Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Dari Liga 1 Wanita untuk Timnas Indonesia Wanita di Masa Depan

12 Agustus 2019   20:07 Diperbarui: 13 Agustus 2019   18:31 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di luar Asian Games, timnas Indonesia wanita/putri sudah bertanding dengan timnas level Asia, termasuk level juniornya -Portia Fischer dkk. | PSSI.org

Kabar bahagia hadir kepada para penikmat sepak bola di Indonesia yang sedang gandrung-gandrungnya dengan sepak bola wanita. Hal ini terjadi karena efek gelaran Piala Dunia Wanita 2019 beberapa waktu lalu. 

Di sana bukan hanya kita ditarik untuk menjadi saksi kehebatan timnas Amerika Serikat untuk menjadi kampiun kali keempat. Namun, juga menjadi saksi bahwa ada timnas asal Asia Tenggara yang menjadi salah satu partisipannya.

Timnas itu adalah Thailand. Negara yang juga menjadi salah satu tim kuat di Asia Tenggara versi pria ini berhasil menjadi negara ASEAN pertama yang mampu mencicipi Piala Dunia era modern dan itu melalui versi wanita. 

Tentunya ini menjadi kebanggaan sekaligus cambukan bagi masyarakat Indonesia yang juga merupakan negara penggila sepak bola.

Indonesia tentunya tidak bisa terus-menerus menjadi negara penghasil suporter sepak bola terbesar di dunia. Namun juga harus menjadi negara penghasil pemain sepak bola berprestasi, pelatih berkualitas, wasit berkualitas, hingga timnas yang berprestasi.

Menghasilkan pemain berkualitas, sebenarnya sudah dilakukan Indonesia. Terbukti dari beberapa pemain Indonesia dapat berkarier di luar negeri. 

Seperti Egy Maulana Vikri (Liga Polandia), Saddil Ramdani (Liga Malaysia), dan Yanto Rudolf Basna (Liga Thailand). Begitu pula dengan wasit berlisensi FIFA yang tidak lagi hanya satu-dua orang saja.

Namun, yang menjadi kendala adalah timnas Indonesia yang masih belum seratus persen dapat disebut berprestasi. Jika disebut berkualitas, timnas Indonesia bisa disejajarkan dengan para tetangga, bahkan dengan Thailand dan Vietnam. 

Jika berbicara soal prestasi Indonesia hanya mengandalkan timnas-timnas junior untuk dapat mengoleksi gelar juara.

Apalagi jika harus berbicara soal Piala Dunia masih perlu proses panjang, jelas, dan konsisten bagi timnas Indonesia untuk dapat menggapainya. Memang tidak akan disebut mustahil, namun akan membutuhkan waktu yang lebih lama. 

Karena untuk mencapai Piala Dunia tidak bisa hanya mengandalkan faktor keberuntungan ataupun kejutan. Melainkan harus memiliki pondasi kekuatan yang jelas dan salah satunya harus dibuktikan dengan prestasi.

Prestasi ini dapat diwujudkan ke dalam dua hal sekaligus, yaitu juara Piala AFF dan kembali rutin masuk ke turnamen Piala Asia. Dua hal inilah yang akan sangat membantu timnas Indonesia untuk dapat berbicara tentang peluang ke Piala Dunia.

Meski berbicara peluang untuk ke Piala Dunia terasa berat khususnya untuk timnas pria (tanpa mendiskreditkan kualitas timnasnya). Namun, ada harapan bahwa hal itu dapat dicapai oleh Indonesia melalui timnas wanitanya.

Memang, bagi beberapa bagian masyarakat akan mengernyitkan dahi. Karena, akan muncul pertimbangan seperti; peluang timnas wanita tampil di Piala Dunia dan cara yang harus ditempuh Indonesia (PSSI) agar dapat menyusul jejak Thailand.

Pemain timnas Indonesia wanita. (Sportku.com)
Pemain timnas Indonesia wanita. (Sportku.com)

Ada beberapa hal yang dapat menjadi faktor di balik adanya kemungkinan timnas Indonesia wanita dapat lebih dahulu menjejak ke Piala Dunia dibandingkan timnas prianya. 

Pertama, adalah dari rekam jejak timnas Indonesia wanita dalam kurun waktu dua-tiga tahun terakhir. Di dalam periode singkat itu, timnas Indonesia wanita justru lebih sering mengikuti turnamen yang mempertemukan banyak timnas level Asia dibandingkan timnas prianya.

Timnas asuhan Rully Nere sudah bertanding melawan negara-negara dari Timur Tengah (Palestina dan lain-lain) maupun bagian Asia lainnya seperti India, Australia, dan lain-lain. 

Pertandingan semacam inilah yang tidak dirasakan oleh timnas prianya (dalam 2-3 tahun terakhir). Bahkan, baru beberapa waktu lalu, timnas pria Indonesia baru dapat menghadapi timnas level Asia, Yordania dan itupun melalui ajang uji coba. Artinya, secara jam terbang, timnas Indonesia wanita lebih cepat bertemu dengan negara-negara level Asia dibandingkan timnas Indonesia pria.

Ada faktor kedua yang mendasari faktor pertama itu terjadi, yaitu pemerataan kualitas sepak bola yang berbeda antara pria dan wanita. 

Di sepak bola pria, kualitasnya sudah merata. Inilah yang membuat persaingan sangat sengit dan sulit untuk ditaklukkan dalam masa persiapan yang singkat bagi sebuah tim nasional.

Sedangkan di level wanita, kualitas sepak bolanya belum merata. Sehingga, ada kemungkinan bahwa di level wanita akan ada kejutan dibandingkan di level pria. Karena, di level wanita adalah siapa yang paling cepat (menumbuhkan timnas) dan kontinyu mengasah kualitas sepak bola wanitanya (regenerasi), maka dialah yang akan paling besar untuk berprestasi, termasuk berada di Piala Dunia.

Situasi ini didukung pada faktor ketiga, yaitu kemajuan setiap negaranya yang mana sangat memengaruhi bagi pertumbuhan dan perkembangan sepak bola wanita. Hal ini yang tidak berlaku bagi sepak bola pria. 

Di sepak bola pria, kemajuan negara tidak begitu penting bagi sepak bolanya. Bahkan negara yang tidak tergolong maju seperti Argentina dan Brazil, sudah mampu berbicara banyak (di sepak bola) sejak tahun 1960/1970-an. Padahal di era yang sama, mereka belumlah menjadi negara maju (bahkan sampai saat ini).

Inilah yang membuat persaingan sepak bola pria semakin ke sini semakin tidak bergantung pada keadaan negaranya. Melainkan berdasarkan perkembangan sepak bolanya melalui komunikasi positif antara federasi dengan konfederasi (kalau Indonesia ke AFC) dan FIFA.

Hal ini yang belum dirasakan di level sepak bola wanita. Karena di level wanita, sepak bola baru digarap secara serius di era 90-an (sedangkan level pria sudah sejak era 40-an). 

Inilah yang membuat pertumbuhan dan perkembangannya masih sangat bergantung pada kemajuan negara, termasuk sejarah sepak bolanya di masing-masing negara tersebut.

Namun, karena turnamen Piala Dunia Wanita (PDW) baru dimulai pada tahun 1991. Maka, (seharusnya) tidak begitu sulit bagi timnas Indonesia untuk berharap dapat meraih tiket ke sana -seperti Thailand kemarin- meski Indonesia belum menjadi negara maju.

Faktor keempat adalah keseriusan dalam membangun dan mengembangkan timnas sepak bolanya. Indonesia tergolong unik, karena mereka dapat memiliki timnas wanita (bahkan di kelompok umur pun ada) namun tidak memiliki turnamen ataupun kompetisi resmi yang diadakan oleh federasi (PSSI). 

Inilah yang membuat timnas Indonesia masih merasa bersyukur dapat tampil di level Asia meski tidak dengan modal yang "benar".

Rully Nere tetap dipercaya menjadi pelatih timnas putri/wanita Indonesia. (Republika.co.id/PSSI.org)
Rully Nere tetap dipercaya menjadi pelatih timnas putri/wanita Indonesia. (Republika.co.id/PSSI.org)
Namun, jika ingin menaikkan cita-cita -ke Piala Dunia Wanita- PSSI harus menggarap timnas Indonesia secara serius dan kontinyu. Hal ini sebenarnya sudah cukup terbukti dengan masih tetap dipilihnya Rully Nere sebagai pelatih timnas wanita Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Artinya, di badan timnas masih ada orang yang sama untuk melatih timnas wanita Indonesia -situasi ini tidak terjadi di level pria.

Apa yang dilakukan PSSI di level timnas wanita ini memang sudah cukup benar. Namun, belum menjadi pekerjaan yang benar ketika timnas wanita kita tidak memiliki sumber yang tepat. 

Maksudnya di sini adalah timnas Indonesia wanita seharusnya dipasok dengan pemain-pemain yang memang sudah memiliki jam terbang tinggi dalam bermain sepak bola.

Jangan sampai, ketika pemain-pemain itu sudah bergabung timnas, masih dilatih teknik dasar bermain sepak bola. Inilah yang akan menghambat timnas Indonesia untuk berprestasi, alih-alih ingin ke PDW. Maka dari itu, muncullah misi yang tepat untuk sepak bola wanita Indonesia dengan adanya Liga 1 Wanita yang dikabarkan akan bergulir pada September 2019.

Ilustrasi Liga 1 Wanita 2019. (Sportourism.id)
Ilustrasi Liga 1 Wanita 2019. (Sportourism.id)

Kabar bahagia ini membuat masyarakat Indonesia mulai dapat melihat adanya keseriusan PSSI dalam memberikan wadah bermain sepak bola secara profesional untuk versi wanita. 

Keberadaan Liga 1 Wanita ini pula yang akan dapat memberikan peluang bagi timnas Indonesia wanita untuk diisi oleh pemain-pemain berjam terbang tinggi di lapangan dan pastinya akan mampu berbicara soal mentalitas.

Karena, dengan adanya kompetisi di level klub, setiap pemain punya kesempatan untuk merasakan atmosfer bertanding untuk meraih juara. Artinya, bukan hanya sekadar untuk mengukur kemampuan saja, melainkan untuk melatih diri bermain dengan perhitungan teknis (taktik) dan non-teknis (pengalaman). 

Inilah yang akan memberikan dampak sangat positif untuk timnas Indonesia wanita.

Sekjen PSSI, Ratu Tisha pastikan Liga 1 Wanita bergulir di 2019. (Tribunnews.com)
Sekjen PSSI, Ratu Tisha pastikan Liga 1 Wanita bergulir di 2019. (Tribunnews.com)
Faktor terakhir (kelima) adalah kepastian dan perkembangan dari Liga 1 Wanita. Dikabarkan jika Liga 1 Wanita akan diikuti oleh 10 klub yang notabene merupakan peserta Liga 1 2019. 

Mereka adalah Persija, PSM, Persib, PS Tira-Kabo, Bali United, Arema FC, PSIS, Persipura, PSS, dan Persebaya. Jumlah ini bisa disebut telah melebihi ekspektasi PSSI yang awalnya hanya mematok 5-6 klub. Bahkan, jika merujuk pada informasi dari channel Youtube Coach Timo Scheunemann, Liga 1 Wanita akan diikuti 12 klub.

Menariknya, keberadaan pra-persiapan Liga 1 Wanita ini telah dibahas oleh mantan pelatih Persema Malang itu di videonya. Pria keturunan Jerman yang tinggal di Malang ini membahas tentang seluk-beluk membangun sepak bola wanita dari daerah, khususnya di tanah Papua.

Di video tersebut, coach Timo menghadirkan sosok perempuan yang tak lain adalah kakak iparnya, Heidi Scheunemann (istri Ranner Scheunemann) yang ternyata merupakan pelaku sepak bola di Indonesia yang berfokus pada sepak bola wanita di Manokwari. 

Tentunya dialog sepak bola wanita dari kedua orang ini dapat menjadi simbol bahwa keberadaan Liga 1 Wanita akan sangat didukung dan dinantikan oleh masyarakat Indonesia, termasuk oleh para pelaku sepak bola Indonesia secara langsung.

Harapannya dengan adanya Liga 1 Wanita ini, Indonesia dapat semakin serius mengembangkan sepak bola wanita dan mampu menerbangkan cita-cita menuju ke Piala Dunia Wanita. Harapan ini memang terkesan besar dan sulit. Apalagi jika melihat kompetisi sepak bola wanitanya secara profesional baru akan muncul tahun ini.

Namun, tidak ada kata terlambat untuk membuat misi yang positif. Apalagi jika itu untuk kebaikan dan kemajuan sepak bola Indonesia. 

Jika timnas Indonesia pria masih fokus untuk kembali kompetitif di level Asia, maka timnas Indonesia wanita tidak perlu takut untuk melaju lebih jauh. Toh, timnas Amerika Serikat wanita dapat melakukannya -mereka lebih berprestasi di level PDW dibandingkan timnas prianya yang kesulitan kompetitif di PD. Jadi, mengapa tidak (untuk timnas Indonesia wanita)?

Selamat datang Liga 1 Wanita dan selamat bersiap Garuda Wanita untuk terbang lebih tinggi!

Malang, 12 Agustus 2019
Deddy Husein S.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun