Madukara, desa asri ujung barat Magelang. Di kaki gunung Sumbing, letakmu. Kampung subur nan sejuk dialiri sepoi angin gunung. Wangi bunga cengkeh hiasi aroma desamu. Hutan dan semak batasi ujung utara bentang wilayahmu.
Madukara, kampung mungil, tempat kau beranjak dewasa. Ranum mewangi siap dipetik. Bak bunga yang tumbuh di tengah ilalang. Warnamu tampak ditengah rerumputan hijau kecokaltan. Wangimya semerebak jauh di ujung belukar.
Tengah tahun, musim petik cengkeh tlah tiba. Tanaman asli desamu siap tuk dipetik. Rambutmu mengurai panjang diulin menjadi satu, kau tutup caping, kau balut selendang. Kau siap punguti buah cengkeh di tanah. Buah yang digugurkan pemetik di pucuk pohon. Tangga bambu antarkan pemetik tuk raih cengkeh hijau yang belum berbunga.
Memutar waktuku kala itu, kuliat kau menari bak tarian salman. Kau bungkukkan, kau tegakkan, semuanya hanya demi bulir-bulir cengkeh. Tak terhitung, ratusan bahkan ribuan, gerakan teratur kau lakukan. Rampak indah, serempak yang dilakukan para wanita di desamu saat punguti buah hijau di tanah.
Memutar waktuku kala itu, pandangku meluncur tepat di wajahmu. Bak anak panah melesat dari busurnya dan tepat sasaran, itulah yang kulihat darimu. Kubayangkan ulin rambutmu terurai, anggun bak putri raja berambut panjang. Semampai tubuhmu, kuning langsat kulitmu, cathis dagumu, sipit matamu. Bedakanmu dengan gadis-gadis lain desamu. Â Bunga mekar yang tampak beda dengan kembang-kembang di belukar itu.
Memutar waktu kala itu, kuterabas semak itu. Perih luka karna duri belukar, tak kuhirau, kuberlari menuju Bunga Mekar Merona tuk memetikmu....
Magelang saat kuingat, 23 September 2019