Kembali membaca kekeliruan dan permintaan maaf mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, di mana pada waktu itu sopir taksi dijadikan sebagai sumber untuk menyerang Irak, saya sudah tentu sedikit terusik dengan pemberitaan ini. Bagaimana tidak, Inggris telah gagal memperoleh informasi akurat di lapangan. Para intelijen Inggris (M.16) mendasarkan diri pada keterangan sopir taksi. Kalau demikian, saya mungkin lebih banyak memperoleh informasi ketika ke Irak, Desember 1992. Selain memperoleh informasi dari sopir taksi, karena banyak pembicaraan saya dengan sopir taksi selama 13 jam perjalanan ketika menempuh jarak 885 kilometer dari Jordania-Irak, saya juga memperoleh informasi dari Menteri Industri dan Perlogaman Irak, Amir al-Saadi. Hanya saya bukan seorang intelijen, tetapi seorang wartawan. Informasi itu saya gunakan memperkaya perbendaharaan tentang Irak.
Data tentang sopir taksi ini saya ketahui dari Majalah Tempo, edisi 8 November 2015 halaman 119: “Sang sopir (taksi) membuat pernyataan kepada agen intelijen Inggris, M16, bahwa dua komandan Irak yang menumpang kendaraannya menyebut soal ini (maksudnya Irak bisa mempersiapkan hanya dalam 45 menit),” ujar Adam Holloway, mantan petinggi militer dan anggota parlemen Inggris kepada The Times.
Oleh karena itu, kehadiran seorang intelijen yang pernah diceritakan Ustadz Somad sewaktu ia berada di sebuah masjid di Kairo, juga hal wajar. Intelijen itu berpakian lusuh, duduk di belakang sekali. Giginya tidak teratur, tetapi bagi dirinya bangga bisa membaktikan diri untuk negaranya, Mesir sebagai intelijen.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI