Itulah mengapa istri tidak terlalu khawatir, "Pah, nanti dimasakinnya gak harus semur daging, kan?"
Sayur asem yang konon merupakan masakan kelas bawah karena yang menikmati hanyalah masyarakat Indonesia yang sedang kesusahan saat masa penjajahan Belanda menjadi 'menu makan selamat datang' dari istri.
Setelah terbang 90 menit dari bandar udara Syamsudin Noor, Banjarmasin -- bandar udara Soekarno Hatta ditambah perjalanan darat 2 jam, semangkuk sayur asem menjadi 'penyegar pertama' saya setiba di rumah siang itu, 9 hari setelah Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah.
"Selain Papah sekarang mah udah sering makan daging di Banjarmasin, juga karena daging sekarang masih mahal, Pah. Sekilonya masih Rp170.000,00. Jadi Mamah masakin sayur asem aja ya," ucap senyum istriku sembari menemani saya makan.
Hari pertama cuti dimulai.