Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Potret Kehidupan ART dari Zaman Kolonialisme hingga Saat Ini

22 November 2021   09:46 Diperbarui: 28 November 2021   05:58 1624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu karya lukisan Josias Cornelis Rappard. | sumber: wikimedia.org

Padahal, faktanya tidak semua orang mahir mengurus rumah tangga. Buktinya, jika ART mudik, kerepotan juga toh si nyonya yang kesulitan memasak untuk si suami. 

Tidak heran stigma negatif tersebut melekat sampai saat ini. Itu artinya, tidak ada perbedaan sama sekali antara pembantu dengan budak. Hanya upah dan penyebutan saja yang berbeda. 

Sudah sepantasnya frasa ART atau pembantu diganti dengan frasa lebih formal. Frasa yang lebih melindungi mereka semua secara politis. Bagi saya, frasa Pekerja Rumah Tangga jauh lebih manusiawi.

Para ART ini sudah seharusnya disebut sebagai pekerja dan kedudukan mereka harus dilindungi oleh undang-undang. Padahal, ART sudah memenuhi unsur pekerjaan sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan yang meliputi unsur pekerjaan, upah, dan perintah. 

Jadi, kedudukan para ART ini harusnya sejajar dengan pekerja pada sektor lain dan memiliki hak yang sama. Tidak ada regulasi yang jelas soal pekerjaan ART membuat profesi ini tidak jelas, baik dari segi pekerjaan, jam kerja hingga upah.

Pekerjaan seorang ART begitu kompleks meliputi memasak, mencuci, belanja, mengasuh anak dan masih banyak lagi. 

Selain itu, waktu bekerja ART juga begitu panjang. Apalagi jika si ART tinggal satu rumah dengan majikan. Maka tidak heran jika pekerjaan mereka bisa sampai malam. 

Selain itu, tidak adanya regulasi soal ART membuat gaji mereka tidak ada batas minimum seperti pekerjaan pada umumnya. Padahal, seperti yang sudah dijelaskan di atas, ART sudah memenuhi unsur pekerja.

Meskipun sebelum bekerja pada majikan, tetap saja akan ada perjanjian kerja, tapi hal itu tetap tidak menjadi jaminan karena regulasi soal ART belum ada. 

Hal ini berbeda dengan pekerjaan sektor lain saat melakukan perjanjian kerja. Tentu isi dari perjanjian itu mencakup upah, jam kerja, lembur, hingga jaminan sosial lain. Mengapa demikian? Karena hal itu jelas telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan. 

Tapi untuk sektor ART tidak demikian, mereka yang bekerja sampai larut malam di rumah majikan tentu tidak akan masuk lembur dan mendapat upah. Jadi, regulasi soal PRT begitu urgen untuk memenuhi hak para PRT ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun