Latar Belakang Kebutuhan Pendekatan Hermeneutik dalam AkuntansiÂ
Dalam sejarah perkembangan teori akuntansi, terdapat dua paradigma besar: positivistik dan interpretatif. Paradigma positivistik yang mendominasi praktik akuntansi modern berangkat dari pandangan ilmu alam yang menekankan objektivitas, verifikasi empiris, dan pengukuran kuantitatif. Paradigma ini mengasumsikan bahwa fakta ekonomi dapat diukur dan disajikan secara netral melalui sistem pelaporan keuangan yang seragam.
Namun, paradigma tersebut mulai dikritik sejak pertengahan abad ke-20 karena dianggap terlalu reduksionis, hanya memandang akuntansi sebagai alat teknis dan mengabaikan aspek manusia, nilai, serta konteks sosial yang melingkupinya. Kritik ini melahirkan kebutuhan akan pendekatan alternatif yang lebih humanistik dan reflektif, yang dapat menafsirkan makna di balik angka-angka.
Di sinilah pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey menjadi penting. Dilthey mengajukan bahwa pemahaman terhadap realitas manusia tidak dapat dijelaskan hanya dengan hukum sebab-akibat sebagaimana dalam ilmu alam, tetapi harus dipahami melalui pengalaman hidup (Erlebnis) dan makna yang terkandung dalam tindakan sosial.
Dengan menerapkan prinsip hermeneutik ke dalam teori akuntansi, kita dapat memahami bahwa setiap laporan keuangan bukanlah sekadar kumpulan data ekonomi, melainkan narasi sosial yang mencerminkan cara organisasi menafsirkan realitasnya.
Mengapa Akuntansi Membutuhkan Pemahaman, Bukan Sekadar Penjelasan
Dilthey membedakan dua cara memahami realitas:
Erklren (menjelaskan), yaitu mencari hubungan sebab-akibat sebagaimana dilakukan dalam ilmu alam;
Verstehen (memahami), yaitu menafsirkan makna tindakan manusia berdasarkan konteks hidup dan kesadaran pelakunya.
Akuntansi sebagai praktik sosial berada pada ranah verstehen. Dalam praktiknya, laporan keuangan dihasilkan dari serangkaian keputusan manusia: apa yang diukur, kapan diakui, bagaimana disajikan, dan untuk siapa dilaporkan. Setiap keputusan tersebut dipengaruhi oleh nilai, motivasi, serta tujuan tertentu.
Pendekatan hermeneutik menuntun kita untuk memahami makna di balik keputusan tersebut. Misalnya, ketika sebuah perusahaan memilih untuk menampilkan laba yang lebih konservatif, hal itu bisa berarti adanya kehati-hatian, kepatuhan pada regulasi, atau strategi membangun kepercayaan publik. Artinya, setiap angka memiliki dimensi makna yang tidak dapat dijelaskan semata-mata dengan teori kausalitas ekonomi.