Lelaki muda berbalut taksedo hitam,
Terus berjalan menyusuri gang tanpa henti.
Senyum sumringah selalu ditebarkan. Pada setiap orang yang dijumpainya
Siapa yang tak kenal padanya?
Lelaki eksekutif.
Satu persatu daun berguguran.
Jalanan tampak kusam karena ranting yang kering.
Satu orang mulai menunjukkan aksinya
Tangannya mulai memunguti sehelai demi sehelai.
Tak perduli pada sekeliling yang memperhatikannya sebelah mata
Sekali lagi dia hanya tersenyum.
Matahari tak pernah lelah mengikuti langkahnya
Panas..panas.. panas yang tak pernah terasa di keningnya.
Bukan kulitnya saja yang terbakar, hatinya terus berkobar
Menolong orang berbalaskan uang receh.
Dia bukan pengemis atau pun pemulung.
Ketika waktu berganti sore, dia pulang ke rumah bertemu dengan bapak, ibu dan adik-adiknya.
Esok pagi dia menjadi lelaki eksekutif jalanan, mulai memungut dan mengotori tangannya.
Walaupun terdengar banyak cibiran dari mulut seseorang, dia tak peduli.
Sebenarnya meraka tak tahu tapi sok tahu.
Hanya mengira-ngira tapi tanpa bukti.
Tidak ada yang mengerti ataupun tahu keadaannya.
Karena dia tidak terlihat lelah ataupun mengeluh pada siapapun.
Kakinya terus mendorong gerobak tumpukan sampah yang telah dipungutinya.
Setiap hari di suruh ataupun tidak, dia akan melakukannya.
Siapa yang tak kenal dia?
Ibu-ibu, bapak-bapak bahkan anak kecil seluruh kompleks sering memanggilnya
"Anak stresss…bodoh…pemulung….gila…pemungut sampah"
Itulah lelaki eksekutif
Selalu tersenyum sumringah di wajah keriputnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H