Mohon tunggu...
D. Rifanto
D. Rifanto Mohon Tunggu... Membaca, menulis dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mempunyai ketertarikan yang besar pada isu literasi dan sastra anak, anak muda serta pendidikan masyarakat. Dapat dihubungi melalui dayurifanto@gmail.com | IG @dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rahasia Bahagia

13 Oktober 2025   12:31 Diperbarui: 13 Oktober 2025   14:23 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi Rahasia Bahagia (Sumber: Dayu Rifanto)

Tinggal di Jakarta sejak 2006, dan beberapa daerah di Jawa hingga 2018 membuat saya begitu rindu untuk pulang ke Papua. Itu sebabnya, pintu atau jalan kembali terbuka pada tahun 2018 yang membuat saya bersama istri, memutuskan tinggal dan menetap di Kota Sorong.

Selama tinggal di Sorong, saya menikmati suasana kota yang panas jika siang hari, hujan jika dini hari. Kadang panas, tiba-tiba datang hujan. Lalu berhenti. Terik kembali.

Suatu kali, saya pernah juga merasakan berada di tepian antara air hujan, dan di sebelahnya kering kerontang. Sungguh aneh, tapi nyata. Pengalaman-pengalaman selama di Sorong, menarik banyak hal pada diri saya, salah satunya menulis.

Misalnya, ada sebuah tulisan yang sudah sa tulis cukup lama, kira-kira tahun 2021 yang lalu. Saat itu saya bersama anak, sedang makan bakso di pinggir jalan kilo 12, salah satu bakso pinggir jalan yang populer di Sorong.

Saat sedang makan, anak-anak kecil yang memang biasanya ada di sepanjang jalan, atau parkiran datang dengan suara riuh. Mereka baru saja meminta reremahan roti di toko sebelah warung. Dong dapat banyak, penjaga toko memberikan reremahan atau serpihan roti yang memang masih bisa dimakan.

Anak-anak berebutan. Beberapa saling berkejaran dengan yang sudah mendapat reremahan yang cukup banyak. Saya melihat ada yang memasukkan reremahan atau serpihan roti itu pada plastik-plastik hitam kecil. Mungkin juga ada yang mengatakan bawa pulang saja roti itu, buat makan bersama adik-adik di rumah.

Kami berhenti makan, melihat anak-anak yang berkejaran di pinggir jalan penuh motor dan mobil yang seliweran. Karena hari terik, debu-debu berhamburan menciptakan kesan aneh pada kejadian itu. Di situlah saya terpikir menulis, mungkin untuk mengenang kejadian tersebut.

Setelah saya unggah juga tulisan ini di status WA, seorang sahabat bernama Hamzah Muhammad, penyair yang juga mengelola kolektif seni Atelir Ceremai di Rawamangun, Jakarta Timur kirim pesan. Hamzah tiba-tiba menulis,

"Aku baca dan reseppp"

Segera saja saya minta ia mengulas tulisan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun