Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Potret Kehidupan ART dari Zaman Kolonialisme hingga Saat Ini

22 November 2021   09:46 Diperbarui: 28 November 2021   05:58 1624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu karya lukisan Josias Cornelis Rappard. | sumber: wikimedia.org

Hal itu karena biasanya setiap satu pembantu memiliki tugas khusus. Ada yang bertugas khusus di dapur, di kebun, mengasuh anak, hingga urusan keamanan. Bahkan, ada juga yang bertugas khusus memayungi majikan. 

Setelah transportasi masuk ke Hindia Belanda, maka orang Belanda yang royal tersebut akan menambah satu kursi pembantu lagi yaitu untuk posisi sopir. 

Lalu, bagaimana kehidupan para pembantu itu? Apakah sejahtera atau tidak?  Mengutip dari tirto.id, kondisi ART pada saat itu jauh dari kata sejahtera. 

Rodolf Mrazek dalam bukunya Engineer of Happy Land menuliskan, kondisi para pembantu yang tinggal di perkampungan pribumi di kota besar dan kota kecil Hindia Belanda pada tahun 1937. 

Para pembantu yang tinggal di sana mendapatkan gaji begitu kecil. Para majikan pun terpaksa membayar ongkos mereka untuk naik bus, jitney atau dokar ke tempat kerja.

Jika tidak begitu, para pembantu itu akan terkuras tenaganya jika disuruh jalan kaki ke tempat kerja. Oleh sebab itu, majikan memberi upah berupa ongkos saja. 

Kondisi ART saat ini

Meskipun zaman perbudakan sudah tidak ada, akan tetapi profesi ART seperti penggantinya. Si tuan seakan mempunyai kekuasaan penuh atas para pembantunya. 

Para ART ini harus melayani keinginan majikan. Bahkan hanya untuk memberi minum jika si majikan haus. Si majikan terkadang menyuruh ini itu pada ART tanpa batasan waktu dan pekerjaan yang jelas. 

Tidak jarang si majikan justru melakukan sikap diskriminatif pada ARTnya. Bahkan ada juga majikan yang membayar rendah ART hingga menjadi objek kekerasan seksual. 

Selain itu, sampai saat ini tak jarang banyak yang menyebut ART sebagai pembantu. Padahal sebutan pembantu begitu merendahkan martabat seseorang. 

Konotasi pembantu begitu negatif, profesi ini dianggap sebagai pekerjaan rendahan, pekerjaan ini hanya cocok bagi mereka yang berpendidikan rendah dan tidak memiliki keahlian khusus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun