Mohon tunggu...
David Alfaroz
David Alfaroz Mohon Tunggu... Mahasiswa Mercu Buana

Nama: David Alfaroz NIM: 43223010173 Fakultas Ekonomi & Bisnis/Prodi S1 Akuntansi Mata Kuliah: Sistem Informasi Akuntansi Dosen: Prof.Dr. Apollo, Ak, M.Si

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Akuntansi Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey

12 Oktober 2025   19:53 Diperbarui: 12 Oktober 2025   19:53 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Perkembangan ilmu akuntansi tidak dapat dilepaskan dari dinamika filsafat ilmu pengetahuan yang melandasinya. Sejak awal kemunculannya, akuntansi diposisikan sebagai suatu disiplin yang berfungsi untuk mencatat, mengukur, dan melaporkan aktivitas ekonomi dalam bentuk angka-angka yang dianggap objektif. Dalam paradigma klasik, akuntansi identik dengan positivisme --- suatu pandangan yang meyakini bahwa kebenaran ilmiah hanya dapat diperoleh melalui observasi empiris dan pengukuran yang terukur. Paradigma ini mengandaikan bahwa realitas ekonomi bersifat netral, dapat diukur secara pasti, dan terlepas dari pengaruh nilai-nilai subjektif manusia.

Namun, seiring berkembangnya pemikiran sosial dan kemanusiaan, muncul kesadaran baru bahwa akuntansi tidak semata-mata bersifat teknis atau mekanis. Akuntansi tidak hanya merekam realitas ekonomi, tetapi juga membentuk dan menafsirkan realitas tersebut melalui proses sosial, politik, dan budaya. Laporan keuangan, misalnya, bukan sekadar kumpulan data numerik, tetapi merupakan hasil konstruksi sosial yang mencerminkan nilai-nilai, ideologi, serta kepentingan para pelakunya. Dalam konteks inilah muncul kebutuhan untuk memahami akuntansi melalui pendekatan interpretatif, salah satunya melalui kerangka hermeneutik.  

Teori akuntansi berkembang seiring perubahan paradigma ilmu pengetahuan dan dinamika sosial masyarakat. Jika pada masa awal akuntansi lebih banyak dipandang sebagai ilmu positif yang menekankan objektivitas, pengukuran, dan keterandalan data numerik, maka dalam perkembangan berikutnya muncul berbagai pendekatan interpretatif yang melihat akuntansi sebagai fenomena sosial yang sarat makna. Salah satu pendekatan yang memberi warna baru dalam kajian teori akuntansi adalah hermeneutika, terutama sebagaimana dikembangkan oleh Wilhelm Dilthey, filsuf Jerman yang menekankan pemahaman (verstehen) terhadap tindakan manusia dalam konteks kehidupan sosial dan historisnya. 

Pendekatan hermeneutik Dilthey memandang bahwa untuk memahami gejala sosial, termasuk akuntansi, tidak cukup hanya dengan menjelaskan (erklren) hubungan sebab-akibat sebagaimana dalam ilmu alam, melainkan harus memahami makna di balik tindakan manusia. Dengan demikian, akuntansi tidak lagi dipandang sekadar sebagai teknik pencatatan transaksi ekonomi, tetapi sebagai bahasa sosial yang merepresentasikan nilai, budaya, dan interaksi manusia di dalam organisasi. 

Tulisan ini akan membahas teori akuntansi dalam perspektif hermeneutik Wilhelm Dilthey melalui pendekatan 2W1H (What, Why, How). Pembahasan mencakup pengertian dasar (what), urgensi dan relevansi penerapan pendekatan ini dalam teori akuntansi (why), serta cara penerapannya dalam memahami praktik dan penelitian akuntansi (how). 

What: Pengertian dan Konsep Hermeneutik Wilhelm Dilthey dalam Teori Akuntansi

1. Hermeneutik sebagai Landasan Pemahaman Ilmu Sosial

Hermeneutik, secara sederhana, adalah seni dan metode menafsirkan makna dari ekspresi manusia. Dalam perkembangannya, hermeneutik bukan hanya digunakan untuk menafsirkan teks suci atau karya sastra, tetapi juga diterapkan dalam memahami tindakan manusia dan realitas sosial.

Wilhelm Dilthey (1833--1911) dianggap sebagai tokoh kunci yang membawa hermeneutik dari sekadar metode penafsiran teks menuju metodologi ilmu kemanusiaan (Geisteswissenschaften). Dalam karyanya Einleitung in die Geisteswissenschaften atau Introduction to the Human Sciences, Dilthey menegaskan bahwa realitas sosial dan perilaku manusia tidak bisa dijelaskan dengan hukum kausalitas sebagaimana dalam ilmu alam, tetapi harus dipahami melalui pengalaman hidup dan makna yang terkandung di dalamnya.

Secara etimologis, hermeneutik berasal dari bahasa Yunani hermeneuein yang berarti menafsirkan atau menjelaskan. Dalam tradisi filsafat, hermeneutik awalnya berkembang sebagai metode penafsiran teks-teks suci, kemudian berkembang menjadi metode pemahaman terhadap berbagai ekspresi kehidupan manusia. Wilhelm Dilthey (1833--1911) merupakan tokoh penting dalam perkembangan hermeneutik modern yang berupaya menegaskan perbedaan antara ilmu alam (Naturwissenschaften) dan ilmu kemanusiaan (Geisteswissenschaften).  

Menurut Dilthey, ilmu alam berusaha menjelaskan fenomena melalui hukum-hukum sebab-akibat, sedangkan ilmu kemanusiaan berusaha memahami kehidupan batin dan makna tindakan manusia. Oleh karena itu, ilmu sosial tidak dapat dipahami dengan metode kuantitatif semata, tetapi harus melalui pendekatan interpretatif yang menempatkan manusia sebagai subjek yang memiliki kesadaran, nilai, dan pengalaman historis. 

Dalam pandangan Dilthey, manusia mengekspresikan kehidupan batinnya melalui berbagai bentuk "objektivasi kehidupan" (objectifications of life), seperti tindakan sosial, karya seni, tulisan, dan lembaga. Semua ekspresi ini dapat ditafsirkan karena mengandung makna yang bersumber dari kesadaran manusia. Dengan kata lain, setiap tindakan manusia adalah teks yang dapat ditafsirkan.

Dalam konteks ini, hermeneutik menjadi metode untuk memahami makna dari tindakan manusia sebagaimana dimaksudkan oleh pelakunya sendiri (verstehen). Proses ini melibatkan apa yang disebut "lingkaran hermeneutik" (hermeneutic circle), yakni hubungan timbal balik antara bagian dan keseluruhan dalam upaya memahami makna suatu teks, peristiwa, atau fenomena sosial.

2. Akuntansi sebagai Ilmu Sosial dan Kemanusiaan  

Ketika konsep hermeneutik diterapkan dalam akuntansi, maka akuntansi tidak lagi dipahami sebagai sistem mekanis yang netral, melainkan sebagai fenomena sosial yang penuh makna. Setiap laporan keuangan, kebijakan akuntansi, atau pengungkapan informasi mencerminkan nilai, norma, dan tujuan tertentu dari individu atau organisasi yang menyusunnya.

Dalam konteks ini, teori akuntansi dengan pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey dapat didefinisikan sebagai:

"Suatu kerangka pemikiran yang memandang akuntansi sebagai praktik sosial yang mengandung makna, di mana laporan keuangan dan aktivitas pelaporan dipahami sebagai ekspresi kehidupan manusia yang perlu ditafsirkan berdasarkan konteks historis, budaya, dan nilai-nilai yang melatarbelakanginya."

Artinya, akuntansi tidak hanya berfungsi untuk melaporkan fakta ekonomi, tetapi juga mengkomunikasikan pesan dan makna sosial. Proses pencatatan, pengukuran, dan pelaporan merupakan hasil konstruksi yang dilakukan manusia yang dipengaruhi oleh pengalaman, keyakinan, dan lingkungan sosialnya.

Akuntansi umumnya dipandang sebagai sistem informasi yang menyediakan data keuangan untuk pengambilan keputusan ekonomi. Namun, pandangan tersebut terlalu sempit bila hanya melihat akuntansi dari sudut positivistik. Dalam kenyataannya, akuntansi adalah hasil interaksi manusia, dan setiap angka yang disajikan dalam laporan keuangan merupakan representasi dari nilai, persepsi, dan keputusan sosial. 

Triyuwono menyatakan bahwa akuntansi adalah "bahasa yang menafsirkan realitas ekonomi". Artinya, laporan keuangan bukanlah cermin objektif dari kenyataan, melainkan hasil konstruksi sosial yang diwarnai oleh nilai-nilai, tujuan, dan konteks budaya organisasi. Dalam hal ini, pendekatan hermeneutik membantu untuk memahami makna yang terkandung dalam laporan keuangan dan proses akuntansi.

Pendekatan Dilthey menempatkan akuntansi sebagai bagian dari ilmu kemanusiaan, bukan semata ilmu teknik. Laporan keuangan dapat dipandang sebagai "teks" yang perlu ditafsirkan untuk memahami pesan dan makna yang ingin disampaikan oleh penyusunnya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap laporan keuangan membutuhkan konteks historis, sosial, dan etis dari entitas yang menyusunnya.

3. Hermeneutik Dilthey dalam Kerangka Teori Akuntansi 

Untuk memahami bagaimana hermeneutik Dilthey bekerja dalam teori akuntansi, perlu dijelaskan beberapa unsur pokok pemikirannya yang relevan:

  1. Verstehen (Pemahaman dari Dalam)
    Pemahaman diperoleh dengan masuk ke dalam pengalaman pelaku. Dalam akuntansi, ini berarti memahami bagaimana manajer, auditor, dan penyusun laporan keuangan memberi makna terhadap praktik pelaporan. Misalnya, keputusan untuk menunda pengakuan pendapatan bukan hanya keputusan teknis, tetapi juga mencerminkan pertimbangan moral dan etika.

  2. Lingkaran Hermeneutik (Hermeneutic Circle)
    Proses pemahaman selalu bergerak antara bagian dan keseluruhan. Dalam akuntansi, pemahaman terhadap satu item laporan (seperti laba atau aset) harus dikaitkan dengan konteks keseluruhan organisasi (tujuan, nilai, dan budaya). Sebaliknya, pemahaman terhadap organisasi diperoleh melalui interpretasi bagian-bagiannya.

  3. Konteks Historis dan Sosial
    Dilthey menegaskan bahwa makna hanya dapat dipahami dalam konteks sejarah dan budaya yang melatarbelakanginya. Oleh karena itu, laporan keuangan tidak bisa ditafsirkan secara universal, tetapi harus dipahami dalam konteks lingkungan ekonomi, sosial, dan moral dari entitas yang melaporkannya.

  4. Ekspresi Kehidupan (Expression of Life)
    Setiap praktik akuntansi adalah bentuk ekspresi kehidupan manusia yang mengandung nilai-nilai dan tujuan. Misalnya, praktik tanggung jawab sosial perusahaan (CSR reporting) mencerminkan kesadaran etis terhadap masyarakat, bukan sekadar pemenuhan regulasi.

  5. Keterlibatan Subjektif Penafsir
    Dalam hermeneutik, penafsir tidak mungkin netral sepenuhnya. Dalam akuntansi, auditor, analis, atau peneliti membawa perspektif dan nilai sendiri dalam memahami data. Kesadaran akan keterlibatan ini penting agar penafsiran menjadi reflektif dan etis.

Dengan demikian, teori akuntansi dalam pendekatan hermeneutik Dilthey berfokus pada pemahaman makna sosial dan interpretasi nilai-nilai di balik praktik akuntansi, bukan sekadar pada keakuratan teknis pengukuran keuangan.

4. Relevansi Konseptual dalam Era Modern

Pemahaman hermeneutik terhadap akuntansi menjadi semakin relevan di era modern yang ditandai oleh kompleksitas sosial dan tuntutan transparansi. Dunia bisnis kini tidak hanya diukur dari kinerja keuangan, tetapi juga dari nilai-nilai etika, tanggung jawab sosial, dan keberlanjutan. Untuk memahami dan menilai hal-hal tersebut, diperlukan pendekatan yang mampu menafsirkan makna di balik laporan, bukan sekadar menghitung angka.

Sebagai contoh, laporan keberlanjutan (sustainability report) tidak hanya menyajikan data kuantitatif tentang emisi atau efisiensi energi, tetapi juga merefleksikan nilai moral organisasi terhadap lingkungan dan masyarakat. Hermeneutik Dilthey memungkinkan peneliti dan pengguna laporan untuk memahami makna moral dan kemanusiaan yang terkandung dalam pelaporan tersebut.

Dengan demikian, What dari teori akuntansi dalam pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey dapat disimpulkan sebagai berikut:

"Sebuah pendekatan teoritis yang memandang akuntansi sebagai praktik sosial yang mengekspresikan nilai dan makna kehidupan manusia, di mana laporan keuangan dipahami sebagai teks yang harus ditafsirkan secara kontekstual melalui proses pemahaman (verstehen), dengan mempertimbangkan sejarah, budaya, dan kesadaran pelaku yang terlibat di dalamnya."

 Why: Alasan dan Relevansi Penerapan Hermeneutik Dilthey dalam Akuntansi  

Latar Belakang Kebutuhan Pendekatan Hermeneutik dalam Akuntansi 

Dalam sejarah perkembangan teori akuntansi, terdapat dua paradigma besar: positivistik dan interpretatif. Paradigma positivistik yang mendominasi praktik akuntansi modern berangkat dari pandangan ilmu alam yang menekankan objektivitas, verifikasi empiris, dan pengukuran kuantitatif. Paradigma ini mengasumsikan bahwa fakta ekonomi dapat diukur dan disajikan secara netral melalui sistem pelaporan keuangan yang seragam.

Namun, paradigma tersebut mulai dikritik sejak pertengahan abad ke-20 karena dianggap terlalu reduksionis, hanya memandang akuntansi sebagai alat teknis dan mengabaikan aspek manusia, nilai, serta konteks sosial yang melingkupinya. Kritik ini melahirkan kebutuhan akan pendekatan alternatif yang lebih humanistik dan reflektif, yang dapat menafsirkan makna di balik angka-angka.

Di sinilah pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey menjadi penting. Dilthey mengajukan bahwa pemahaman terhadap realitas manusia tidak dapat dijelaskan hanya dengan hukum sebab-akibat sebagaimana dalam ilmu alam, tetapi harus dipahami melalui pengalaman hidup (Erlebnis) dan makna yang terkandung dalam tindakan sosial.

Dengan menerapkan prinsip hermeneutik ke dalam teori akuntansi, kita dapat memahami bahwa setiap laporan keuangan bukanlah sekadar kumpulan data ekonomi, melainkan narasi sosial yang mencerminkan cara organisasi menafsirkan realitasnya.

Mengapa Akuntansi Membutuhkan Pemahaman, Bukan Sekadar Penjelasan

Dilthey membedakan dua cara memahami realitas:

  • Erklren (menjelaskan), yaitu mencari hubungan sebab-akibat sebagaimana dilakukan dalam ilmu alam;

  • Verstehen (memahami), yaitu menafsirkan makna tindakan manusia berdasarkan konteks hidup dan kesadaran pelakunya.

Akuntansi sebagai praktik sosial berada pada ranah verstehen. Dalam praktiknya, laporan keuangan dihasilkan dari serangkaian keputusan manusia: apa yang diukur, kapan diakui, bagaimana disajikan, dan untuk siapa dilaporkan. Setiap keputusan tersebut dipengaruhi oleh nilai, motivasi, serta tujuan tertentu.

Pendekatan hermeneutik menuntun kita untuk memahami makna di balik keputusan tersebut. Misalnya, ketika sebuah perusahaan memilih untuk menampilkan laba yang lebih konservatif, hal itu bisa berarti adanya kehati-hatian, kepatuhan pada regulasi, atau strategi membangun kepercayaan publik. Artinya, setiap angka memiliki dimensi makna yang tidak dapat dijelaskan semata-mata dengan teori kausalitas ekonomi.

Dengan demikian, alasan mendasar mengapa teori akuntansi membutuhkan pendekatan hermeneutik adalah karena:

  1. Akuntansi merupakan hasil konstruksi sosial, bukan fenomena alamiah.

  2. Setiap praktik akuntansi mengandung makna moral, sosial, dan budaya.

  3. Pemahaman terhadap akuntansi harus mempertimbangkan konteks sejarah, nilai, dan pengalaman manusia.

Berikut ini adalah penjelasannya:

1. Keterbatasan Paradigma Positivistik 

Paradigma positivistik dalam akuntansi berasumsi bahwa realitas ekonomi bersifat objektif dan dapat diukur secara pasti melalui angka. Namun, banyak penelitian menunjukkan bahwa akuntansi tidak sepenuhnya netral. Proses penyusunan laporan keuangan dipengaruhi oleh kepentingan, interpretasi, dan asumsi subjektif. 

Laughlin (1999) menyatakan bahwa akuntansi harus dilihat sebagai sistem sosial yang mencerminkan hubungan kekuasaan dan ideologi. Dalam hal ini, pendekatan hermeneutik menjadi relevan karena mampu menggali makna tersembunyi di balik praktik pelaporan yang sering kali dimanfaatkan untuk tujuan tertentu, seperti legitimasi sosial atau politik perusahaan. 

2. Akuntansi sebagai Komunikasi Makna

Laporan keuangan adalah media komunikasi antara organisasi dengan pemangku kepentingan. Namun, komunikasi tersebut tidak bersifat netral; ia selalu membawa pesan dan interpretasi tertentu. Pendekatan hermeneutik membantu memahami bagaimana makna tersebut dikonstruksi dan ditafsirkan oleh berbagai pihak.  

Sebagai contoh, angka laba dapat diartikan sebagai simbol keberhasilan ekonomi, namun juga bisa bermakna tanggung jawab sosial atau spiritual tergantung pada nilai organisasi. Pendekatan hermeneutik memungkinkan peneliti untuk memahami dimensi makna ini secara lebih mendalam.

3. Relevansi bagi Pengembangan Teori dan Etika Akuntansi

Di era globalisasi dan digitalisasi saat ini, praktik akuntansi menghadapi tantangan baru: kompleksitas transaksi, transparansi publik, serta tuntutan keberlanjutan (sustainability). Dalam situasi ini, pendekatan hermeneutik menjadi semakin relevan karena:

  1. Akuntansi sebagai Bahasa Sosial. Laporan keuangan adalah teks sosial yang menyampaikan pesan kepada berbagai pihak  investor, pemerintah, masyarakat. Hermeneutik membantu memahami "bahasa" tersebut dalam konteks komunikasi antaraktor ekonomi.

  2. Penilaian Etis dan Moral. Akuntansi modern menuntut integritas dan tanggung jawab sosial. Hermeneutik membantu menafsirkan nilai moral di balik praktik pelaporan, seperti dalam isu green accounting dan ESG reporting.

  3. Pemahaman Multikultural dan Global. Dalam lingkungan global, interpretasi terhadap informasi akuntansi dipengaruhi oleh budaya dan nilai lokal. Hermeneutik memberikan kerangka untuk memahami perbedaan makna tersebut secara kontekstual.

  4. Pembangunan Kesadaran Reflektif. Hermeneutik menumbuhkan kesadaran bahwa setiap angka di laporan keuangan adalah hasil keputusan manusia yang memiliki dimensi etis. Ini mendorong transparansi dan akuntabilitas yang lebih mendalam.

Dengan demikian, Why dari teori akuntansi dalam pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey dapat disimpulkan sebagai berikut:

"Karena akuntansi merupakan praktik sosial yang sarat makna dan nilai, pendekatan hermeneutik diperlukan untuk memahami dimensi kemanusiaan, historis, dan etis dari pelaporan keuangan. Pendekatan ini membantu mengatasi keterbatasan paradigma positivistik dan menuntun akuntansi menuju pemahaman yang lebih reflektif, kontekstual, dan bermoral."

Dilthey menekankan bahwa pemahaman tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai kehidupan. Dengan demikian, penerapan hermeneutik dalam akuntansi dapat memperkaya teori akuntansi agar lebih peka terhadap aspek etika dan kemanusiaan.  

Menurut Chua (1986), teori akuntansi kritis dan interpretatif diperlukan untuk melengkapi pendekatan positivistik yang sering kali mengabaikan dimensi sosial dan moral. Hermeneutik Dilthey memberikan dasar epistemologis untuk pendekatan tersebut dengan menekankan pemahaman kontekstual, pengalaman manusia, dan nilai-nilai sosial.

Dengan demikian, pendekatan ini membantu menjawab tantangan modern akuntansi yang menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keadilan sosial. 

PPT Prof Apollo
PPT Prof Apollo

How: Cara Penerapan Hermeneutik Dilthey dalam Teori dan Praktik Akuntansi  

Prinsip Dasar Penerapan Hermeneutik dalam Akuntansi

Pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey menekankan bahwa pemahaman terhadap tindakan manusia harus dilakukan melalui penafsiran makna yang terkandung dalam konteks kehidupan nyata. Dalam teori akuntansi, hal ini berarti bahwa praktik akuntansi baik dalam proses pencatatan, penyusunan laporan keuangan, maupun analisis data harus dipahami bukan hanya dari aspek teknisnya, tetapi juga dari makna sosial dan nilai kemanusiaan yang melatarbelakanginya.

Untuk menerapkan hermeneutik ke dalam teori dan praktik akuntansi, terdapat beberapa prinsip utama yang harus dijalankan:

  1. Pemahaman Kontekstual (Contextual Understanding)
    Proses memahami laporan keuangan atau praktik akuntansi harus dilakukan dengan mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan historis dari entitas yang bersangkutan. Laporan keuangan perusahaan di Jepang, misalnya, tidak bisa ditafsirkan sama persis dengan laporan di Indonesia, karena nilai-nilai budaya dan filosofi bisnisnya berbeda.

  2. Refleksi Subjektif Penafsir (Subjective Reflection)
    Hermeneutik mengakui keterlibatan subjektivitas penafsir. Dalam akuntansi, peneliti, auditor, atau analis tidak bisa lepas dari nilai-nilai dan pengalaman pribadi. Oleh karena itu, setiap proses penafsiran harus disertai dengan refleksi diri (self-reflection) agar hasil interpretasi tetap etis dan bertanggung jawab.

  3. Lingkaran Hermeneutik (Hermeneutic Circle)
    Pemahaman selalu bersifat dinamis bergerak dari bagian ke keseluruhan dan sebaliknya. Dalam akuntansi, pemahaman terhadap satu komponen (misalnya laba) harus dihubungkan dengan keseluruhan konteks organisasi (strategi, visi, dan budaya). Begitu juga sebaliknya, pemahaman terhadap organisasi diperoleh melalui interpretasi terhadap bagian-bagian laporan keuangannya.

  4. Dialog antara Penafsir dan Objek (Dialogical Process)
    Hermeneutik menuntut adanya dialog antara penafsir dengan teks atau realitas yang ditafsirkan. Dalam praktik akuntansi, hal ini dapat diartikan sebagai dialog interpretatif antara akuntan, auditor, dan pengguna laporan untuk mencapai pemahaman bersama yang lebih dalam tentang makna di balik informasi keuangan.

 

1. Pendekatan Penelitian Interpretatif

Pendekatan hermeneutik diterapkan dalam teori akuntansi melalui proses penafsiran yang menempatkan laporan keuangan sebagai teks sosial, di mana pemahaman diperoleh melalui refleksi kontekstual, dialog antara penafsir dan pelaku, serta kesadaran etis terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam praktik akuntansi. Melalui pendekatan ini, akuntansi berfungsi bukan hanya sebagai alat pengukuran ekonomi, tetapi juga sebagai sarana pemahaman dan komunikasi makna kemanusiaan dalam kehidupan organisasi.

Dalam penelitian akuntansi, pendekatan hermeneutik dapat diterapkan melalui metode kualitatif interpretatif. Peneliti berusaha memahami makna di balik praktik akuntansi melalui wawancara, observasi, dan analisis naratif laporan keuangan.  

Contohnya, penelitian dapat menafsirkan bagaimana manajemen menggunakan laporan tahunan untuk membangun citra moral perusahaan, atau bagaimana auditor memaknai tanggung jawab profesionalnya dalam konteks etika organisasi. Pendekatan ini menuntut peneliti untuk memasuki "dunia" para pelaku dan memahami cara mereka memberi makna terhadap aktivitas akuntansi. 

2. Analisis Laporan Keuangan sebagai Teks 

Dalam perspektif hermeneutik, laporan keuangan dapat dipandang sebagai teks yang perlu ditafsirkan. Seperti halnya penafsir membaca karya sastra, peneliti akuntansi berusaha memahami narasi yang terkandung di balik angka. 

Proses pemahaman ini mengikuti lingkaran hermeneutik:

  • Peneliti menafsirkan bagian-bagian laporan (seperti laba, aset, liabilitas).

  • Kemudian menghubungkannya dengan keseluruhan konteks organisasi (visi, budaya, nilai sosial).

  • Setelah itu, hasil pemahaman keseluruhan membantu memperdalam makna bagian-bagian tersebut.

Pendekatan ini memungkinkan munculnya interpretasi yang lebih kaya dan humanistik terhadap laporan keuangan.

3. Pendidikan dan Praktik Akuntansi yang Reflektif

Dalam pendidikan akuntansi, pendekatan hermeneutik mendorong mahasiswa dan profesional untuk berpikir reflektif dan kritis terhadap makna di balik angka. Mereka diajak untuk tidak hanya menguasai standar teknis, tetapi juga memahami konteks sosial, etika, dan kemanusiaan dari praktik akuntansi.

Pendekatan ini sejalan dengan gagasan accountability with integrity --- bahwa akuntansi bukan hanya alat pengukuran laba, tetapi juga sarana untuk mewujudkan tanggung jawab sosial dan moral organisasi terhadap masyarakat.

4. Kontribusi terhadap Pengembangan Teori Akuntansi

Hermeneutik Wilhelm Dilthey memberikan landasan epistemologis bagi teori akuntansi yang bersifat interpretatif dan kritis. Teori ini berupaya memahami akuntansi sebagai bagian dari sistem sosial dan budaya.  

Implikasinya antara lain:

  1. Teori akuntansi tidak hanya menjelaskan apa yang terjadi, tetapi juga mengapa dan bagaimana praktik itu dimaknai.

  2. Akuntansi dipahami sebagai proses komunikasi simbolik, bukan sekadar pengukuran ekonomi.

  3. Nilai-nilai seperti keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem akuntansi.

Dengan demikian, teori akuntansi hermeneutik membantu membangun paradigma baru yang lebih manusiawi, reflektif, dan bermakna.

PPT Prof Apollo
PPT Prof Apollo

Kesimpulan

Pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey dalam teori akuntansi memberikan paradigma alternatif terhadap cara memahami fenomena akuntansi yang selama ini didominasi oleh positivisme dan pendekatan empiris. Hermeneutik membawa kita pada pemahaman bahwa akuntansi bukan hanya tentang angka dan laporan keuangan, melainkan juga tentang pemaknaan, interpretasi, dan refleksi atas pengalaman manusia dalam konteks sosial dan historis. 

Secara konseptual, hermeneutik Dilthey menekankan bahwa seluruh produk manusia---termasuk sistem akuntansi, laporan keuangan, dan kebijakan ekonomim, merupakan ekspresi dari pengalaman hidup (Erlebnis) yang harus dipahami melalui interpretasi mendalam. Oleh karena itu, akuntansi dapat dilihat sebagai teks sosial yang menyimpan makna di balik simbol-simbol angka dan narasi keuangan. Dalam kerangka ini, akuntan, peneliti, dan pembaca laporan keuangan berperan sebagai penafsir (interpreter) yang mencoba memahami makna di balik setiap penyajian data.

Pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey memberikan kontribusi penting bagi pengembangan teori akuntansi modern. Hermeneutik menawarkan kerangka pemahaman bahwa akuntansi bukan sekadar sistem teknis untuk mencatat dan melaporkan transaksi ekonomi, melainkan fenomena sosial dan budaya yang sarat makna.

Melalui konsep verstehen, Dilthey menegaskan pentingnya memahami tindakan manusia dari dalam konteks pengalaman dan nilai-nilainya. Dalam akuntansi, hal ini berarti memahami bagaimana laporan keuangan, kebijakan akuntansi, dan praktik pelaporan mencerminkan nilai-nilai, kepentingan, serta pandangan hidup para pelakunya.

Dari sisi "What", pendekatan hermeneutik Dilthey memandang teori akuntansi sebagai suatu bentuk pengetahuan interpretatif yang berfokus pada memahami (verstehen), bukan hanya menjelaskan (erklren). Akuntansi dipahami sebagai konstruksi sosial yang menggambarkan cara individu dan institusi menafsirkan realitas ekonomi mereka. Dengan demikian, teori akuntansi tidak hanya bersifat normatif atau empiris, tetapi juga reflektif dan interpretatif. 

Sementara itu, dari sisi "Why", alasan penggunaan pendekatan hermeneutik dalam teori akuntansi terletak pada kebutuhan untuk memahami kompleksitas makna sosial yang tidak bisa dijelaskan hanya dengan metode kuantitatif. Pendekatan positivistik yang mengandalkan pengukuran objektif sering kali gagal menangkap makna sosial, budaya, dan etika di balik praktik akuntansi. Hermeneutik memungkinkan kita memahami konteks di mana angka dan laporan keuangan itu dibuat, siapa yang membuatnya, untuk apa, dalam kondisi sosial dan nilai-nilai apa. Oleh karena itu, pendekatan ini menjadi relevan dalam menjelaskan dinamika kepercayaan, tanggung jawab sosial, dan legitimasi yang melekat dalam praktik pelaporan keuangan.

Kemudian, dari sisi "How", penerapan pendekatan hermeneutik dalam teori akuntansi dilakukan melalui proses interpretasi berlapis terhadap teks, praktik, dan simbol-simbol akuntansi. Akuntan dan peneliti diajak untuk melakukan refleksi terhadap makna di balik kebijakan akuntansi, memahami konteks sosial tempat laporan disusun, dan mengaitkannya dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Proses ini mencakup analisis historis (melihat perkembangan pemikiran dan praktik akuntansi dari waktu ke waktu), interpretasi kontekstual (memahami situasi sosial, politik, dan budaya), serta dialog reflektif antara peneliti dengan objek yang diteliti. Dengan demikian, pendekatan hermeneutik menuntut adanya kesadaran reflektif terhadap subjektivitas peneliti, serta keterbukaan terhadap makna-makna baru yang mungkin muncul dari proses penafsiran.

Dengan menggabungkan ketiga aspek tersebut, teori akuntansi dalam pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey dapat dipahami sebagai teori yang memanusiakan akuntansi. Ia tidak memandang akuntansi sebagai sistem mekanistik yang hanya mencatat transaksi, melainkan sebagai sistem komunikasi yang sarat nilai, makna, dan moralitas. Hermeneutik membantu membangun jembatan antara "fakta" dan "makna", antara angka dan nilai-nilai sosial yang dikandungnya.

Pendekatan ini juga memberikan kontribusi terhadap pengembangan paradigma kritis dan interpretif dalam akuntansi kontemporer. Sejumlah pemikir seperti Laughlin (1999) dan Triyuwono (2011) melanjutkan semangat hermeneutik Dilthey dalam konteks modern dengan menekankan bahwa akuntansi harus dipahami secara holistik---melibatkan dimensi manusia, budaya, dan spiritual. Dengan demikian, hermeneutik menjadi landasan filosofis yang mendorong pergeseran dari akuntansi yang sekadar teknis menuju akuntansi yang bermakna secara sosial dan etis.

 Dengan menerapkan prinsip hermeneutik  pemahaman kontekstual, lingkaran hermeneutik, dan penekanan pada makna teori akuntansi dapat berkembang menjadi lebih interpretatif dan etis. Pendekatan ini relevan di era modern yang menuntut akuntabilitas sosial, transparansi, dan tanggung jawab moral dari setiap entitas ekonomi.

Akhirnya, teori akuntansi dalam pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey mengingatkan bahwa di balik setiap angka terdapat cerita manusia, di balik setiap laporan terdapat makna kehidupan, dan di balik setiap sistem terdapat nilai-nilai yang membentuk peradaban.

Daftar Pustaka

  1. Dilthey, W. (1910). Introduction to the Human Sciences. Princeton University Press.

  2. Gadamer, H.-G. (1975). Truth and Method. Continuum.

  3. Triyuwono, I. (2011). Akuntansi Syariah: Perspektif, Metodologi, dan Teori. Jakarta: Rajawali Pers.

  4. Laughlin, R. (1999). "Critical Accounting: Nature, Progress, and Prognosis." Accounting, Auditing & Accountability Journal, 12(1): 73--78.

  5. Chua, W. F. (1986). "Radical Developments in Accounting Thought." The Accounting Review, 61(4): 601--632.

  6. Burrell, G., & Morgan, G. (1979). Sociological Paradigms and Organizational Analysis. London: Heinemann.

  7. Hopper, T., & Powell, A. (1985). "Making Sense of Research into the Organizational and Social Aspects of Management Accounting: A Review of Its Underlying Assumptions." Journal of Management Studies, 22(5): 429--465.

  8. Alvesson, M., & Skldberg, K. (2009). Reflexive Methodology: New Vistas for Qualitative Research. London: Sage Publications.

 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun