Dengan demikian, alasan mendasar mengapa teori akuntansi membutuhkan pendekatan hermeneutik adalah karena:
Akuntansi merupakan hasil konstruksi sosial, bukan fenomena alamiah.
Setiap praktik akuntansi mengandung makna moral, sosial, dan budaya.
-
Pemahaman terhadap akuntansi harus mempertimbangkan konteks sejarah, nilai, dan pengalaman manusia.
Berikut ini adalah penjelasannya:
1. Keterbatasan Paradigma PositivistikÂ
Paradigma positivistik dalam akuntansi berasumsi bahwa realitas ekonomi bersifat objektif dan dapat diukur secara pasti melalui angka. Namun, banyak penelitian menunjukkan bahwa akuntansi tidak sepenuhnya netral. Proses penyusunan laporan keuangan dipengaruhi oleh kepentingan, interpretasi, dan asumsi subjektif.Â
Laughlin (1999) menyatakan bahwa akuntansi harus dilihat sebagai sistem sosial yang mencerminkan hubungan kekuasaan dan ideologi. Dalam hal ini, pendekatan hermeneutik menjadi relevan karena mampu menggali makna tersembunyi di balik praktik pelaporan yang sering kali dimanfaatkan untuk tujuan tertentu, seperti legitimasi sosial atau politik perusahaan.Â
2. Akuntansi sebagai Komunikasi Makna
Laporan keuangan adalah media komunikasi antara organisasi dengan pemangku kepentingan. Namun, komunikasi tersebut tidak bersifat netral; ia selalu membawa pesan dan interpretasi tertentu. Pendekatan hermeneutik membantu memahami bagaimana makna tersebut dikonstruksi dan ditafsirkan oleh berbagai pihak. Â
Sebagai contoh, angka laba dapat diartikan sebagai simbol keberhasilan ekonomi, namun juga bisa bermakna tanggung jawab sosial atau spiritual tergantung pada nilai organisasi. Pendekatan hermeneutik memungkinkan peneliti untuk memahami dimensi makna ini secara lebih mendalam.