Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mempolitisir Utang Negara dan Runtuhnya Rasa Syukur Lepas dari Pandemi Covid 19

29 Januari 2023   20:21 Diperbarui: 29 Januari 2023   23:03 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berkah Tersembunyi Dibalik Covid 19 Bagi Bumi.Sumber Foto : amariitb.co.id

Kelayakan memperoleh utang oleh negara, serta utang itu dianggap prudent dapat dinilai dengan mempertimbangkan  besaran utang dibandingkan dengan Jumlah APBN.

Berdasarkan undang-undang keuangan, utang negara tidak bisa melebihi 60 persen dari APBN.

Dalam realitanya hutang negara masih relatif jauh dari perhitungan itu. Dan yang paling penting jadi pertimbangan adalah akumulasi utang negara membesar, khususnya terjadi 2 tahun terakhir, tahun 2021 dan 2022, terjadi karena efek pandemi Covid 19 yang melanda semua belahan dunia, termasuk Indonesia.

Karena itu tidak sepantasnya fenomena itu dijadikan sebagai konsumsi politik oleh kalangan tertentu.

Justru kita harus bersyukur telah mampu melalui ancaman pandemi Covid 19 yang saat kemunculannya menjadikan kita bagaikan manusia tak berdaya, kehilangan rasa percaya diri serta dihantui ancaman kematian yang bisa saja terjadi setiap saat tanpa pilih bulu, siapapun dia, kaya atau miskin, pejabat atau rakyat jelata, semua memiliki kedudukan yang sama terancam oleh kematian akibat pandemi Covid 19.

Kenapa kita teramat sulit mensyukuri keselamatan yang kini kita peroleh, yaitu selamat dari pandemi Covid 19 ?

Sangat ironis dan menyayat hati jika upaya untuk selamat dari pandemi Covid 19 menimbulkan utang kemudian di politisir untuk kepentingan sempit memenangkan kontestasi Pemilu 2024.

Karena itu marilah kita mengasah mata hati nurani kita agar lebih peka melihat sesuatu dengan penuh rasa empati, yaitu memproyeksikan diri kita kedalam diri orang lain agar mampu memahami apa sesungguhnya yang sedang dirasakan orang lain, kemudian mampu memberikan sesuatu yang berarti sesuai dengan keadaan orang lain.

Jangan kepentingan politik meruntuhkan kemampuan kita berempati, kemudian menyebabkan tidak mampu melakukan Solidaritas dan Subsidiaritas karena mata hatinya diselubungi nafsu politik berkuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun