Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Untuk Harga Pangan Stabil, Kendalikan Rantai Pasoknya

11 April 2018   21:26 Diperbarui: 12 April 2018   14:35 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Sawah di Desa Tembi Yogyakarta (dok. pribadi)

Pangan di Indonesia bisa diidentikkan dengan beras, karena jenis pangan inilah yang menjadi makanan pokok sebagian besar masyarakat. Apabila terjadi gangguan terhadap ketahanan pangan (beras) seperti kurangnya sediaan dan naiknya harga beras, maka akan menimbulkan dampak yang serius.

Dampak tersebut misalnya terjadinya kerawanan sosial, ketidakstabilan ekonomi dan politik, hingga terganggunya stabilitas nasional.

Melambungnya harga beras pada saat terjadi krisis 1998 tidak hanya menyebabkan terganggunya ketahanan pangan, bahkan berimplikasi serius terhadap kerawanan sosial, ketidakstabilan politik, dan diikuti jatuhnya pemerintahan Orde Baru.

Sungguh sangat ironis, Pak Harto yang berhasil mengubah Indonesia dari status pengimpor menjadi negara yang berswasembada beras pada akhirnya harus jatuh karena masalah beras juga. Krisis ekonomi yang terjadi pada masa-masa akhir pemerintahannya, salah satunya adalah meroketnya harga beras, berubah menjadi krisis multidimensi yang memaksanya harus lengser keprabon.

Badan Pusat Statitstik mencatat bahwa harga eceran beras di 33 kota (ibu kota provinsi) di Indonesia terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Di Pulau Jawa yang menjadi sentra produksi beras, harga eceran di pasar tradisional Jakarta adalah harga tertinggi dibandingkan dengan lima kota lainnya.

Pada tahun 2015 tercatat kenaikan harga eceran beras terbesar selama kurun waktu 2011-2016, yaitu sebesar 12,3% (untuk Pulau Jawa) dan 10,1% (nasional) sebelum kembali stabil di tahun 2016. Sedangkan pada tahun 2017, harga beras relatif stabil di 3 kwartal pertama dan mulai naik pada bulan September.

Tabel Rata-rata Harga Eceran Beras di Pulau Jawa 2011-2016 (Sumber: Diolah dari Data BPS)
Tabel Rata-rata Harga Eceran Beras di Pulau Jawa 2011-2016 (Sumber: Diolah dari Data BPS)
Grafik Harga Beras Medium 2017 - 2018 (sumber: katadata.co.id)
Grafik Harga Beras Medium 2017 - 2018 (sumber: katadata.co.id)
Pada prinsipnya faktor yang memengaruhi harga beras tidak jauh berbeda dengan faktor yang memengaruhi harga barang barang dan jasa pada umumnya, dimana hukum penawaran dan permintaan berlaku. Jika jumlah penawaran naik maka harga akan turun, dan sebaliknya jika jumlah permintaan naik maka harga akan naik.

Dalam persoalan mengenai beras, jumlah penawaran bisa diartikan sebagai jumlah produksi beras (ditambah impor beras), sedangkan jumlah permintaan bisa dilihat sebagai jumlah konsumsinya.

Data produksi dan konsumsi beras nasional tahun 2105-2017 menunjukkan bahwa Indonesia mengalami surplus. Produksi beras tahun 2017 mencapai 46,16 juta ton, sedangkan konsumsi beras mencapai 32,7 juta ton. Neraca beras nasional tercatat mengalami surplus sebesar 11,9 juta ton setelah dikurangi penggunaan non pangan.

Surplus tersebut diperkirakan juga terjadi untuk tahun 2018 (surplus12,7 juta ton) dan tahun 2019 (surplus 13,5 juta ton). Secara logika, jika beras nasional mengalami surplus setiap tahun maka tidak akan terjadi kenaikan harga beras. Lalu mengapa faktanya harga beras terus naik, bahkan sempat terjadi kenaikan yang cukup besar di tahun 2015?

Tabel Produksi dan Konsumsi Beras Nasional 2015-2019 (sumber: katadata.co.id)
Tabel Produksi dan Konsumsi Beras Nasional 2015-2019 (sumber: katadata.co.id)
Masa-masa menjelang bulan puasa dan lebaran menjadi waktu rawan terjadinya kenaikan harga beras. Kenaikan biasanya dipengaruhi oleh spekulasi para pedagang bermodal besar yang memanfaatkan ketidaksempurnaan pasar dengan cara menimbun stok, dan kemudian melepasnya ke pasar secara perlahan.

Dengan market share besar yang dimiliki, mereka bisa mengatur pasar secara leluasa. Inilah alasannya mengapa kenaikan harga beras tidak serta-merta dinikmati oleh petani sebagai produsen.

Kebijakan pemerintah menjadi salah satu faktor kunci untuk menjaga kestabilan harga beras tersebut. Baru-baru ini, Kementerian Perdagangan telah meminta pelaku usaha untuk mengikuti Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditi beras mulai tanggal 1 April 2018.

Seluruh pedagang beras di pasar tradisional wajib menjual beras dengan HET di wilayah masing-masing. Namun apakah langkah pemerintah dengan menetapkan HET ini akan efektif untuk menjaga kestabilan harga beras dalam jangka panjang?

Penetapan HET tersebut hanyalah mengatur harga di tingkat pedagang eceran sebagai mata rantai paling akhir dalam perdagangan beras. Diperlukan upaya-upaya lainnya yang harus dilakukan, mengingat perdagangan beras memiliki rantai pasok yang cukup panjang mulai dari petani sebagai produsen hingga sampai ke tangan konsumen. Pola distribusi beras melalui 4 hingga 6 titik distribusi sebelum bahan pokok tersebut sampai ke tangan konsumen.

Petani padi menjual hasil panennya kepada tengkulak yang akan mengeringkan padi tersebut. Selanjutnya tengkulak akan menjual padi kering kepada pemilik penggilingan. Pemilik penggilingan akan menjual beras hasil giling kepada pedagang berskala besar yang memiliki gudang penyimpanan berkapasitas besar.

Pedagang berskala besar menjualnya kepada pedagang berskala kecil di tingkat provinsi atau antar pulau (seperti pedagang di pasar induk Cipinang). Pedagang berskala kecil menjualnya ke pedagang eceran, dan akhirnya pedagang eceran menjual ke konsumen.

Dalam rantai pasok atau rantai distribusi tersebut, margin laba terbesar akan dinikmati oleh para tengkulak, pemilik penggilingan padi, atau pedagang grosir di mana margin yang didapatkan mencapai 60-80%. Sementara margin yang diperoleh pedagang eceran hanya sebesar 1,8% hingga 1,9% saja.

Penetapan HET beras yang hanya mengatur harga di tingkat pedagang eceran yang hanya menikmati margin laba kurang dari dua persen tersebut tentunya bukanlah langkah signifikan dalam usaha menjaga stabilitas harga beras. Langkah lain yang sangat perlu dilakukan adalah bagaimana mengendalikan rantai pasok dalam hal ini penikmat margin laba beras sebesar 60-80%.

Ada dua opsi yang bisa dilakukan pemerintah , yang pertama yaitu memotong rantai tersebut. Pilihan kedua adalah dengan mengatur berapa harga tertinggi di tiap-tiap rantai distribusi.

Langkah untuk memotong rantai distribusi yang terlalu panjang bukanlah perkara mudah, namun tetap perlu diambil untuk menjaga kestabilan harga beras. Titik atau tahapan yang selama ini dipegang oleh tengkulak, pemilik penggilingan padi, dan pedagang berskala besar bisa diambil alih oleh pemerintah.

Bulog dengan gudang-gudang berasnya berskala besar perlu dilengkapi dengan penggilingan padi, yang menerima beras secara langsung dari koperasi yang menampung hasil panen petani. Koperasi tersebut tentunya juga secara langsung berada di bawah kendali pemerintah atau Bulog. Perlu investasi yang cukup besar untuk melakukan hal ini.

Jika opsi pertama dirasakan terlalu berat, ada opsi lainnya tanpa memotong rantai distribusi yaitu dengan mengatur tingkat harga tertinggi di tiap-tiap rantai distribusi. Harga di tingkat tengkulak, penggilingan padi, pedagang grosis skala besar, skala kecil, hingga eceran perlu diatur. Margin laba 60-80% yang diperoleh tengkulak, pemilik penggilingan padi, atau pedagang grosir perlu dipangkas. 

Dibutuhkan keberanian yang besar untuk melakukan hal tersebut, mengingat titik-titik tersebut dikuasai oleh pemilik modal besar yang selama ini memiliki kekuatan dalam menentukan harga pasar. Pemerintah bisa menerbitkan peraturan perundangan yang memiliki kekuatan hukum dan memberikan sanksi bagi yang melanggarnya.

Satu hal yang patut diapresiasi terhadap pemerintah saat ini adalah adanya prioritas pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia. Infrastruktur yang memadai juga menjadi penentu lancar atau tidaknya distribusi pangan. Hal tersebut pada akhirnya ikut memberi andil terhadap harga pangan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun