2. Â Ajak anak untuk bergaul dengan sebanyak mungkin orang di sekitarnya, seperti keluarga, teman-teman, orang yang lebih dewasa, orang yang lebih muda, dan sebagainya. Ajak anak berpartisipasi dalam acara keluarga dan kegiatan rumah tangga sehari-hari, sehingga ia terbiasa untuk mandiri, bertanggung jawab, dan percaya diri.
3. Kedua orangtua harus kompak, konsisten, dan penuh kasih sayang terhadap anak. Orangtua yang kompak dan harmonis akan membuat anak merasa diterima dan didukung dalam segala hal, sehingga anak juga semangat untuk sukses, walaupun memiliki kekurangan.
Anak tunanetra mengalami keterbatasan variasi pengalaman dan interksi sosial sehingga menyebabkan kurang munculnya komunikasi aktif. Rasa rendah diri dan tidak aman dimungkinkan menjadi penyebab anak tunanetra sulit berinteraksi dalam kelompok orang awas. Komunikasi secara aktif diperlukan bagi anak tunanetra yang memiliki karakteristik verbalisme. Pemerolehan pengetahuan dan penyampaian ide anak tunanetra dilakukan secara verbal.
Pengembangan komunikasi pada anak tunanetra dapat dilakukan dengan melibatkan dalam permainan kooperatif tradisional. Langkah awal sebelum melakukan permainan yakni mengukur usia kemampuan komunikasi anak tunanetra dari aspek reseptif dan ekspresif. Permainan yang dilakukan seperti jamuran, pasaran dan bermain peran tokoh wayang. Pada permaian tradisional tersebut, anak tunanetra akan berperan sebagai pelaku maupun pemain. Ketika menjadi pelaku, anak tunanetra mampu memahami perintah dan perkataan teman lain. Pada saat menjadi pemain, anak tunanetra mampu menyampaikan ide dan perasaan kepada teman lain. Kemampuan komunikasi anak tunanetra ikut berkembang ketika terjadi konflik dalam permainan sehingga memunculkan inisiatif untuk melakukan pemecahan masalah.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI