Meski begitu, saya merasa menjadi penyuka sepak bola yang kemudian memeroleh kesempatan bekarya lewat tulisan tentang sepak bola merasa lega. Unek-unek bisa lebih termediasikan dan juga mulai belajar bertanggungjawab.
Itu yang dulu belum terlalu saya dapatkan ketika masih menjadi penyuka sepak bola yang berisik di media sosial. Sekarang, saya memang lebih cerewet, karena kalau menulis sepak bola kuota 1500 kata terasa sangat kurang.
Tetapi di sisi lain, itu menjadi terapi kesehatan mental saya, terutama tentang kepercayaan diri. Karena, dengan saya fokus terhadap sepak bola, saya punya objek yang memerantarai bentuk pemikiran saya.
Lewat tulisan-tulisan tentang sepak bola juga membuat saya tidak punya kesempatan untuk berkeluh kesah tentang kehidupan pribadi. Suatu hal yang setahu saya sering menjadi godaan besar bagi orang-orang yang cerewet.
Mengungkapkan keresahan terhadap kehidupan pribadi yang terkadang belum tentu mendapatkan respon dari orang lain. Orang lain memang ingin tahu, tetapi mereka belum tentu mau menanggapi, apalagi membantu.
Maka dari itu, saya lebih suka mempertahankan minat saya terhadap sepak bola dan menjadikannya sebagai objek cerewet saya. Kalau kemudian eksistensi saya tidak/belum seperti penyuka sepak bola yang lain, saya pikir itu hanya tentang pilihan, karakter, dan masa.
Ada masanya orang sangat cerewet, ada masanya orang sangat berisik. Dan, itu bisa dilakukan oleh orang yang sama.
Kalau kemudian, ada di antara pembaca yang ingin menjadi penyuka sepak bola yang cerewet tapi tidak terlalu berisik, sebaiknya jangan terburu-buru untuk menilai dan memilihnya. Lebih baik kalau mengikuti apa yang terasa cocok dengan kepribadian masing-masing.
Kalau memang punya kepribadian yang suka mengungkap apa yang disukai tanpa peduli tanggapan orang lain, lakukan saja. Begitu pula, kalau ternyata lebih suka menjadi orang yang sangat detail dalam menceritakan pemikirannya walaupun tidak semua orang dapat menjadi teman becerita. Itu juga tidak masalah.
Lakukan saja apa yang saat ini tepat. Kalau kemudian esok ingin berubah, berubahlah! Asalkan, itu bukan karena keterpaksaan, melainkan keinginan diri sendiri.
Saya pun tidak sepenuhnya yakin akan menjadi orang yang tidak berisik (lagi) suatu saat nanti. Mungkin.