Mohon tunggu...
Darwis Faisal Maulana
Darwis Faisal Maulana Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Darwis Faisal Maulana, bertempat tinggal di dusun krajan 1, RT 7, RW 1 Tegalsari Banyuwangi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pelita di Tengah Kegelapan

12 Februari 2024   10:15 Diperbarui: 12 Februari 2024   11:34 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa terpencil, hiduplah seorang anak kecil bernama Arman, yang hatinya secerah mentari pagi. Meskipun baru berusia 11 tahun, beban hidup telah memaksa Arman untuk berjuang seperti dewasa. Bersama ibunya yang sakit-sakitan, mereka tinggal di sebuah gubuk yang hampir roboh, di pinggir desa. Setiap hari, sebelum ayam berkokok, Arman sudah terbangun, memulai hari dengan segudang harapan dan semangat yang tak pernah padam.

Kehidupan Arman dan ibunya penuh dengan tantangan. Ayahnya telah tiada, meninggalkan mereka dalam belenggu kemiskinan. Namun, Arman tidak pernah kehilangan cahaya dalam hatinya. Ia tetap bersekolah, berharap pendidikan akan membuka pintu masa depan yang lebih baik. Sore hari, ia bergegas pulang untuk membantu ibunya, lalu pergi bekerja sambilan, menjajakan kue buatan tangan di pasar desa.

Keterbatasan bukanlah penghalang bagi Arman untuk bermimpi. Ia percaya, suatu hari nanti, ia bisa mengubah nasibnya. Dengan buku-buku tua yang ia pinjam dari perpustakaan desa, Arman mengisi malam-malamnya dengan belajar di bawah sinar lampu minyak yang remang-remang, mengejar mimpi yang terasa begitu jauh, namun ia yakin dapat diraih.

Suatu hari, kabar buruk datang menyapa. Ibunya harus segera menjalani operasi karena penyakit yang dideritanya semakin parah. Biaya pengobatan yang astronomis bagai petir di siang bolong bagi keluarga mereka. Arman terpukul, namun tidak menyerah. Ia berlari ke sana kemari, mencari pekerjaan tambahan, dari mengumpulkan barang bekas hingga menjadi kurir cilik.

Dalam keputusasaan, Arman menemukan sebuah peluang. Sebuah lomba cerita di sekolahnya menawarkan hadiah yang cukup untuk membantu biaya pengobatan ibunya. Arman memutuskan untuk mengikuti lomba tersebut, menceritakan kisah hidupnya yang penuh perjuangan. Malam demi malam, ia menulis, membuang semua emosi dan harapannya ke dalam kata-kata, berharap kisahnya bisa menyentuh hati para juri.

Tetapi, kehidupan seringkali tidak seperti cerita dongeng. Meskipun Arman memenangkan lomba, hadiah yang ia terima tidak cukup untuk menutupi semua biaya pengobatan. Kekecewaan dan rasa takut menghantui Arman, tetapi di saat yang sama, kisahnya mulai menyebar. Masyarakat desa, tergerak oleh keberanian dan ketekunan Arman, mulai mengumpulkan donasi untuk membantu.

Kegelapan malam perlahan digantikan oleh cahaya kebaikan hati orang-orang di sekitar Arman. Donasi dari warga desa dan bahkan dari luar desa mulai mengalir. Tidak hanya itu, seorang dokter yang terkesan dengan kisah Arman menawarkan untuk melakukan operasi dengan biaya yang lebih rendah. Harapan baru muncul, bagaikan pelita yang menerangi kegelapan.

Ibunya berhasil menjalani operasi dan secara bertahap mulai pulih. Meskipun jalan pemulihan masih panjang dan penuh dengan tantangan, Arman merasa lebih kuat. Ia telah membuktikan bahwa meskipun hidup membebaninya dengan kesulitan, ia mampu melaluinya dengan kepala tegak.

Arman kembali ke sekolah dengan semangat baru, bertekad untuk terus belajar dan berjuang demi masa depan yang lebih cerah. Ia menjadi inspirasi bagi banyak orang, simbol bahwa keberanian, ketekunan, dan kebaikan hati dapat mengubah dunia.

Namun, seperti mentari yang tenggelam di ufuk barat, ibu Arman mengucapkan selamat tinggal pada dunia ini. Kepergiannya meninggalkan sebuah lubang besar dalam hati Arman, tapi juga sebuah pelajaran yang tak terlupakan. Dalam kesendirian dan kesedihannya, Arman menemukan kekuatan yang tak pernah ia sadari sebelumnya. Dengan air mata yang menjadi saksi bisu perjuangannya, Arman berjanji akan terus melangkah, menjadikan setiap tetes keringat dan air mata sebagai pupuk untuk meraih mimpi-mimpi yang pernah mereka rajut bersama. "Hidup adalah perjuangan dan aku tak akan menyerah," bisik Arman pada bintang yang kini menjadi penjaga ibunya di langit.

Tragedi kehilangan ibunya beberapa bulan kemudian menjadi ujian terberat dalam hidup Arman. Meskipun hatinya hancur, ia mengingat kata-kata ibunya, "Jangan pernah menyerah, Nak. Kamu adalah cahayaku." Dalam kesedihan, Arman menemukan kekuatan. Ia berjanji untuk terus berjuang, tidak hanya untuk dirinya tetapi juga untuk menghormati ingatan ibunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun