Mohon tunggu...
Davina Nuaimah
Davina Nuaimah Mohon Tunggu... Mahasiswa PGMI UIN Ponorogo 2024

Hobi menanam adalah kegiatan merawat dan menumbuhkan berbagai jenis tanaman, baik bunga, sayuran, maupun tanaman hias. Dalam hobi ini, ada rasa senang saat melihat tanaman tumbuh dari kecil hingga berkembang. Selain membuat lingkungan lebih hijau dan segar, menanam juga memberi ketenangan, mengurangi stres, serta menghadirkan kepuasan tersendiri ketika hasilnya bisa dinikmati, entah berupa keindahan bunga atau panen sayuran segar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"FOMO( Fear Of Missing Out) di kalangan remaja: Perspektif Psikologi pendidikan"

12 September 2025   15:04 Diperbarui: 12 September 2025   15:04 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Fenomena kehidupan digital yang semakin melekat dalam keseharian remaja telah menghadirkan berbagai dinamika psikologis yang menarik untuk dikaji. Salah satu yang paling menonjol adalah FOMO (Fear of Missing Out), yakni perasaan takut tertinggal dari informasi, tren, maupun pengalaman yang sedang berlangsung di sekitar mereka. Hampir setiap saat, media sosial menampilkan beragam aktivitas, pencapaian, hingga momen kebahagiaan orang lain. Alih-alih sekadar menjadi hiburan, arus informasi ini sering menimbulkan kecemasan dalam diri remaja ketika mereka merasa tidak ikut serta atau tidak mengalami hal yang sama.

Dalam konteks psikologi pendidikan, FOMO memiliki dampak yang cukup serius. Remaja yang mengalami FOMO cenderung merasa gelisah jika tidak selalu terkoneksi dengan dunia maya. Mereka sulit berkonsentrasi saat belajar, karena pikiran terus terganggu oleh notifikasi yang masuk atau rasa penasaran terhadap apa yang sedang dilakukan orang lain. Kondisi ini dapat menurunkan fokus belajar dan berdampak pada prestasi akademik. Tidak jarang, remaja merasa kurang percaya diri setelah membandingkan dirinya dengan pencapaian teman-teman yang terlihat lebih unggul di media sosial. Rasa minder ini lambat laun bisa melemahkan motivasi intrinsik dalam belajar, digantikan dengan dorongan semu untuk sekadar tidak tertinggal dari orang lain.

Secara sosial, FOMO juga membentuk pola relasi yang dangkal. Banyak remaja lebih sibuk menjaga kehadiran virtual ketimbang membangun interaksi nyata yang berkualitas. Akibatnya, muncul kecenderungan ikut-ikutan terhadap berbagai tren, meski tidak selalu sesuai dengan minat pribadi. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menghambat perkembangan jati diri dan melemahkan kemampuan mengambil keputusan yang autentik.

Psikologi pendidikan memandang fenomena ini sebagai tantangan besar bagi perkembangan remaja. Mereka membutuhkan keterampilan regulasi diri agar tidak terjebak dalam pola penggunaan media sosial yang berlebihan. Penguatan konsep diri dan harga diri menjadi penting, sebab FOMO sering kali tumbuh dari rasa kurang percaya diri dan kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain. Pendidikan harus hadir bukan hanya dalam bentuk pengajaran akademik, melainkan juga bimbingan psikologis dan karakter yang membantu remaja lebih mengenali dirinya serta mengarahkan motivasi belajarnya pada tujuan yang lebih sehat.

Dalam perspektif Islam, fenomena FOMO dapat diredam melalui kesadaran spiritual. Al-Qur'an menegaskan bahwa ketenteraman hati hanya dapat dicapai dengan mengingat Allah (QS. Ar-Ra'd: 28). Pesan ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak ditentukan oleh seberapa banyak pengalaman duniawi yang kita miliki atau seberapa cepat kita mengikuti tren, melainkan pada kualitas hubungan kita dengan Sang Pencipta. Dengan landasan spiritual ini, remaja diajak untuk bersyukur atas apa yang dimiliki, bersabar terhadap keterbatasan, serta tidak mudah tergoda oleh ilusi kebahagiaan orang lain yang sering ditampilkan di media sosial.

Oleh karena itu, FOMO pada remaja tidak hanya dapat dipahami sebagai gejala psikologis semata, tetapi juga sebagai masalah pendidikan dan moral. Mengajarkan keterampilan mengelola waktu, melatih kesadaran penuh terhadap diri sendiri, serta menanamkan nilai-nilai islami seperti sabar, syukur, dan ikhlas, dapat menjadi strategi penting dalam menghadapi fenomena ini. Dengan cara demikian, remaja tidak lagi terjebak dalam ketakutan akan ketinggalan, melainkan mampu menemukan ketenangan batin dan fokus untuk mengembangkan diri secara optimal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun