Mohon tunggu...
Chinintya Widia Astari
Chinintya Widia Astari Mohon Tunggu... Penulis - Pecandu Insight

Seorang pembaca dan penulis ulung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Adikku Hana (Cerita Pendek)

30 September 2020   20:38 Diperbarui: 30 September 2020   20:53 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi olahan pribadi penulis

Hari itu tiba, pembagian raport terakhir Hana di sekolah. Aku menemani Hana karena ibu berhalangan hadir. Hana meminta untuk berjalan lebih dulu dan aku menyusul beberapa menit kemudian. Aku mengikuti keinginannya. 

Aku berjalan menyisiri isi sekolah, mengenal beberapa wajah dari Instagram buatanku. Aku melihat Hana dari kejauhan berjalan melewati taman sekolah. Hana jalan agak membungkuk, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Sesekali tangannya merapihkan rambut.

Hana menunjukkan gestur tubuh seperti ingin menghindar dari kehadiran orang lain di dekatnya. Aku berlari dan memegang pundak Hana, ia jongkok dan menutupi telinganya. Aku meremas pundak Hana, kepalaku memutar mengitari sekeliling, tidak ada siapapun di dekat kami. 

Kondisi Hana semakin tidak terkendali, aku dapat merasakan ketakutan yang adikku rasakan. Aku langsung menarik tangannya dan kembali ke mobil. Berkali-kali aku bertanya, kenapa? ada apa? dan Hana menjawabku dengan kata-kata yang tidak bisa ku dengar dengan jelas. Aku berusaha memahami kalimatnya yang terpotong "lo bagian dari mereka, lo sama" aku semakin bingung.

Hana mulai histeris "lo liat kan mbak? Mereka ngetawain gw, mereka nunjuk gw, mereka bilang gw cupu, mereka benci gw, dan lo bantu mereka". Aku mengguncangkan tubuh Hana, aku tidak mengerti ucapannya. Hana mulai mengacungkan jari ke depan mobil kami, ia berkata mereka menertawakan kami dari luar mobi.

Aku menoleh ke Hana dan melihat ke depan, tidak ada siapapun."Han??? Mana????". Hana semakin histeris ketakutan, aku langsung meninggalkan sekolah dengan perasaan bingung. Aku membawanya ke rumah sakit, yang ku tau mungkin dokter bisa memberikan obat atau apapun yang bisa membuat Hana tenang.

Ibu datang dan menenangkan, memintaku untuk kembali ke sekolah mengambil raport dan menyelesaikan urusan administrasi perpindahan Hana. Fokusku terbagi dua, tangan kanan ku memegang kendali mobil dan tangan kiriku sibuk membuka Instagram, menghapus semua unggahanku, menghapus seluruh pesan di Instagram ku.

Setengah berlari aku menemui wali kelas Hana, Ibu Mariam, sedang bersiap-siap untuk meninggalkan sekolah. Kakiku yang tidak berhenti bergerak mengisyaratkan agar proses pengambilan raport ini segera selesai. Ibu Mariam menjelaskan kepintaran Hana di kelas, ia juga mengatakan bahwa Hana suka sekali menyendiri, dan sulit untuk didekati. 

Perbincangan kami selesai dengan aku yang masih duduk terdiam. Ibu Mariam meminta izin untuk meninggalkan ruangan terlebih dahulu, berjalan membawa bunga untuk menghadiri pemakaman teman sekolah Hana yang meninggal karena menjadi korban perundungan di sosial media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun