Mohon tunggu...
Dede Prandana Putra
Dede Prandana Putra Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Alumni HMI dan Kaum Muda Syarikat Islam | Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang pernah berkuliah Pascasarjana jurusan Kajian Ketahanan Nasional UI

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Babak Baru Melawan Covid-19, Cukup Karantina Kesehatan, Tak Perlu Darurat Sipil

31 Maret 2020   19:19 Diperbarui: 1 April 2020   08:20 5969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers saat meninjau Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3/2020). Presiden Joko Widodo memastikan Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran siap digunakan untuk menangani 3.000 pasien.(ANTARA FOTO/HAFIDZ MUBARAK A)

Berangkat dari hal itu, respons yang dilakukan negara terhadap krisis Corona dengan melakukan tindakan darurat sipil menurut saya merupakan respons yang kurang bijak. Apapun alasannya, pemberlakukan darurat sipil saat musim Corona seperti sekarang tak elok dilakukan.

Masyarakat hanya butuh jaminan kesehatan dan jaminan perekonomian, bukan dengan cara melakukan tindakan-tindakan yang akhirnya membuat masyarakat merasa jengah dan bisa saja menimbulkan kerusuhan di mana-mana.

Maksimalkan UU Kekarantinaan Kesehatan
Menurut Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tahun 2013-2015, Dr. Hamdan Zoelva, melalui cuitan twitter pada Senin (30/3) lalu, untuk mengatasi Covid-19, pemerintah tidak perlu melakukan darurat sipil, karena sebenarnya pemerintah cukup mengimplementasikan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Sekaligus pemerintah dapat menetapkan aturan turunan terkait kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM) melalui Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden.

Gayung pun bersambut, per 31 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan pemerintah sudah menerbitkan PP tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Keppres Penetapan Darurat Kesehatan Masyarakat untuk melaksanakan amanat UU Kekarantinaan Kesehatan.

Meminjam istilah Refly Harun, bahwasanya UU Kekarantinaan Kesehatan harus dimaksimalkan dulu, bukan dengan cara menimbulkan polemik dalam masyarakat dengan wacana darurat sipil. Menurut Refly, jika memang pemerintah menggunakan darurat sipil, itu namanya sudah ‘kebangetan’.

Seharusnya Karantina Wilayah, Bukan Pembatasan Sosial Berskala Besar
Pasal 49 ayat 1 dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan dalam rangka melakukan tindakan mitigasi faktor risiko di wilayah pada situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilakukan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, atau Pembatasan Sosial Berskala Besar. 

Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa ada empat hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah, yakni karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit, dan pembatasan sosial berskala besar.

Melihat penyebaran Covid-19 yang sudah menyentuh hampir seluruh wilayah di Indonesia, maka seyogianya pemerintah mengambil opsi melakukan karantina wilayah. 

Hal ini diperkuat oleh beberapa daerah yang sudah berinisiatif untuk menutup wilayah mereka masing-masing. Misalnya, Wali Kota Tegal yang menutup pintu masuk ke kotanya.

Karantina wilayah pun sangat perlu dilakukan karena mengingat penyebaran virus Corona banyak disebabkan oleh mobilitas penduduk antar-wilayah. Mobilitas yang tinggi antar-penduduk dengan wilayah yang berbeda berakibat meratanya penyebaran virus Corona ke daerah-daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun