Dengan hal ini seharusnya sekolah dan juga pemerintah lebih berkontribusi lebih banyak lagi dalam mendukung budaya literasi di Indonesia pada tingkat anak sekolah, seharusnya pemerintah lebih mendukung dalam hal menyediakan fasilitas dan juga bantuan pendanaan dalam meningkatkan program ini. Pemerintah harus segera sadar jika masalah literasi yang kurang ini merupakan masalah yang serius sehingga membutuhkan suatu usaha yang lebih, khususnya untuk memunculkan kesadaran suka membaca pada usia anak sekolah. Sekolah juga diharapkan berperan lebih aktif dalam meningkatkan program ini, dengan mengadakan pojok literasi di setiap kelas dan kemudian membaca buku tersebut setiap 2 kali dalam seminggu. Selain untuk meningkatkan literasi untuk para siswa itu sendiri, hal ini juga bisa dijadikan sebagai keuntungan bagi siswa karena mereka bisa beristirahat dan me-refresh otak mereka akibat belajar terus menerus.
      Perubahan pada kehidupan di bumi ini memang tidak bisa diprediksi dengan sepenuhnya, khususnya adanya pandemi Covid-19 kemarin membuat perubahan yang besar dalam kehidupan manusia di bumi. Dampak buruk terjadi dimana-mana dan menyerang berbagai aspek dalam kehidupan bermasyarakat, seperti sosial, bidang pekerjaan, ekonomi, pariwisata, politik, dan khususnya juga pendidikan. Pandemi tersebut membuat sistem pendidikan hampir di seluruh dunia berubah, khususnya di Indonesia. Hal ini mengharuskan pendidikan di Indonesia yang tadinya berjalan dengan normal harus berubah total karena masalah kesehatan. Tentunya ini merupakan dampak buruk lain bagi peningkatan literasi membaca buku pada siswa-siswi di Indonesia karena mengharuskan mereka belajar di rumah dan menggunakan internet serta gadget atau laptop mereka.
      Penggunaan internet serta teknologi di era digital ini tidak sepenuhnya salah atau berdampak negatif, tentunya ada hal lain yang bisa menjadikan suatu fenomena ini menjadi suatu hal yang berdampak baik. Pemanfaatan teknologi seperti handphone dan laptop pada era digital ini pada masa Covid-19 bisa dilakukan dengan cara adanya program literasi digital, yaitu mengharuskan siswa-siswi membaca suatu cerita ataupun materi mata pelajaran dalam bentuk digital atau e-book. Hal ini bisa dilakukan agar budaya literasi tidak hilang dan masih terus ditingkatkan pada masa tersebut, hal ini cukup membantu pengembangan budaya literasi pada masa tersebut. Tetapi tentu saja hal ini tidak sepenuhnya efektif karena masih kurangnya pengawasan apakah para siswa-siswi tersebut benar-benar membaca e-book tersebut atau tidak, oleh karena itu masalah ini tentunya menjadi suatu hal yang dikhawatirkan kembali dan membutuhkan peran orang lain dalam mendukung budaya literasi, yaitu orang tua.
      Orang tua merupakan salah satu peran yang penting dalam meningkatkan literasi khususnya kepada anak-anak mereka, orang tua adalah tempat belajar pertama anak sejak mereka lahir ke dunia ini. Orang tua juga punya hak kebebasan dalam mendidik anak mereka akan seperti apa dan bagaimana untuk kedepannya, dan dari orang tua lah suatu kebiasaan bisa muncul dari seorang anak tersebut. Dalam meningkatkan literasi orang tua bisa mengajarkan anak untuk membaca sejak mereka bisa berbicara, hal ini harus dilakukan karena ingatan yang kuat bisa dimulai sejak anak masih kecil. Orang tua bisa membiasakan membaca buku dongeng ataupun buku cerita anak kepada mereka sehingga anak bisa merekam apa yang dikatakan atau dilakukan oleh orang tua, ini menjadikan langkah awal dari seorang anak tersebut untuk bisa tertarik dan ingin mengetahui lebih tentang membaca buku.
      Pada dasarnya jika pada diri anak muncul kecintaan dalam membaca buku, maka anak tersebut akan lebih pintar dan juga mempunyai pengetahuan yang lebih daripada anak yang lainnya. Karena pada dasarnya membaca itu berguna bagi pengembangan pribadi dan juga akademis anak tersebut. Tetapi balik lagi anak tidak bisa begitu saja minat dalam belajar dan membaca buku, tanpa pelatihan dan juga pembiasakan dari kecil, dalam artian jika seorang ibu menginginkan anaknya untuk gemar membaca maka harus dilakukan sejak anak tersebut masih kecil supaya menjadi sebuah kebiasaan. Mengenalkan buku juga merupakan tanggung jawab orang dewasa kepada anak-anak, untuk itu diharapakan para orang tua bisa ikut serta lebih untuk membantu Inodnesia khususnya anak mereka sendiri dalam hal meningkatkan literasi.
      Di era digital ini peran orang tua masih dibutuhkan untuk mengawasi anak-anak mereka terhadap perkembangan teknologi yang semakin cepat ini, anak-anak sekarang sudah banyak sekali yang lebih memilih gadget daripada buku dikarenakan kebiasaan mereka dari kecil sudah diberikan gadget. Dan hal ini merupakan salah satu dampak yang buruk khususnya bagi perkembangan budaya literasi untuk anak-anak, dikarenakan hal ini menimbulkan suatu kecanduan dan apabila tidak dituruti maka anak tersebut akan menangis. Seharusnya orang tua lebih sadar dan bijak lagi dalam mendidik dan mengasuh anak mereka, memang terkadang anak yang menangis lebih cepat diam dikarenakan menonton youtube dan sebagainya. Tetapi hal ini tidak bisa dibiarkan terus menerus, anak juga harus mengetahui buku sehingga nanti ketika anak tersebut besar ia tidak bertambah kecanduan gadget.
      Pada era digital ini juga orang tua diharapkan mampu menguasai teknologi dalam mengontrol dan mendidik anak, dikarenakan kemajuan teknologi juga memberikan dampak yang besar bagi anak tersebut. Kemajuan teknologi mempunyai pengaruh yang luar biasa bagi anak. tidak hanya berdampak negatif, tapi juga dapat membantu anak dalam mendapatkan informasi, kreatif, inovatif, cerdas, dan mendampingi anak serta menyaring informasi yang memang baik untuk usianya saat ini namun tidak melarangnya, tapi mengontrol sampai dititik aman. (Khusnul, 2017). Untuk itu diharapkan orang tua tidak kalah dengan anak dalam urusan melek teknologi dan berupaya semaksimal mungkin untuk mengejar ketertinggalan pengetahuan teknologi yang semakin pesat sekarang, tidak malas membaca juga agar tidak gampang untuk kemakan berita-berita hoax yang beredar.
      Anak-anak sekolah khususnya di Sekolah Menengah Atas (SMA) seharusnya sudah mulai terbiasa dengan membaca buku dikarenakan dalam usia mereka yang terpaut sudah cukup umur untuk mengerti bagaimana pentingnya membaca buku, dan bagaimana kedepannya jika tidak sering membaca buku seharusnya lebih sadar dalam budaya literasi ini. Dengan adanya hasil survei yang beredar di internet yang menunjukkan bahwa literasi di Indonesia sangatlah minim, seharusnya mereka sadar untuk membuat suatu perubahan khususnya dari diri mereka sendiri. Di sekolah seharusnya para siswa bisa meminta kepada guru untuk mengadakan hari dimana pada hari itu diharuskan untuk membawa buku cerita, membaca, dan menceritakannya kembali di depan kelas. Hal ini sangatlah diperlukan agar siswa-siswi mempunyai kebiasaan membaca yang nantinya lama kelamaan menjadi sebuah rutinitas yang akan terjadi dengan sendirinya.
      Diharapkan juga pada organisasi yang berada dalam SMA tersebut bisa memberikan suatu pengaruh terhadap upaya peningkatan budaya literasi untuk anak sekolah, contohnya OSIS bisa mengajukan suatu proposal kepada pihak sekolah untuk mengadakan pojok literasi, hari literasi bersama, literasi digital, adanya sosialisasi tentang budaya literasi, dan sebagainya. Karena melalui organisasi di sekolah para siswa kemungkinan besar bisa melakukan suatu perubahan, tentu saja hal ini bisa tercapai jika pihak sekolah tersebut mendukung adanya program ini. Bila pengajuan tersebut belum juga mendapatkan jawaban atau dukungan dari pihak sekolah, siswa bisa kembali mengajukan proposal tersebut dengan lebih jelas dan juga terperinci. Dan apabila sekolah masih saja bungkam dan tidak ada jawaban, sekolah tersebut patut dipertanyakan karena tidak mendukung upaya untuk meningkatkan literasi di Indonesia khususnya pada lingkungan para pelajar.
      Seperti yang sudah saya singgung bahwa di era digitalisasi sekarang ini dan kemungkinan sudah banyak sekolah yang memperbolehkan siswa-siswinya untuk membawa handphone mereka, hal ini harus dimanfaatkan juga dengan mengadakan literasi digital di sekolah. Literasi digital di sekolah merupakan suatu ide yang bagus karena salah satu bentuk pemanfaatan teknologi bagi para pelajar. Jadi para siswa-siswi tersebut mempunyai tujuan yang jelas mengapa mereka membawa handphone ke sekolah, pastinya selain untuk mengabarkan orang tua mereka masing-masing. Diharapakan sekolah-sekolah dan siswa-siswi atau pelajar lebih mau bergerak dan bekerja sama dalam hal meningkatkan budaya literasi di Indonesia ini karena merkea adalah salah satu dari agent of change, yang nantinya juga akan menjadi penerus suatu bangsa. Jika penerus suatu bangsa malas untuk membaca khusunya buku, maka hal ini menjadi suatu hal yang buruk bagi Indonesia.
      Mahasiswa merupakan penggerak, penerus, pengganti yang nantinya akan memegang negara Indonesia ini, mereka adalah agent of change yang paling dekat dengan pembentukan dan peran suatu bangsa nantinya. Dari hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar mahasiswa generasi Z sudah familiar perihal menggunakan TIK untuk mendukung kegiatan belajar mereka, seperti: media sosial, platform online komunikasi, browser web, dan video instruksional (Muhtadi dkk., 2021). Dalam upaya meningkatkan literasi di Indonesia mahasiswa sudah berkali-kali melakukan upaya dan inovasi untuk mengejar perubahan dalam bidang ini. Para mahasiswa juga perlu untuk mengintegrasikan target capaian pembelajaran mereka dalam tiga bidang, yaitu literasi lama, baru, dan juga keilmuan. Jika ketiga tersebut tidak terintegrasi dengan baik maka nantinya akan berdampak buruk bagi individu tersebut.