Belakangan ini, sosok pemimpin spiritual tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, kembali mencuri perhatian dan simpati masyarakat dunia---khususnya umat Islam---karena keberaniannya dalam membela kehormatan, kedaulatan, dan eksistensi umat akibat penindasan brutal rezim Zionis Israel.
Banyak pernyataan beliau yang menginspirasi, namun salah satu yang paling menggugah adalah saat ia berkata:
"Pemimpin Iran tidak masalah kita mati, Iran tidaklah penting, sungguh Islamlah yang Paling Penting."
Kalimat ini, bagi saya, sangat menggugah kesadaran spiritual dan membuka pikiran kita tentang hakikat perjuangan di tengah gempuran modernitas, liberalisme, hedonisme, dan penindasan yang datang dari berbagai arah, yang secara perlahan-lahan meruntuhkan moral dan jati diri umat Islam.
Pernyataan Khamenei tersebut mengingatkan saya pada sebuah adegan dalam film bertema Shaolin, meskipun saya lupa judulnya. Dalam film itu, kuil Shaolin diserang dan dihancurkan oleh pasukan musuh. Banyak biksu tewas, dan sebagian kecil berhasil melarikan diri. Di tengah pelarian, seorang biksu kecil bertanya kepada gurunya sambil menangis, "Bagaimana nasib kuil kita, Guru?"
Sang guru menjawab dengan tenang,
"biarkanlah kuil-kuil itu hancur, para biksu meninggal, tetapi budha tetap ada di hati kita."
Dari situ kita belajar bahwa orang yang benar-benar memahami dan memegang teguh ajaran agamanya akan tetap bijak dalam menghadapi ancaman, bahkan di tengah bencana.
Agama bukanlah sekadar simbol, bukan pula bangunan fisik atau gelar. Agama sejatinya adalah jalan kebaikan, petunjuk keselamatan dunia dan akhirat. Simbol hanyalah penunjuk arah menuju Tuhan Yang Maha Kuasa.
Di balik serangan balasan Israel dan Amerika Serikat terhadap Iran, semangat juang rakyat Iran dan para pemimpinnya tak pernah surut. Mereka telah terbiasa hidup dalam tekanan dan keterasingan, tetapi justru dari keterasingan itulah muncul kekuatan spiritual yang kokoh dan tak mudah dikalahkan.