Kajian Keamanan Nasional. Cita-cita jadi anggota KOWAL tapi gagal karena mabuk laut. Ingin jadi WARA tapi phobia ketinggian. Ingin jadi Diplomat tapi TOEFL belum 600.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Di Balik Senapan Berkarat :Refleksi Korupsi Militer dalam Film "The War of Loong"

19 April 2025   12:46 Diperbarui: 19 April 2025   12:46 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Teaser Film The War of Loong (Sumber : pinterest.com) 

Film "The War of Loong" (2017) mengangkat kisah heroik nan tragis dari perang Sino-Perancis tahun 1885, yang berlatar di wilayah Zhengnan Guan, Provinsi Guangxi. Narasi film ini berpusat pada dilema moral yang dihadapi Jenderal Feng Zicai, seorang pemimpin militer Dinasti Qing yang dikenal karena integritas dan kecintaannya pada negara. Ketika moril pasukan di bawah komandonya merosot tajam akibat korupsi yang dilakukan oleh Jenderal Wang Jinxi, Feng mengambil keputusan kontroversial dengan cara mengeksekusi Wang secara langsung tanpa menunggu persetujuan Mahkamah Kerajaan. 

Film ini menggambarkan dengan jelas bagaimana Jenderal Wang secara sistematis memangkas anggaran militer, terutama dari unit-unit yang sedang bertempur melawan Perancis di garis depan. Dana yang seharusnya dialokasikan untuk persenjataan, logistik, dan kebutuhan dasar prajurit malah beralih ke kantong pribadi Wang dan kroninya. Akibatnya, pasukan China di Zhengnan Guan harus berperang dalam kondisi memprihatinkan seperti kekurangan makanan, persenjataan yang tidak memadai, dan moral yang anjlok.

Meski tindakan eksekusi yang diambil Jenderal Feng melanggar prosedur administratif kerajaan, film ini menggambarkannya sebagai keputusan yang paling tepat dalam situasi kritis tersebut. Eksekusi Wang tidak hanya menjadi peringatan bagi elit militer lainnya, tetapi juga berhasil mengembalikan kepercayaan pasukan terhadap kepemimpinan mereka. Para prajurit yang sebelumnya putus asa kembali menemukan semangat juang, menyadari bahwa pengorbanan mereka tidak akan dikhianati oleh korupsi para jenderal. Pada akhirnya, keputusan kontroversial Feng digambarkan sebagai faktor penentu dalam mempertahankan wilayah China dari invasi Perancis.

Korupsi Militer sebagai Fenomena Global

Korupsi dalam institusi militer seperti yang digambarkan dalam "The War of Loong" bukanlah fenomena yang terbatas pada China abad ke-19. Praktik ini tetap menjadi ancaman serius bagi keamanan nasional di berbagai negara hingga saat ini. Menurut laporan "Government Defence Integrity Index" yang dirilis oleh Transparency International pada 2022, dari 86 negara yang dievaluasi, hanya 9 yang dinilai memiliki risiko korupsi rendah dalam sektor pertahanan mereka. Sekitar 62% negara berada pada kategori risiko tinggi hingga kritis.

Profesor Andrew Feinstein, mantan anggota parlemen Afrika Selatan dan penulis "The Shadow World: Inside the Global Arms Trade," menjelaskan bahwa pengadaan militer sangat rentan terhadap korupsi karena sering ditandai dengan kerahasiaan yang tinggi dan nilai kontrak yang sangat besar. "Ketika transaksi senilai miliaran dolar dilakukan dalam kerahasiaan, dengan sedikit pengawasan publik atas nama keamanan nasional, kondisi ideal untuk korupsi pun tercipta," tulisnya. Pengadaan peralatan militer global diperkirakan bernilai lebih dari $1,8 triliun setiap tahunnya, dengan sekitar 10-25% dari jumlah tersebut hilang karena korupsi. Ini berarti kerugian tahunan mencapai $180-450 miliar dengan dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan keamanan nasional.

Dr. Katherine Dixon, direktur program pertahanan dan keamanan di Transparency International, menambahkan bahwa korupsi militer hadir dalam beragam bentuk. "Dari manipulasi pengadaan dan penggelapan dana gaji hingga praktik 'tentara bayangan' di mana komandan melaporkan jumlah personil lebih banyak dari yang sebenarnya untuk menyelewengkan kelebihan anggaran," jelasnya. Di banyak kasus, dana yang seharusnya digunakan untuk membeli peralatan berkualitas tinggi atau meningkatkan kesejahteraan prajurit justru mengalir ke kantong pribadi para pejabat.

Kasus-kasus kontemporer menunjukkan bahwa korupsi militer tidak mengenal batasan geografis atau ideologis. Di Nigeria, misalnya, sebuah investigasi pada 2015 mengungkap bahwa sekitar $2 miliar dana yang dialokasikan untuk melawan kelompok teroris Boko Haram justru digelapkan oleh pejabat tinggi. Hal serupa terjadi di Afghanistan, di mana "tentara bayangan" atau prajurit yang tercatat dalam daftar gaji tetapi tidak pernah ada sehingga mengurangi kekuatan tempur riil angkatan bersenjata hingga 40% di beberapa wilayah.

Dampak Korupsi Militer terhadap Keamanan Nasional

Dampak korupsi militer jauh melampaui kerugian finansial semata. Dr. Shima Keene, pakar dalam isu keamanan dan pertahanan dari Royal United Services Institute, mengungkapkan bahwa pemotongan anggaran ilegal seperti yang dilakukan Jenderal Wang dalam film secara langsung mengancam nyawa para prajurit di garis depan. "Ketika dana untuk peralatan, pelatihan, atau logistik dialihkan, kemampuan tempur pasukan terdegradasi secara signifikan," jelasnya dalam sebuah kajian tentang korupsi di sektor pertahanan yang diterbitkan pada 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun