Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Inter Menang Elegan, Manchester United Beruntung!

11 Agustus 2020   07:18 Diperbarui: 11 Agustus 2020   09:24 7654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inter Milan dan Manchester United lolos ke semifinal Liga Europa (11/8). Gambar: diolah dari Inter.it dan Twitter @ManUtd

Dua unggulan berhasil memastikan diri lolos ke semifinal. Inter Milan mengandaskan Bayer Leverkusen dengan skor 2-1, sedangkan Man. United unggul 1-0 atas FC Copenhagen.

Meski keduanya lolos, ada perbedaan dari cara keduanya dapat mencapai tangga semifinal. Inter Milan melakukannya dengan cara yang unik dan kemudian dapat disebut elegan. Mengapa?

Pertama, karena mereka bermain lebih defensif dibandingkan Bayer Leverkusen yang lebih dominan menguasai bola.

Kedua, karena Inter Milan mampu melancarkan banyak serangan ke lawan--meski bertaktik seperti poin pertama, dan mampu menghasilkan gol. Nicolo Barella dan Romelu Lukaku berhasil membawa Inter unggul.

Ketiga, meski kemudian kebobolan lewat gol Kai Havertz, pertahanan Inter tetap solid khususnya di babak kedua. Mereka pun berhasil menjaga keunggulan sampai babak kedua berakhir dengan tambahan waktu mencapai 8 menit!

Tiga poin itu menggambarkan upaya Inter Milan beradu strategi dan mentalitas dengan lawan. Mereka tidak menggunakan status unggulan di atas kertas untuk bermain dominan.

Namun, hal ini justru membuat mereka dapat membombardir pertahanan lawan dengan lebih baik dibandingkan yang dilakukan Kevin Volland dkk. Bahkan, para pemain Bayer Leverkusen terlihat kurang sabar dalam mengantisipasi serangan dari I Nerazurri.

Antonio Conte sangat emosional menanggapi pertandingan perempatfinal ini (11/8). Gambar: Inter.it
Antonio Conte sangat emosional menanggapi pertandingan perempatfinal ini (11/8). Gambar: Inter.it
Melihat hal ini, Antonio Conte patut diacungi jempol, karena dapat mengajak para pemainnya mengusung gaya bermain yang berbeda dari biasanya. Sebagai tim unggulan di atas kertas sudah wajar jika tim tersebut akan memainkan ball possession, namun Inter urung melakukannya.

Satu hal lainnya yang juga penting dan patut diapresiasi adalah pergantian pemain. Conte seperti sudah menyiapkan rencana antara babak pertama dan babak kedua dengan baik.

Meski sebenarnya terlihat monoton, karena pasti Conte akan memainkan Christian Eriksen dan Alexis Sanchez di babak kedua. Tetapi, pola ini sudah dipersiapkan dengan matang.

Satu-satunya pemain yang memiliki karakteristik berbeda adalah Eriksen. Ketika pemain ini turun, Inter pasti akan mengubah gaya bermainnya.

Mereka akan lebih percaya diri beradu kreativitas di lini tengah dan akan membuat lawan semakin dilema. Karena, Inter tetap bermain lebih pasif, namun secara kualitas serangan mereka pasti lebih meningkat.

Statistik pertandingan Inter vs Leverkusen, Esprit Arena (11/8). Gambar: Google/Liga Europa
Statistik pertandingan Inter vs Leverkusen, Esprit Arena (11/8). Gambar: Google/Liga Europa
Ini terbukti dengan makin meningkatnya statistik percobaan ke gawang Leverkusen. Bahkan, di menit-menit akhir pertandingan, mereka juga masih mampu mengarahkan bola ke target, walau gagal berbuah gol ketiga.

Sebenarnya pemandangan ini jika dilihat secara statistik akan terlihat unik. Tetapi, secara permainan, Inter lebih tepat dianggap telah memperagakan permainan yang elegan.

Perayaan pemain Inter Milan di laga sengit melawan Bayer Leverkusen di Esprit Arena (11/8). Gambar: Twitter/Inter
Perayaan pemain Inter Milan di laga sengit melawan Bayer Leverkusen di Esprit Arena (11/8). Gambar: Twitter/Inter

Baca juga: Prediksi Liga Eropa 2019/20

Lalu, bagaimana dengan kompetitor lainnya?

Manchester United jelas merupakan kompetitor utama Inter di kompetisi Europa League musim ini. Melihat secara tren di liga domestik, mereka sangat diyakini akan mampu menjadi kandidat juara di Liga Europa.

Hanya, yang menjadi perdebatan adalah ketika harus dihadapkan pada permainan di atas lapangan. Bagaimana hasilnya?

Apabila merujuk pada permainan Man. United melawan FC Copenhagen (11/8), rasa optimis bahwa mereka akan dapat melenggang ke final apalagi juara patut diperdebatkan.

Meski dalam sepak bola, hasil adalah suatu patokan yang dapat dipegang untuk meraih sesuatu. Namun, bentuk permainan juga patut untuk dipertimbangkan dalam menilai prospek sebuah tim untuk bersaing memperebutkan gelar.

Jika melawan tim yang secara track record di pentas Eropa tak begitu bagus sudah keteteran, bagaimana jika mereka melawan satu di antara duel Sevilla vs Wolves?

Awalnya, dengan berkaca pada duel di fase sebelumnya, Man. United diprediksi bisa mengulangi catatan bagus dalam membobol gawang lawan. Namun, pada kenyataannya prediksi itu meleset.

Statistik dominasi Man. United atas FC Copenhagen, namun harus puas cetak gol lewat penalti di babak extra time. Gambar: Google/Liga Europa
Statistik dominasi Man. United atas FC Copenhagen, namun harus puas cetak gol lewat penalti di babak extra time. Gambar: Google/Liga Europa
Ironisnya, mereka tidak mampu mencetak gol lewat permainan terbuka. Hanya sepakan Mason Greenwood yang sempat bersarang ke gawang Copenhagen walau akhirnya dianulir karena offside. Setelah itu, Paul Pogba dkk. nyaris sulit menggetarkan gawang lawan.

Skor di waktu normal (90 menit) pun akhirnya masih 0-0. Sampai tiba di babak pertama tambahan waktu, Anthony Martial dengan cerdik memanfaatkan kontak dengan bek lawan untuk terjatuh.

Wasit pun meniup peluit tanda pelanggaran. Dan, sudah dapat ditebak bahwa yang maju untuk mengeksekusi tendangan penalti adalah Bruno Fernandes.

Bruno Fernandes lagi-lagi cetak gol lewat penalti untuk Manchester United. Gambar: Twitter/ManUtd
Bruno Fernandes lagi-lagi cetak gol lewat penalti untuk Manchester United. Gambar: Twitter/ManUtd
Seolah seperti seniornya, Cristiano Ronaldo, Bruno sangat terampil dalam mencetak gol lewat penalti. Gol pun tercipta untuk "Si Setan Merah" (1-0) dan bertahan sampai peluit akhir pertandingan terdengar.

Kemenangan ini memang bisa dirayakan. Namun jika melihat pertandingannya, tentu penggemar Man. United juga harus mengkritisi permainan skuad Ole Gunnar Solskjaer.

Komentar Solskjaer pasca lolos ke semifinal Liga Europa 2019/20. Gambar: Twitter/ManUtd
Komentar Solskjaer pasca lolos ke semifinal Liga Europa 2019/20. Gambar: Twitter/ManUtd
Alasannya sederhana, yaitu lawan mereka di fase selanjutnya pasti akan lebih baik dari FC Copenhagen. Tidak mungkin Man. United kembali bertemu dengan lawan yang memiliki pemain sisi kiri yang tidak bisa crossing seperti Copenhagen.

Man. United akan bertemu dengan antara dua tim yang secara skill individu tak kalah bagusnya dengan mereka. Jika bertemu Wolves, maka Harry Maguire dkk. patut mewaspadai gelombang serangan cepat dari Adama Traore dkk.

Ditambah dengan adanya pemain sekelas Raul Jimenez atau Ruben Neves yang sudah pasti tak akan gugup dalam menguasai bola di dalam kotak penalti. Belum lagi jika Wolves memilih bermain pragmatis, maka transisi permainan Man. United bisa kacau.

Seandainya pertemuan ini terealisasi, maka pentas semifinal ini akan seru, karena beraroma Premier League. Kita akan seolah disuguhkan lanjutan persaingan di papan atas Premier League melalui duel Man. United vs Wolves. Mungkin.

Lalu, bagaimana jika ternyata lawannya adalah Sevilla?

Apabila lawan Man. United di semifinal adalah Sevilla, maka duel taktik akan tersaji di sini. Karena secara filosofi, kedua tim pasti berbeda. Julen Lopetegui termasuk pelatih Spanyol yang identik dengan eksperimen taktik.

Hal ini berbeda dengan gaya bermain yang diusung pelatih asal Portugal seperti Nuno Espirito Santo. Kebanyakan pelatih asal Portugal lebih suka bermain praktis.

Meski Portugal dilimpahi pemain yang skill individunya bagus, namun mereka cenderung cocok bermain dengan filosofi sederhana. Menyerang lewat sayap, cut-inside/crossing, tembak.

Walaupun pelatih Portugal bisa memasang strategi bermain dominan, tetap saja mereka tidak sekompleks pelatih asal Spanyol yang sangat ingin bermain lebih bergaya. Ini yang kemudian mempengaruhi hasil.

Jika pelatih Portugal berorientasi pada hasil pertandingan, sedangkan pelatih Spanyol cenderung ingin mencari formula bermain yang tepat ketika melawan tim tertentu. Kali ini, Sevilla-nya Lopetegui akan berhadapan dengan tim asal Inggris--seandainya lolos.

Pelatih lawan yang akan dihadapi adalah Solskjaer yang sejauh ini sebenarnya cukup beruntung memiliki pemain-pemain yang memiliki kapasitasnya masing-masing. Seperti Martial yang cerdik. Marcus Rashford yang fleksibel. Greenwood yang agresif dan tajam. Dan, tentunya Fernandes yang mampu memberikan jaminan penyerangan yang bagus bagi Man. United.

Dari sini kita bisa menunggu, bagaimana ketika duel pemain-pemain tersebut melawan tim yang kolektif seperti Sevilla--namun secara skill individu lebih baik dari FC Copenhagen. Apakah Man. United akan mampu memenangkan pertandingan itu dan lolos ke final?

Apakah Man. United kembali menemukan keberuntungan di partai semifinal?

Malang, 11 Agustus 2020
Deddy Husein S.

Berita terkait:
Tirto.id, Liputan6.com, Detik.com, Kompas.com, Wartakota.Tribunnews.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun