Bagi saya, atlet juga seperti ASN, mereka juga berjuang untuk negeri kita dan bahkan skalanya antarnegara. Maka, sudah sepatutnya para atlet kita yang bisa mengharumkan bangsa di level internasional mendapat tunjangan pensiun seperti yang dialami ASN.
Dengan demikian, cita-cita generasi muda kita tidak terbatas pada 'mau menjadi PNS, Polisi, TNI, hingga pegawai bank negara', melainkan bisa berani menjadi atlet profesional yang fokusnya seratus persen berkarier sebagai atlet bukan nyambi sebagai aparat.
Hal ini bagi saya penting agar karier atlet kita bisa berkembang maksimal dan tidak terkekang oleh stereotipe dari lingkungan sosialnya.
Apalagi kalau tidak mendapat dukungan dari orang tua, karena mereka khawatir tentang masa depan dan masa tua anaknya. Dan kecemasan itu juga wajar terjadi, karena tidak ada orang tua di dunia ini yang tega melihat anaknya menjadi pesakitan. Walaupun, di sisi lain, mereka juga pasti tahu bahwa anaknya punya semangat dan bakat di olahraga.
Maka dari itu, saya berharap seluruh pemain Indonesia yang telah menjadi bagian Garuda di Kualifikasi Piala Dunia 2026 sejak putaran pertama hingga keempat nanti memperoleh tunjangan pensiun.
Bagaimana jika gagal lolos?
Menurut saya, hak tunjangan pensiun tetap harus diperjuangkan. Sebab, ini bisa menjadi motivasi bagi generasi muda atlet kita ke depan.
Artinya, bukan hanya menilai berhasil dan gagalnya kita ke Piala Dunia 2026, melainkan bagaimana kita bisa menyiasati kesuksesan di masa depan dari sekarang. Bahkan, termasuk jika kita gagal lolos ke Piala Dunia 2026.
Sebab, kegagalan tidak selamanya menjadi akhir dari sebuah perjuangan. Tetapi, bisa menjadi motivasi untuk bisa bangkit dengan lebih baik pada kesempatan berikutnya.
Salah satu bukti dari sebuah kesuksesan yang berasal dari kegagalan adalah Jerman yang juara Piala Dunia 2014 namun pada edisi 2010 gagal ke final dan harus puas sebagai peringkat ketiga.
Mereka pun akhirnya bisa meraih bintang keempatnya di Piala Dunia setelah terakhir juara pada 1990 ketika masih bernama Jerman Barat.
Artinya, negara sepak bola sebesar Jerman pun butuh berproses lebih dari dua dekade untuk kembali ke takhta tertinggi dunia. Apalagi kita, bukan?
Terakhir kali Indonesia tampil di Piala Dunia bahkan pada 1938. Zaman almh. nenek saya masih kecil--seingat saya tentang tahun lahirnya--dan bahkan masih bernama Hindia Belanda.