Saya bergegas bangkit dari tempat tidur. Mengambil segelas cangkir, lantas menyeduh kopi. Saya terdiam sejenak. Menyalakan sebatang rokok. Menikmati pahit dan manisnya kopi. Menyeruput perlahan. Saya bangkit. Menyalakan komputer, dan menulis kembali.
(MATI)
Kadang aku pikir untuk apa hidup di dunia ini.
Sebab, tak ada lagi kebahagiaan yang aku miliki.
Semuanya sirna, setelah dia tinggalkan aku pergi.
Kini, hidupku terasa hampa berselimut sepi.
Ingin aku hujamkan belati tepat di ulu hati.
Agar aku tak lagi merasa sakitnya dikhianati.
Cukuplah bagiku kini sendiri.
Namun kau harus tau, sampai nanti kau akan ku nanti.
*
(Puisi Pagi Ku)
Dulu, ketika aku terbangun pagi. Handphone yang selalu pertama kali aku cari.
Menuliskan beberapa kalimat indah, untuk kemudian aku kirim kepadanya.
Setiap waktu, di pagi, siang, sore dan malam hari. Begitu aku selalu memujinya.
Bagiku dia dewi ayu yang selalu membersamai.
Memberikan kedamaian pada sebuah raga.
Meskipun hanya sebatas senyuman yang ia lukisan.
Sampai nanti kau akan aku kenang.
*
(Jum'at ku Meninggalkan Januari)
Di akhir Januari dan memasuki bulan Februari, cuaca tetap sama. Hujan masih menyelimuti sebagian waktu tentang jumpa kita yang singkat. Saya termenung saat kau membaca perlahan sebuah sajak. Menyerapinya dengan bawaan sebuah lagu melow yang mengalun indah.
Hujan telah lewat dan pergi. Kini perlahan berganti menjadi sedikit panas yang menyinari. Saya pergi sejenak untuk tak mengganggu rapal bacaannya. Saya tinggal dengan tenang. Tak lama, saya kembali datang. Ia melirik lantas melemparkan sebuah senyuman.
"Saya tak tau harus membalas apa," katanya.
Saya hanya senyum menjawabnya.
Telah lama ia meninggalkan sebuah kata. Tak pun hilang sepenuhnya. Hanya ia pendam sementara. Namun derik hujan yang menetes, ternyata tak mampu tertampung. Hingga akhirnya harus meluap. Dengan ekspresi sebuah tulisan. Untuknya.