Tidak, suara Tuhan itu menjelma dari dalam diri Ibrahim sendiri. Bahwa hal itu tidak benar. Dalam proses pengorbanan sakral itu, terjadi pergolakan hebat didalam diri pelaku. Sehingga memunculkan pemikiran bahwa hal tersebut harus dihentikan.
Dan begitulah cara kerja Tuhan menjelma. Dan oleh banyak orang dianggap wahyu, petunjuk, pencerahan, hidayah, atau apa pun namanya. Dan semua berubah, seolah itu masa pencerahan.
Yang berubah itu manusia. Dan tuhan  pun menjelma dalam perubahan tersebut.
Tuhan berubah ketika ada pemberontakan? Atau ada tuhan lain, selain tuhan yang menjelma dari dalam diri Ibrahim? Hmm…
Yang jelas, sejak itu, ritual pengorbanan nyawa manusia terhadap Tuhan mulai berkurang. Dan sekarang sudah nyaris tidak terdengar lagi. Jika pun masih ada, maka pelakunyalah yang dianggap salah, bukan Tuhan. Karena Tuhan zaman sekarang sudah sangat manusiawi sekali. Hmm…
Tuhan melegalisasi perbudakan
Mari kita kembali membaca kisah-kisah primitive zaman kuno dulu. Dimana perbudakan itu legal. Dan kaum pria dianggap syah, tanpa salah menyetubuhi budak wanita. Dan tidak berlaku sebaliknya. Karena memang, bahasa menyetubuhi adalah milik pria. Kalau wanita, ya di setubuhi. Masa… seorang wanita ‘menyetubuhi’ beberapa budak pria. Hmm…
Dan perlu diketahui, tuan-tuan dari para budak itu adalah rata-rata terdiri kaum ber-Tuhan. Sebagian tokoh bahkan dikisahkan adalah utusan Tuhan. Dan pada masa itu, Tuhan melegalisasi acara perbudakan. Termasuk menyetubuhi budak-budak. Dan mungkin juga disetubuhi budak-budak.
Apakah ada yang salah? Tidak! Tidak ada yang salah sama sekali. Zaman perbudakan waktu itu dianggap lumrah. Bahkan para budak sendiri, waktu itu, menganggap tidak ada yang salah dengan itu.
Pada zamannya, budak itu dinilai sebagai; ukuran status sosial. Â Berapa jumlah budak yang dimiliki merupakan ukuran tingkat kekayaan dan kehormatan. Ibarat kata, memiliki budak zaman dulu sama dengan kebanggaan manusia zaman sekarang dengan memiliki beberapa unit mobil mewah. Bisa diperjual-belikan di Showroom atau zaman dulu pasar budak.
Budak itu dianggap, setengah manusia setengah hewan. Meski secara fisik berbentuk manusia. Namun secara nilai, status dan kedudukan, seorang budak setara dengan hewan. Boleh dibilang, budak adalah hewan yang berwujud manusia. Atau bisa juga sebaliknya.
Mungkin di masa sekarang ini agak sulit membayangkan realitas ini. Tetapi umat manusia sepanjang puluhan abad silam, telah hidup di tengah perbudakan, manusia atas manusia. Dan dianggap sangat manusiawi.