Lagu pendek tersebut mengisyaratkan makna mendalam tentang proses pendidikan. Secara eksplisit kita dapat melihat bagaimana seorang ibu, orang tua, berperan dalam menjadikan peserta didik siap belajar. Soul, ruh pendidikan pada jiwa anak telah hidup dibangunkan dari rumah, oleh orang tua, sehingga  peserta didik menjadi "murid Budiman" murid yang berakhlaqul karimah, yang senantiasa menghormati guru dengan mematuhi nasihat, perintah dan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.Â
Selanjutnya, yang dimaksud dengan kurikulum berkarakter nusantara, adalah kurikulum yang benar-benar memperhatikan Indonesia sebagai negara yang memiliki kebinekaan. Melalui tulisan berjudul "Kembali ke KTSP Berbasis Kebinekaan" (Kompasiana, 10 November 2014) dimana penulis mengungkapkan tentang kelemahan Kurtilas (K2013) sebagai berikut " Menurut hemat penulis, memang Kurtilas memiliki kelemahan jika dilihat dalam konteks idealisme pendidikan suatu bangsa. Kurtilas yang lebih berorientasi menjawan tantangan eksternal terutama responssif terhadap Globalisi tentu belum mengakomodir visi kejayaan maritim bangsa Indonesia sebagai sebuah kesadaran baru erkait potensi negeri bahari ini.Â
Kelemahan idealisme itu akhirnya juga harus dilengkapi dengan kelemahan pendekatan, dimana pemenuhan untuk menjawab tantangan globalisasi yang lebih bersifat "pragmatis' sesuai penilaian kebutuhannya (Need Assasment), menuntut penyesuaian dengan pendekatan "copy paste dari sononya". sehingga kita lupa bahwa ada beda signifikan antara Andragogy dan Pedagogy,pada pendidikan dasar dan menengah (untuk pendidikan tinggi Andragogy lebih tepat). Kurikulum 2013 benar benar menunjukan KESILAUAN kita kepada para PESOHOR DUNIA hingga kita lura peserta didik kita lebih butuh apa.Â
Hal itu sekali lagi dilandasi oleh pertimbangan relaitas Indonesia  Dengan berbagai keanekaragaman, berarti proses, pendekatan dan penilaian/evaluasi sudah barang tentu bisa beragam, yang terpenting adalah tetap ada di jalur penilaian/evaluasi pendidikan. Hal ini berkosekuensi tidak diperlukannya Ujian Nasional yang terkait dengan penenrtuan kelulusan.Â
Walau demikian Ujian Nasional dalam konteks kendali mutu untuk bidang-bidang tertentu (MIPA, SOSEK, SOSBUD dll) masih dapat diakomodir. Demikian juga pendekatan Andragogy dan Pedagogy dapat diaplikasikan secara berjenjang dan bertahap. Pada Pendidikan Dasar awal (Kls 1 - 3) mutlak Pedogogy, Pada Kelas 4 - 6, mulai diperkenalkan Andragogy secara selektif dengan dominasi Pedagogy. Andragogy terus ditingkatkan hingga 25 % pembelajaran di kelas 7 - 9. Sedangkan pada pendidikan menengah (SMA) Porsi andragogy ditingkatkan dari 50 % (Kls X), 60 % (Kls XI) dan 75 % (Kls XII), sedang pada Pendidikan Tinggi tentu 100 % Andragogy.Â
Sejak kurikulum  dengan pendekatan CBSA, pada dasarnya kita telah memaksa penerapan pendidikan untuk orang dewasa (Andragogy) kepada anak-anak usia dini, dan melupakan pendidikan yang lebih memberi contoh, jswah hasanah, teladanan dalam segala hal pada tunas-tunas muda bangsa sehingga nilai-nilai bdaya Indonesia yang sopan, santun, ramah, menghormati yang lebih tua, menyayangi, hilang dari jiwa generasi Indonesia, yang tumbuh adalah kebebasan dan keberanian, termasuk keberanian melawan guru dan orang tua. Akankah hal ini terus dijalankan ?Â