Namanya Lasmi Pertiwi. Wajah Sundanya begitu alami dan menggemaskan. Itulah yang  membuatku bisa melupakan rutinitas pekerjaan yang tadinya terasa sangat membosankan. Harus menerima nasib sebagai mandor borongan pembukaan jalan baru di kampung Leuweung Tiis. Sebuah  kampung di wilayah Garut yang berjurang curam dan masih sepi penduduk.
Kukenal Lasmi saat sama-sama belanja jajanan di warung kecil di tepi gerbang  jalan menuju kampung yang sedang kugarap tersebut.
Dari pertemuan sesaat, berlanjut ke pertemuan-pertemuan berikutnya. Hampir saban hari, usai jam kerja, Lasmi rutin menemuiku. Menjelang waktu Maghrib tiba, baru kami berpisah. Setiap mau kuantar pulang, ada saja alasan halus menolaknya. Aku tak perduli, karena  besoknya kami bisa ketemuan lagi..
Semakin lama aku semakin menyukai Lasmi. Kuutarakan niatku, nanti setelah proyek rampung, aku akan segera melamarnya.
Setelah enam bulan merajut cinta kasih, seminggu sebelum pengerjaan proyek selesai, aku kehilangan Lasmi. Baru sedikit lega setelah ibu tua pemilik warung memberikanku sebuah kotak dus berisikan sepucuk surat dan sebuah cincin mas berbentuk lingkaran polos dari Lasmi.
"Assalammualaikum wr wb.
Kang Dadan yang Lasmi sayangi.
Sebelumnya Lasmi minta maaf tidak bisa menemui dulu Akang. Lasmi pulang ke kampung orang tua. Nanti Akang bisa menyusul ke alamat rumahku di Kampung Sukaasih, RT 07/RW 08, Kelurahan Margamulya, Kecamatan Cilembang, Kabupaten Sumedang.
Sekali lagi Lasmi minta maaf. Ditunggu ya.
Wassallam.
Salam sayang,Â