"Terimakasih atas simpatinya dan sikap mendukung jihad/perjuangan Irak beserta prinsipnya," jelas isi surat tersebut. Sudah tentu buku tersebut telah dibaca oleh Presiden Irak waktu itu, Saddam Hussein. Saya yakin telah diterjemahkan dulu ke dalam bahasa Arab.
Selanjutnya pada 13 Agustus 1998, saya diundang oleh Duta Besar Irak di Jakarta Dr.Sa'doon J al-Zubaydi untuk menerima penghargaan tersebut secara resmi. Duta Besar Irak ini adalah mantan Penterjemah Kepala Presiden Saddam Hussein. Terlihat saya bersama Duta Besar Irak di Jakarta, Dr.Sa'doon J al-Zubaydi di saat pertemuan.
Setelah upacara kehormatan ini dipublikasi harian "Kompas" edisi Sabtu, 15 Agustus 1998, maka pada 18 September 1998 dan 23 September 1998, dua buah surat ucapan selamat datang dari Direktur Jenderal Radio-Televisi-Film Drs.Ishadi SK, M.Sc dan dari Menteri Penerangan RI yang ditanda-tangani oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika H.Dailami.Kedua surat tersebut diberi tembusan kepada Menteri Luar Negeri RI dan Duta Besar Irak di Jakarta.
Belakangan ini nama Presiden Saddam Hussein kembali terdengar di dunia internasional setelah 10 tahun dihukum gantung. Seorang agen CIA bernama John Nixon menulis sebuah buku:"Debriefing the President:The Interrogation of Saddam Hussein."Penulis buku inilah yang pertama kali menginterogasi Saddam Hussein setelah berhasil ditangkap.
Di dalam wawancara itu ternyata Saddam Hussein tidak pernah terbukti menyimpan senjata pemusnah massal sebagaimana dituduhkan Amerika Serikat di bawah Presiden AS George W Bush.
Juga di dalam interogasi tersebut, dinyatakan, ia sangat mencintai kedua putrinya Rana (Foto di bawah/Reuters/DM) dan anak perempuan tertuanya Raghad (Foto paling akhir) yang sekarang bermukim di Jordania. Sewaktu ayahnya dihukum gantung, anak perempuannya ini mengaku tidak ingin melihatnya di televisi. Sebagai orang tua, Saddam Hussein juga mencintai kedua anak laki-lakinya, Uday dan Qusay yang telah tewas.