Sepakbola bak sebuah drama, banyak sekali drama yang terjadi di dalam maupun di luar lapangan. Itulah sebabnya mengapa olahraga olah bola ini begitu menarik.
Baru-baru ini pecinta sepakbola dunia digemparkan dengan adanya turnamen tandingan UEFA Champions League (UCL) yaitu European Super League (ESL).Â
Ternyata dualisme kompetisi tidak hanya terjadi di Indonesia dulu, di Eropa sana juga demikian, bahkan levelnya jauh lebih besar dibandingkan liga.
Ada dua belas klub yang terdiri  dari tiga liga besar Eropa, klub-klub tersebut yang menginisiasi pembentukan liga tandingan Liga Champions ini.
Klub asal liga Inggris menjadi penyumbang paling banyak diantaranya, Manchester United, Manchester City, Arsenal, Chelsea, Liverpool, dan Tottenham Hotspur.
Klub Spanyol terdiri dari Real Madrid, Barcelona, dan Atletico Madrid. Sedangkan klub asal Italia diwakili oleh Inter Milan, AC Milan, dan Juventus.
Bahkan Arsenal melalui akun twitter resminya dengan bangga mengumumkan bahwa mereka bagian dari pendiri Liga Super Eropa. Sejauh ini kicauan tersebut mendapatkan 7 ribu tweet lebih dan 23 ribu lebih suka.
Beragam komentar muncul terkait ini, salah satunya dari netizen Indonesia yang menyatakan bahwa Arsenal kocak. Melawan klub yang hampir terdagradasi di liga saja kewalahan, bagaimana ceritanya jika mereka bermain di ESL.
Tidak semua klub besar Eropa setuju dengan ide pembentukkan kompetisi tersebut, Bayern Munchen dan Borussia Dortmund dikabarkan  menolak usulan ini.
Selain itu, Paris Saint Germain juga menolak usulan tersebut, mengingat bos klub asal kota Paris tersebut merupakan bagian dari UEFA dan bos dari beIN Media Grup yang memegang penuh hak siar Liga Champons.
Ide pembentukkan tersebut jelas ditentang, Federasi Sepak Bola Inggris juga menentang ide ini. Bahkan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menolak usulan ini, menurutnya kompetisi tersebut sangat membahayakan sepakbola.
Penolakan juga datang dari UEFA selaku federasi sepakbola tertinggi Eropa. Bahkan UEFA mengancam klub yang terlibat dalam European Super League akan disanksi, sanksi tersebut klub tidak boleh mengikuti turnamen remsi baik itu di Eropa maupun dunia.
UEFA bahkan mengancam pemain yang ikut dalam turnamen tersebut dilarang untuk membela tim nasional negaranya.Â
Rencananya, kompetisi tersebut akan diikuti oleh 20 klub yang berpartisipasi. 15 diantaranya adalah klub pendiri dan 5 tim tambahan. Mekanisme lima tim lain untuk lolos adalah berdasarkan pencapaian setiap tahun berdasarkan pencapaian musim sebelumnya.
Pertandingan sendiri akan digelar tengah pekan dengan semua klub yang berpartisipasi terus bersaing di liga masing-masing, dengan dalih mempertahankan kalender pertandingan domestik tradisional.
Musim pertama ESL akan digelar pada Agustus. 20 klub yang tampil akan dibagi ke dalam dua grup sehingga dalam satu grup terdiri dari 10 klub. Fase grup juga akan dilaksankan dengan konsep tandang dan kandang.
3 klub teratas dalam grup otomatis lolos ke perempat final. Sementara itu untuk peringkat keempat dan kelima akan menjalani play off guna memperebutkan tiket perempat final dengan sistem dua leg.
Setelah babak 8 besar, pertandingan akan dilaksanakan dengan format sistem gugur, tetapi masih menggunakan sistem kandang tandang sampai dengan semi final, dan partai final ditentukan dengan pertandingan tunggal.
Klub pendiri tersebut jelas merupakan klub elit dalam liga masing-masing, mungkin di Eropa. Bukan tidak mungkin kompetisi yang akan digelar nanti bisa menghasilkan pendapatan yang lebih besar dibandingkan ikut berpartisipasi dalam Liga Champions di bawah naungan UEFA.
Menururt laporan The New York Times yang dikutip melalui tirto.id, kompetisi tersebut akan memberikan penghasilan yang besar bagi klub elit eropa tersebut. Dalam Liga Champions dan Liga Eropa memang banyak sponsor, tetapi harus dibagi kepada klub kecil dari tiap negara.
Bisa dibayangkan bagaimana dampak yang ditimbulkan kepada klub-klub kecil apabila kompetisi ini bergulir. Bukan rahasia umum, klub-klub di atas mendapatkan suntikan sponsor yang besar, selain itu kehadiran mereka dalam kompetisi Eropa juga bisa mendatangkan sponsor yang besar.
Apa jadinya jika hanya mereka memisahkan diri, membuat kompetisi sendiri meraup keuntungan sendiri. Memanfaatkan nama besar dan mendapatkan keuntungan sendiri jelas merupakan keserakahan, congak, mungkin pongah dari klub-klub tersebut.
Kelima belas klub tersebut jelas akan mendapatkan keuntungan besar, mengingat mereka imun dengan degradasi. Sedangkan kelima klub anak bawang lainnya akan dirotasi berdasarkan peforma mereka pada musim sebelumnya.
Mereka tidak memikirkan nasib klub lain yang bergantung pada pendapatan kala bersua dengan mereka di kompetisi resmi, baik itu Liga Champions maupun Liga Eropa nanti. Kompetisi tersebut hanyalah bentuk kepongahan, kecongakan dari klub-klub besar tersebut, dan mematikan tim kecil.