Mohon tunggu...
David Khadafi
David Khadafi Mohon Tunggu... Buruh - Debutan

Melesatlah bersama cinta seperti anak panah menuju sasarannya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Dalam Perspektif Psikoanalisis

17 Juli 2019   18:00 Diperbarui: 18 Juli 2019   08:49 1396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kedua, fase laten (5-12 tahun) dan ketiga, tahap fase genital (>12 tahun). Sehat atau tidaknya psikis seseorang ditentukan pada fase infantil. Dan orang-orang yang tidak bahagia di fase itu atau di usia-usia itu, biasanya akan terbawa sampai dewasa.

Perlu diketahui, kualitas atau bobot energi yang tersedia dalam diri seorang anak untuk memenuhi kebutuhan boleh dikatakan terbatas.

Oleh karena itu, apabila kebutuhan seseorang anak (tahap perkembangan kepribadian) tidak terpenuhi pada tahap tertentu, sebagian energi psikisnya akan tetap berorientasi ke arah pemenuhan kebutuhan tersebut. Dan, sifat serakah, agresif dan impulsif merupakan sifat dari orang yang memang terhambat dalam perkembangan kepribadiannya.

Dengan demikian, tidak mengherankan kenapa ada si miskin, si kaya, si bodoh dan si sarjana melakukan korupsi. Sedangkan ada juga si miskin, si kaya, si bodoh dan si sarjana yang tidak melakukan korupsi.

Dengan menyimak apa yang dikemukakan di atas tentang tiga "instansi" psikis tadi berikut dengan mekanisme-mekanisme pertahahan diri. Kiranya dapat kita simpulkan bahwa orang yang lebih dikemudikan oleh Id, cenderung ingin yang praktis, ingin enak sendiri tanpa mempedulikan kondisi riil sosial di sekitarnya, impulsif dan agresif.

Sedangkan, bila orang yang lebih dikemudikan oleh Ego cenderung akan realistis. Meski begitu, Ego yang cenderung dominan dapat menghantarkan seseorang ke arah optimistis maupun pesimistis---yang dimana kedua perasaan itu dapat dengan mudah membuat orang menjadi kompromis---oportunis. Sementara, orang yang lebih dikemudikan oleh Superego cenderung perfeksionis dan konservatif.

Oleh karena itu, penting rasanya kita mulai menyadari apa yang tidak kita sadari. Pertama, sadar akan pentingnya menyeimbangkan ketiga "instansi" atau struktur psikis tadi (Id, Ego, dan Superego). Sebab, inti kebijaksanaan hidup adalah mengambil keputusan-keputusan yang tepat tentang kapan sebaiknya kita mengekang nafsu-nafsu kita serta tunduk pada realitas dan kapan sebaiknya kita memihak pada nafsu-nafsu tersebut dan memerangi realitas.

Kedua, sadar bahwa kebudayaan kita kini sedang menjalankan suatu tekanan yang hampir tak tertahankan atas diri kita. Dan, situasi itu membutuhkan koreksi.

Koreksi itu bisa kita mulai dengan menggugat kembali Revolusi Mental. Sebab, banyak sekali fakta-fakta yang menunjukan adanya gejala-gejala neurosis (gangguan mental) di sekeliling kita.

Bila pancasila tidak punya kesaktian apapun di tangan orang yang tidak mengerti maknanya. Dan pancasila baru bisa dikatakan memiliki kesaktian---di tangan orang yang sanggup mengamalkan isinya---sehingga oleh karena itu harus dibentuk sebuah lembaga seperti BPIP. Demikian halnya dengan Revolusi Mental. Revolusi Mental bisa berhasil di tangan orang yang sanggup mengamalkannya--yang sudah lebih dulu merevolusi mentalnya sendiri.

Dengan realitas saat ini. Apakah ini yang dimaksud dengan revolusi mental? Atau gagal mental?

Mengutip kata-kata Sigmund Freud: "If you can't do it. Give up!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun