Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Geopolitics Enthusiast

Learn to live, live to learn.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Gaza dan Distopia Kemanusiaan Global

30 Juli 2025   16:34 Diperbarui: 30 Juli 2025   16:34 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gaza bukan hanya krisis kemanusiaan, ia adalah distopia yang sedang kita ciptakan bersama-sama. Dunia---termasuk kita di Indonesia---lebih sibuk memperdebatkan apakah bantuan harus "netral" atau tidak, alih-alih bertanya siapa yang kelaparan hari ini, siapa yang akan meninggal besok.

Ini bukan soal politik saja. Ini soal nurani.

Ketika anak-anak meninggal karena kelaparan, bukan karena serangan udara, maka kita sedang menyaksikan bentuk baru dari kekerasan yang sangat halus namun sangat brutal: kelaparan sebagai senjata.

Kita terbiasa menonton bencana di layar ponsel. Tapi Gaza bukan serial Netflix. Ini bukan distopia fiksi seperti The Hunger Games. Ini nyata. Dan diam berarti membiarkan itu berlanjut.

Jika hari ini dunia mengabaikan Gaza, besok dunia yang sama akan membiarkan hal serupa terjadi di tempat lain. Barangkali di Sudan, barangkali di Myanmar, atau bahkan di tanah kita sendiri.

Kita sedang membuat dunia tempat kelaparan bisa digunakan sebagai taktik politik. Dan jika itu terjadi, maka dunia ini bukan gagal menjadi adil. Dunia ini memang tidak ingin menjadi adil.

Ketika perang hanya dilihat sebagai konflik geopolitik atau narasi perebutan wilayah, kita melupakan bahwa yang hancur bukan hanya gedung dan infrastruktur, tetapi juga harapan dan masa depan anak-anak. Di Gaza, anak-anak tumbuh dalam bunyi dentuman, kehilangan akses pendidikan, dan tak lagi mengenal arti kata "aman". Generasi yang tumbuh dalam bayang-bayang trauma ini bukan hanya kehilangan masa kecil, tetapi juga kepercayaan pada dunia yang katanya beradab. Apa arti pembangunan, diplomasi, atau hak asasi manusia jika kita gagal menyelamatkan anak-anak dari kelaparan?

Dalam konteks ini, solidaritas bukan lagi pilihan moral, melainkan keharusan politik. Komunitas internasional, termasuk Indonesia, memiliki posisi strategis untuk menekan agar jalur kemanusiaan dibuka permanen, dan desakan terhadap gencatan senjata dilakukan secara nyata. Kita tidak boleh membiarkan tragedi Gaza menjadi normalitas baru dalam tatanan global. Jika dunia gagal menghentikan kelaparan di Gaza, maka yang sesungguhnya sedang mati bukan hanya anak-anak, tetapi juga nurani kolektif umat manusia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun