Mohon tunggu...
Dedy Gunawan
Dedy Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Suami dari seorang istri yang luar biasa dan ayah dari dua anak hebat.

Penulis, blogger, jurnalis, senimanmacro, fotografer, penikmat kuliner, traveler, guru, pelatih menulis, dan penyuka segala jenis musik.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Rindu Dendam

23 Februari 2019   06:19 Diperbarui: 23 Februari 2019   06:29 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto tanaman. Sumber: dokpri

Dear, elang tersayang

Untuk yang kesekian kali, kita bincangkan tentang masa-masa Itu kenangan terukir sempurna serupa batu karang dipahat terjangan gelombang.

Masa-masa kita melebur satu yang kita mau. Dua hati laburkan hasrat ingin berpadu, yang walau sejujurnya kita nyaris melampaui itu batas yang tak ingin kita terobos. Kesadaran diri terjaga apik.

Kita menjalani masa juang ini dengan saksama bagai sepasang anak elang dari jenis berbeda yang belajar terbang menualangi rimba.

Berlaksa-laksa janji kita bangun saat kita masih belajar mengepakkan sayap. Berbilang bulan kita baku ungkap rasa dengan getar takzim yang menggugah rasa.

Kita menitipkan asa pada langit yang biru. Tetapi mega tak mau bersekongkol. Ia datangkan awan gemawan berarak. Mega mendung hitamkan jagad. Kita pun terpisah oleh kehendak bebas. Kita memilih menjalaninya dengan tetap tegar sebagai elang dewasa.

Sebagaimana kita menyulam sayap dan mengasah bilah-bilah paruh, saat usia muda. Dan kita telah mengubah cara memandang jagat.

Kita memilih untuk bertemu di suatu musim, yang kita sendiri tak pernah tau, entah itu ada atau takkan pernah terjadi. Kita belajar meniti hari dan membaca bintang gemintang, dan menetapkan batas-batas yang kita sambangi kelak.

Kita berhasrat menatap bumi dari ketinggian dan memetakannya sebagai sebuah lanskap, sebelum kita menajamkan pandangan pada satu titik tuju.

Kelak,

Cepat atau lambat, kita akan bersua lagi di dahan tempat biasa kita bertengger mendandani rerumputan, di tepi danau, yang benderang oleh kerlip lampu dan pantulan sinar bulan yang menembus bening telaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun