Laki-laki yang kayanya pas-pasan akan cenderung sama seperti laki-laki yang baru saja kaya. Tingkah-lakunya mirip dengan pemilik baru klub sepak bola Inggris yang berwarna biru dan berinisial C. Tidak jelas! Di satu sisi terlihat royal, di sisi lain seperti 'ayam tanpa kepala'.
Pernikahan dengan laki-laki yang belum tahu akan membangun rumah tangganya seperti apa karena baru saja kaya, atau karena kayanya pas-pasan, cenderung bisa berpotensi menimbulkan pertikaian jikalau si laki-laki boros atau tidak bisa mengelola pendapatannya dengan baik. Ditambah, perempuan tadi jangankan menjadi 'Bu Manajer Keluarga', pernah memegang uang dari jerih-payahnya sendiri saja belum tentu pernah dialami. Maka, bagaimana bisa rumah tangga akan berjalan harmonis dengan kondisi mental yang belum siap dalam mengelola finansialnya?
Kemudian, laki-laki yang kayanya dari orang tua. Jangankan menjadi calon orang tua yang siap menghadapi masalah di keluarga kecilnya atau masalah yang ditimbulkan anaknya kelak di sekolah, dia saja berkemungkinan besar sering bersembunyi di ketiak orang tuanya ketika ada masalah yang ia buat sepanjang hidupnya.
Yakin menikah sama laki-laki yang begitu?
Lalu, yang paling parah tentu laki-laki yang mudah tergoda untuk 'mencangkul ladang pertanian milik orang lain'. Tanpa perlu dijelaskan panjang-lebar, sudah pasti rumah tangga yang melibatkan perempuan yang belum pernah berdikari dan laki-laki yang tidak punya prinsip dalam menjaga hubungan, maka hasilnya akan porak-poranda. Persis kapal Titanic yang hancur dan disajikan ulang dalam bentuk 3D 4K High Definiton Resolution pada tahun 2023.
Itulah mengapa, pernikahan bukanlah solusi yang tepat bagi perempuan yang miskin finansial dan mental. Apalagi, miskin intelektual. Ampun, deh!
Lebih baik bersekolah dulu, mengikuti kegiatan yang melatih keterampilan individu, hingga membangun relasi yang baik dan benar di lingkungan sosial sekitarnya. Hal inilah yang menurut saya akan relatif cukup menjanjikan potensi bagi perempuan masa kini untuk bisa berdaya dan menentukan masa depannya. Tidak lagi hanya bergantung kepada laki-laki, karena laki-laki sama saja.
Ada yang baik dan ada yang buruk. Maka, untuk menemukan laki-laki yang baik perlu perhitungan yang matang. Sama halnya dengan ajaran suatu agama yang mayoritas dianut di masyarakat Indonesia--jika berdasarkan statistik KTP-nya, yang jika saya terjemahkan secara sederhana kurang-lebih adalah 'laki-laki yang baik bertemu perempuan yang baik, dan laki-laki yang buruk bertemu dengan perempuan yang buruk'.
Jadi, kalau perempuan ingin segera menikah karena mengambil jalur pintas untuk dapat mencapai kesejahteraan. Bisa saja, ia akan mendapatkan laki-laki yang juga suka mengambil jalur pintas untuk mencapai kesejahteraan. Apakah itu solusi yang bagus untuk masa depanmu, wahai perempuan (-perempuan) yang kusayang?
***
Malang, 4 Februari 2023
Deddy HS.