Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ternyata Inilah Faktor Penyebab Terjadinya Mafia Peradilan

21 April 2022   07:52 Diperbarui: 3 September 2022   07:08 3795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: RadarNusantaraNews

Keadilan bukan suatu utopia tetapi sebuah nilai yang perlu diwujudkan. Keadilan bukan ilusi melainkan sebuah kritik bagi hidup kita. Hidup tanpa merasakan keadilan dan memperjuangkannya adalah hidup yang mati, baik secara sosial maupun individual. 

Namun ketika kita meneropong dan menyimak kembali proses peradilan yang terjadi di Indonesia saat ini, maka sering kali ditemukan penyimpangan-penyimpangan atau mafia dalam peradilan. Hal ini dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, antar lain:

a. Tidak Adanya Sikap Jujur Dari Para Penegak Hukum

Seorang yang adil biasanya hidup terbuka, saling percaya dan jujur. Hanya dalam terang keterbukaan, para penegak hukum dalam suatu lembaga peradilan dapat menunjukkan eksistensi dan otoritasnya sebagai orang yang berkuasa untuk memberikan suatu keputusan yang adil. 

Para penegak hukum diberi kekuasaan untuk memberikan keputusan dalam suatu proses peradilan. Kekuasaan yang diberikan kepada mereka mempunyai fungsi pelayanan. Karena itu kekuasaan dapat diidentikan dengan tugas pelayanan.

Ketidakjujuran dalam proses peradilan dapat dibuktikan dengan masih adanya praktek KKN. Sangat ironis ketika seorang penegak hukum dalam menangani atau mau memberantas kasus KKN, sedangkan dalam proses penyelesaian masalah itu sendiri terjadi KKN. 

Dengan sikap tidak jujur itu, seorang penegak hukum dapat memutuskan seorang yang benar-benar salah menjadi benar dan sebaliknya yang seharusnya benar dapat "disulap" menjadi pihak yang salah.

Perlu diingat bahwa meskipun dengan menggunakan suatu sistem secara perhitungan rasional yang sudah efektif, belum tentu mencapai hasil (memberikan keputusan yang adil) kalau pola pelayanannya kurang baik. 

Kepribadian yang baik atau sikap jujur sangat dituntut bagi para penegak hukum di samping profesianalisme atau pengetahuan hukum yang cukup. Mafia peradilan sering terjadi karena tidak adanya sikap jujur dan bukan karena kekurangmampuan pengetahuan para penegak hukum.

b. Faktor Lingkungan

Salah satu penyebab utama terjadinya mafia peradilan adalah adanya praktek KKN. Meskipun seorang penegak hukum sudah memiliki kehidupan ekonomi yang cukup baik, namun ia tetap melakukan kejahatan karena faktor ingin hidup mewah. 

Meskipun ia kaya namun ia tetap melakukan kejahatan (korupsi, manipulasi, dll) karena rasa sepenanggungannya dengan masyarakat (terutama masyarakat kecil) masih rendah. 

Kejahatan seperti ini oleh Hazel Croall dinamakan sebagai Collar Crime (kejahatan kera putih). Collar Crime ini dapat terjadi karena di samping lemahnya iman, juga dapat terjadi karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

c. Rapuhnya Mental Para Penegak Hukum

Para penegak hukum seharusnya memahami pedagogi massa bahwa nilai luhur seperti keadilan menjadi tidak berarti jika tidak sesuai dengan realitas yang sebenarnya. Pembicaraan tentang nilai keadilan akan menjadi hambar jika tidak sesuai dengan kenyataan hidup. 

Keadilan hanya merupakan ungkapan verbal yang nilainya sebatas hiburan belaka bagi rakyat kalau tidak dirasakan oleh rakyat sendiri dalam praktik hidup. Karena itu para penegak hukum harus berusaha untuk untuk mengamalkannya dalam cara mengambil keputusan, cara menyelesaikan persoalan, cara menjalankan kekuasaan dalam setiap kegiatan penegakkan hukum di Indonesia.

Sering kali oknum aparat penegak hukum khususnya jaksa penuntut umum sendiri sengaja melakukan kesalahan dengan tujuan agar perkara yang ditanganiya bisa bebas di pengadilan. Dalam hal ini kegagalannya bukan karena rendahnya profesionalisme, melainkan karena rapuhnya mental yang diperlukan.

d. Lemahnya Hukum Peradilan

Dewasa ini sudah menjadi gejala umum bahwa terjadinya mafia peradilan juga disebabkan karena adanya praktek "suap-menyuap" dalam menyelesaikan suatu perkara di pengadilan.

Bentuk suap atau pembayaran secara terselubung ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. David M. Chalmers menjelaskan: "...disguised payment in the form gifts, legal fees, employment, favors to relatives, social influence, or any relationship that sacrifices the public interest and welfare with or without the implied payment of money, is usually, considered corrupt".

Sangat disayangkan karena walaupun perbuatan ini telah melanggar hukum, namun hal ini tidak dapat diberantas. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari lemahnya Undang-Undang yang menangani masalah ini. 

Dewasa ini Undang-Undang dengan sanksinya tidak mampu lagi mencegah terjadinya suap-menyuap. Malahan suap-menyuap itu cenderung lebih banyak terjadi di lingkungan penegak hukum.

e. Natural Inclination

Seorang kriminolog yang bernama Jonathan Casper dalam tulisannya yang berjudul Natura of Law and the Causes of Crime, mengemukakan bahwa terjadinya pelanggaran hukum bukanlah semata-mata hasil dari kurang sempurnanya Undang-Undang atau tipisnya moral atau pun kurangnya pengertian dan kesadaran hukum yang dimiliki oleh si pelaku tetapi disebabkan oleh faktor lain yang dinamakan Natural Inclination. 

Natural Inclination atau born criminal, yaitu seorang yang sejak lahirnya telah membawa bibit-bibit negatif, sehingga dalam pertumbuhannya ia sering melakukan kejahatan.

Bibliografi:

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Akademika, Kebijakan Politik & Kepedulian Sosial. Maumere: STFK Ledalero, 2006. Fallo Daniel, VOX, Wajah Keadilan. Maumere: STFK Ledalero, 1995.

Lopa Baharudin, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum. Jakarta: Buku Kompas, 2001.

Regus Max Pr, Menembus Era Kemurungan. Maumere: Ledalero, 2007.

Umar Musni (ed.), Korupsi Musuh Bersama. Jakarta: Lembaga Pencegah Korupsi, 2004.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun