Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Teologi Absensia: Tawaran Berteologi dalam Konteks Postmodernisme

18 Juli 2020   23:41 Diperbarui: 18 Juli 2020   23:43 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pendahuluan

            Tuhan pada zaman sekarang ini bukan lagi persoalan iman kepada-Nya tetapi lebih kepada bagaimana Ia bisa dimengerti sebagai Sosok yang teralami dalam hidup sehari-hari dari umat manusia. Kehadiran-Nya sebagai yang misteri sering membuat orang bertanya; "benarkah Dia ada atau Dia hanyalah sebagai solusi dari agama atau instansi terkait dengannya untuk mengatasi persoalan hidup manusia yaitu seputar peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar status mungkin akal budi manusia!" Kehadiran-Nya, bahkan sering dimengerti sebagai Yang tidak hadir, yang susah dipahami mengundang manusia untuk mulai menelusuri-Nya dalam terang akal budinya. Artinya, berlandaskan pada struktur-struktur atau konsep rasional yang mereka miliki, manusia berusaha untuk memahami Allah.

            Kecenderungan manusia mengandalkan akal budinya untuk mengerti Allah sering membuat mereka malah semakin mengingkari-Nya walau Dia adalah Sosok yang tidak teringkari. Seturut terang akal budinya, manusia mencoba mengerti Allah. Usaha manusia ini akan mengantar mereka pada apa yang disebut sebagai nihilisme karena menganggap Allah sungguh sulit untuk dipahami.

Allah berada di luar konseptualitas manusia dan Ia tidak terbatas pada struktur akal budi manusia. Akibatnya  manusia hanya bisa berkata; Dia adalah ini, atau Dia bukanlah itu. Hal demikian disebut sebagai bahasa negatif (anapatif) dan positif (katapatif) dari manusia untuk memahami Allah. Bahasa negatif atau yang akrab disebut sebagai Teologi Negatif adalah suatu usaha manusia untuk memahami Allah namun tidak berarti apa-apa. Dengan bahasa ini manusia hanya bisa mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan Allah untuk memenuhi hasrat akal budinya semata. Sementara bahasa positif atau yang akrab disebut sebagai Teologi Positif adalah suatu usaha manusia untuk mengafirmasi tentang Allah menurut pemahaman mereka walau pada akhirnya Allah bukanlah demikian adanya.

Prinsip demikian adalah prinsip pola pikir masyarakat modernis. Pola pikir mereka berakar pada sesuatu yang hadir sehingga Allah yang adalah melampaui yang hadir tidak mampu dipahami. Konsep Allah harus berangkat dari hal-hal yang bisa mereka pikirkan sebagai suatu pemikiran yang logis dan konseptual. Hal inilah yang dilawan oleh pemikir dalam zaman postmodernisme. Mereka mulai membongkar prinsip kebenaran dari modernisme selama ini. Menurut mereka, modernis telah mengabaikan hakekat bahasa sebagai sesuatu yang paling penting dalam menjalin relasi terhadap realitas, yang dalam hal ini adalah Allah. Mereka hendak memunculkan hakekat bahasa yang sebenarnya.

            Kehadiran Teologi Absensia adalah terobosan baru dalam berbahasa tentang Allah dalam wacana bahasa postmodern. Absensia adalah sebuah paradigma baru dalam memahami Allah. Persoalan Allah tidak mampu hanya dipahami dalam prinsip metafisika kehadiran di mana logos sebagai penentu utama karena Allah jauh melampaui yang. Saat ini Allah harus dipahami dalam perspektif ketidakhadiran. Hal ini hendak melukiskan betapa manusia sungguh tidak ada apa-apanya jika berhadapan dengan Allah yang adalah Sang Mahakuasa. Teologi absensia adalah jawaban atas semua kerinduan masyarakat pada zaman modernisme dan juga kesimpulan akhir dari polemik teologi dalam pola pikir postmodern.

Latar Belakang Teologi Absensia

            Teologi absensia adalah suatu kerinduan atas usaha kaum postmodernis untuk menyelesaikan polemik bahasa yang mereka alami selama ini. Teologi absensia yang berlandaskan pada bahasa yang diperjuangkan oleh kaum modernis, yaitu tentang hakikat dan penggunan bahasa, membentuknya sebagi sebuah metode berteologi yang memungkinkan manusia untuk bisa berelasi dengan Allah.

Postmodernisme

            Istilah "postmodern" pertama kalinya muncul di wilayah seni pada tahun 1930 oleh Federico de Onis dalam karyanya Antologia de la Poesia Espanola a Hispanoamericana. Beberapa kecenderungan khas yang biasa diasosiasikan dengan postmodernisme dalam bidang seni adalah hilangnya batas antara seni dan kehidupan sehari-hari, tumbangnya batas antara budaya tinggi dan budaya pop, percampuradukan gaya yang bersifat eklektik, parodi, ironi merayakan budaya "permukaan" tanpa peduli pada "kedalaman", hilangnya orisinalitas dan kejeniusan dan akhirnya asumsi bahwa kini seni hanya bisa mengulang-ulang masa lalu belaka.[1]

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun