Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Anomali Swasembada Beras Kita

25 Januari 2023   13:48 Diperbarui: 30 Januari 2023   07:23 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi beras (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Kementan diharapkan mampu menargetkan penurunan jumlah konsumsi beras, yaitu menjadikan konsumsi beras sebanyak 85 kg per kapita per tahun, turun dari sebelumnya yang konsumsinya 92 kg per kapita per tahun.

Target penurunan jumlah konsumsi ini dilakukan sebagai upaya mempertahankan posisi tetap sebagai negara swasembada pangan, dan memperkecil impor beras.

Wapres K.H. Ma'ruf Amin juga mengingatkan bahwa benar Bangsa Indonesia beberapa tahun terakhir mampu sebagai negara swasembada beras, tetapi angka atau jumlahnya mengalami penurunan dari tahun ke tahun, maka karena itu perlu pendekatan antisipatif.

Selain melakukan impor beras sebagai upaya menjaga Cadangan Beras Pemerintah di gudang Bulog, sebenarnya kita juga kini tengah menghadapi kecenderungan semakin naiknya harga beras.

Kenaikan harga beras yang di luar perkiraan ini sangat riskan terhadap ketahanan pangan dan perekonomian masyarakat. Padahal Bulog di tahun lalu telah melakukan kenaikan harga pembelian beras dari Rp. 8.300 jadi Rp. 8.800 sebagai upaya mengantisipasi ulah para spekulan.

Tetapi fleksibilitas harga yang dilakukan Bulog ini kemudian dicabut karena justru terjadi inflasi. Dan Bulog kemudian menyampaikan bahwa kenaikan harga beras terjadi karena efek kenaikan harga BBM, fleksibilitas harga pembelian oleh Bulog tidak efektif, Stok Pemerintah semakin menipis, dan Operasi Pasar tidak masif.

Oleh karena salah satu jalan yang dipilih untuk mengantisipasi gejolak harga dan kekurangan stok cadangan beras pemerintah adalah melakukan impor.

Maka karena itu terjadilah sebuah pemandangan yang anomali, yaitu negara yang disematkan nama sebagai negara swasembada beras justru harus melakukan impor beras.

Itulah salah satu kondisi kontradiktif sedang menimpa negara dan petani Indonesia saat ini, dan sangat menarik diperbincangkan untuk mengurai dimana sesungguhnya akar masalahnya.

Bicara tentang beras memang sangat sensitif, bahkan bagaikan dua pilihan berbentuk buah simalakama.

Di satu sisi, kenaikan harga beras semestinya sebagai berkah bagi petani kita, dan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun