Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pelecehan Nalar di Dugaan Pelecehan Seksual terhadap Putri Candrawathi

15 September 2022   23:14 Diperbarui: 15 September 2022   23:18 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi saat menjalani rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J.  Selasa (30/8/2022). (KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

Pada 12 Agustus 2022, polisi telah menghentikan penyelidikan terhadap laporan Putri Candrawathi, istri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, mengenai dugaan pelecehan seksual yang dilakukan almarhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat kepadanya. Karena polisi tidak menemukan bukti tentang itu. Polisi justru menduga laporan palsu itu hanya dibuat untuk memperkuat rekayasa kejadian terbunuhnya (pembunuhan) Brigadir Yosua versi Ferdy Sambo.

Ketika polisi semakin fokus dan semakin kuat menemukan bukti-bukti yang mempertegaskan adanya pembunuhan berencana oleh Ferdy Sambo kepada Yosua itu, pada 5 September 2022, -- 55 hari setelah kejadian, -- Komnas HAM dan Komnas Perempuan justru mengungkit kembali dugaan pelecehan seksual tersebut.

Mereka bersepakat berkesimpulan bahwa dari hasil penyelidikan mereka, ditemukan bukti-bukti "dugaan kuat" telah terjadi pelecehan seksual  oleh Brigadir Yosua kepada Putri Candrawathi.

Tempat kejadian perkaranya, kata mereka, memang bukan di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta, tetapi di rumah pribadi Ferdy di Magelang. Kejadiannya pada 7 Juli 2022, sore.  Persis dengan pengakuan Putri, setelah skenario tentang kejadian pelecehan seksual dan tembak-menembak antara dua ajudan di rumah Duren Tiga, jakarta,  terbongkar kebohongannya.

"Dugaan itu didasarkan keterangan saksi/korban yakni PC, KM, RR, dan Susi. Juga dua ahli psikologi yang mendampingi selama ini. Kasus KS (kekerasan seksual) juga masuk di BAP, di dalam rekonstruksi dan berkas perkara yang dilimpahkan ke Kejaksaan," kata Taufan (5/9/2022). 

Padahal berdasarkan pengakuan para tersangka kepada polisi, baik itu Kuat Ma'aruf (MK); maupun dua ajudan Ferdy Sambo,  Baradha Richard Eliezer (Baradha E), maupun Bripka Ricky Rizal (RR) tidak ada yang mengakui mereka melihat kejadian langsung yang patut diduga sebagai suatu pelecehan seksual di rumah Ferdy Sambo di Magelang itu.

Ferdy Sambo jelas tidak mengetahui apapun karena ia tidak berada di Magelang ketika peristiwa misterius di rumahnya itu terjadi. Tetapi, ia bisa mengatakan saat di sidang etik, dengan begitu yakin bahwa istrinya benar-benar dilecehkan, hendak diperkosa Yosua?

"Dan Yosua membanting istri terduga pelanggar sampai lantai kamar, kemudian istri terduga pelanggar tergeletak di pintu kamar mandi," kata Kabaintelkam Polri Komjen Ahmad Dofiri saat membacakan keterangan Ferdy Sambo dalam sidang etik tersebut.

Kalau benar Putri dibanting Yosua sampai terjatuh di lantai kamar mandi, tentu ada bekas memarnya. Anehnya, sejak awal Putri melaporkan pertama kali ke polisi bahwa ia dilecehkan secara seksual oleh Yosua, ia selalu menolak untuk divisum.  Padahal kalau divisum saat itu pasti ditemukan bekas-bekas penganiayaan dan pelecehan seksual itu.

Yang pasti mengetahui apakah benar ada atau tidak ada kejadian pelecehan seksual itu adalah Putri dan alamarhum Yosua. Para tokoh lain dalam kisah nyata misterius itu; Ferdy Sambo, Kuat Ma'aruf, Siti, Baradha Richard Eliezer, dan Bripka Ricky Rizal, sesungguhnya tidak ada mengetahuinya secara pasti. Terutama Ricky Rizal dan Richard Eliezer yang sedang berada jauh dari rumah itu saat kejadian.

Seperti kesaksian Ricky Rizal yang disampaikan kepada pengacaranya.

Saat Ricky dan Richard Eliezer kembali ke rumah itu karena ditelepon disuruh kembali oleh Putri. Mereka mendapati di lantai 1 tidak ada orang. Di lantai 2 ada Kuat Ma'aruf dan asisten rumah tangga perempuan, Susi. Kuat tampak sedang panik dan tegang. Susi sedang duduk sambil menangis.

Ketika ditanya Ricky, ada apa?  Kuat menjawab, ia tidak tahu, sebelumnya ia melihat Yosua mengendap-ngendap di tangga. Ketika ditegur Kuat, ia malah melarikan diri ke bawah, ke luar rumah.

Sesaat kemudian Yosua kembali, dan saat hendak naik ke lantai dua untuk melihat Putri yang sedang sakit di kamarnya, ia dihalangi oleh Kuat dengan ancaman pisau. Yosua pun kembali pergi ke bawah.

Kuat menyuruh Ricky masuk melihat keadaan Putri di kamar. Ricky masuk, melihat Putri sedang berbaring di ranjang.  Ia bertanya keadaan Putri, tetapi Putri tidak menjawabnya. Malah balik bertanya, di mana Yosua. Putri menyuruh Ricky memanggil Yosua.

Atas inisiatifnya karena khawatir dengan ketegangan antara Yosua dengan Kuat, sebelum memanggil Yosua, Ricky mengamankan pistol dan senjata laras panjang Yosua ke kamar anak Ferdy Sambo dan menguncinya.

Ia lalu turun ke bawah, melihat Yosua di teras. Diduga saat-saat itulah Yosua menelepon pacarnya yang berada di Jember, memberitahu, si Kuat (yang salah didengar oleh pacarnya sebagai 'squad') melarangnya naik ke lantai 2, dan mengancam hendak membunuhnya.

Ricky menyampaikan ke Yosua bahwa ia dipanggil Putri. Ricky bertanya kepada Yosua, ada kejadian apa? Yosua menjawab dengan nada kesal, ia tidak mengerti, kenapa Kuat marah-marah kepadanya.

Ricky menemani Yosua kembali ke lantai 2 untuk menemui Putri di kamarnya. Yosua masuk kamar, duduk di lantai di dekat ranjang Putri yang sedang berbaring. Ricky tidak ikut masuk. Ia meninggalkan mereka berdua. Ia berada di jarak yang tidak bisa membuat ia mendengar apa percakapan antara Putri dan Yosua. Pintu kamar di biar terbuka.

Menurut Ricky, ada sekitar 15 menit Putri berdua saja dengan Yosua di kamar. Setelah itu Yosua keluar, ditemani Ricky kembali ke bawah. Ia bertanya lagi ke Yosua, ada apa? Yosua yang sudah lebih tenang menjawab, sudah tidak apa-apa.

Masuk akal kah, korban dugaan pelecehan seksual, korban percobaan pemerkosaan, yang sampai dibanting ke lantai oleh terduga pelaku? Masuk akal kah, sesaat setelah kejadian, justru mencari pelakunya, ingin berdua saja dengan pelakunya, berbicara berdua saja dengan pelaku dengan tenang di tempat kejadian perkara, selama sekitar 15 menit?

Normalnya, jika benar Yosua begitu kurang ajarnya dan nekad masuk ke kamarnya dan mencoba melakukan pelecehan seksual terhadapnya, Putri, istri komandannya sendiri, -- istri seorang Jenderal dan Kadiv Propam Polri, -- pasti spontan memarahinya, berteriak, dan mengusir Yosua saat itu juga.

***

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyanti dalam pernyataan pers bersama Komnas HAM itu menegaskan bahwa Putri sebagai korban dugaan percobaan pemerkosaan itu enggan melaporkan karena malu, menyalahkan diri sendiri, dan takut terhadap ancaman pelaku (Yosua).

"Kami perlu menegaskan bahwa keengganan pelapor untuk melaporkan kasusnya sedari awal itu karena memang merasa malu dalam pernyataannya. Ya merasa malu menyalahkan diri sendiri takut pada ancaman pelaku dan dampak yang mungkin mempengaruhi seluruh kehidupannya dalam kasus ini posisi sebagai istri dari seorang petinggi kepolisian pada usia yang jelang 50 tahun memiliki anak perempuan."

Masuk akal kah, seorang ajudan yang hanya berpangkat Brigadir, begitu beraninya melakukan pelecehan seksual kepada istri komandannya yang berpangkat Jenderal, di rumah Jenderal itu, saat di rumah ada orang lain?

Masuk akal kah, istri dari Kadiv Propam Polri, komandan polisinya polisi, takut terhadap ancaman seorang ajudannya di rumahnya sendiri, saat di rumah ada orang lain?

Lebih sulit diterima nalar, katanya Putri takut dengan ancaman Yosua, tetapi kok sesaat setelah kejadian  malah memanggil Yosua untuk berbicara berdua saja dengannya di kamar tempat kejadian pelecehan?

Kenapa ia tidak berteriak, marah dan mengusir ajudannya yang begitu konyol keberaniannya itu? Malah justru mencari ajudannya itu untuk berbicara berdua saja di lokasi kejadian?

Ini namanya pelecehan nalar di dugaan kuat pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi.

Komnas HAM dan Komnas Perempuan mengaitkan bukti ada telepon dari Yosua kepada pacarnya yang menginformaskan ia (Yosua) dilarang Kuat naik ke lantai 2 dengan ancaman akan dibunuh, sebagai indikasi kuat adanya dugaan pelecehan seksual itu. Mungkin logika mereka adalah Kuat melakukan hal itu karena Kuat tahu Yosua telah melakukan pelecehan seksual kepada Putri.

Padahal menurut kesaksian Ricky Rizal, saat Yosua kembali dan hendak naik ke lantai 2 untuk menemui Putri di kamarnya, Kuat menghadangnya dengan pisau. Apakah mungkin pelaku pelecehan seksual mau kembali menemui korbannya di saat sudah ada banyak orang di situ. Apalagi kemudian justru Putri yang menyuruh Rizal memanggil Yosua untuk berbicara berdua dengannya di kamar.  

***

Komnas HAM dan Komnas Perempuan itu seolah-olah lupa bahwa Putri Candrawathi yang mengaku telah mengalami pelecehan seksual itu merupakan salah satu tersangka dari pembunuhan berencana terhadap Yosua, yang diotaki suaminya, Ferdy Sambo.  

Awalnya ia bersengkongkol dengan suaminya untuk membuat kesaksian dan laporan palsu bahwa kejadian pelecehan seksual itu terjadi di rumah dinas Ferdy sambo di Duren Tiga, Jakarta. Setelah ketahuan berbohong, ia mengatakan, ia berbohong atas arahan suaminya.

Perubahan pengakuan bahwa kejadian pelecehan seksual itu bukan di rumah Duren Tiga, Jakarta, tetapi di rumah pribadi mereka di Magelang pun, dikemukakan oleh Ferdy Sambo saat dia di sidang etik. Kemudian Putri juga mengatakan hal yang sama. Apakah ini bukan bagian dari rekayasa planning B setelah planning A gagal?

Orang yang pernah berbohong dan merupakan salah satu tersangka pembunuhan berencana itu, apakah bisa begitu saja dipercaya pengakuannya?

Justru pengakuan Putri Cendrawathi tanpa bukti yang cukup itu patut diduga kuat sebagai strategi persiapan untuk meringankan hukuman suaminya kelak saat di persidangan.

Skenario awal buatan Ferdy Sambo adalah ia tidak berada di TKP saat  terjadi pelecehan seksual oleh Yosua kepada istrinya di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta, yang diikuti dengan tembak-menembak antara Yosua dengan Richard Eliezer, yang mengakibatkan tewasnya Yosua itu.

Maksud dan tujuan skenario awal yang kemudian berantakan itu adalah Ferdy Sambo ingin cuci tangan, seolah-olah ia tidak ada sangkut paut dengan terbunuhnya (pembunuhan) Yosua. Sehingga ia tidak tersentuh hukum. Demikian juga dengan istrinya, Putri Candrawathi. Untuk Richard Eliezer yang ditumbalkan juga direncanakan bebas dari tuduhan pembunuhan, karena "yang terjadi adalah tembak-menembak", bukan pembunuhan. Kasus ditutup.  

***

Setelah skenario awal itu berantakan. Terbongkar kejadian sebenarnya. Motif pembunuhan karena istrinya dilecehkan secara seksual oleh Yosua sangat penting bagi Ferdy Sambo. Motif itu diharapkan kelak di persidangan akan menjadi pertimbangan dan kesimpulan hakim bahwa pembunuhan tersebut bukan pembunuhan berencana yang diancam dengan hukuman terberat, yaitu hukuman mati (Pasal 340 KUHP), tetapi hanya pembunuhan biasa (Pasal 380 KUHP) yang ancaman hukuman terberatnya hanya 15 tahun penjara.

Bekas Hakim Agung Gayus Lumbuun, di acara Aiman Wicaksono, Kompas TV, 7/9/2022, mengatakan, faktor emosional, amarah dari Ferdy Sambo, setelah mendengar istrinya dilecehkan secara seksual, bisa menjadi faktor meringankan karena bisa jadi unsur pembunuhan berencana tidak terbukti.

Gayus membandingkan kasus pembunuhan Yosua oleh Ferdy Sambo dengan kasus pembunuhan terhadap empat orang pembunuh seorang anggota TNI yang ditahan  di Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, pada 23 Maret 2013 silam. Pelaku pembunuhan itu adalah beberapa anggota TNI yang murka mendengar rekannya dibunuh empat orang itu. Mereka menyerbu menerobos masuk lapas, merusak CCTV, dan menembak mati empat orang itu di sel tahanannya.

Gayus menerangkan, hal terpenting dalam perbandingan dua  kasus itu, adalah apakah aksi kekerasan hingga menghilangkan nyawa orang lain itu merupakan perbuatan yang terjadi secara spontan atau sudah direncanakan.

Peristiwa penembakan yang menewaskan empat orang di Lapas Cebongan dalam putusan akhir Mahkamah Militer disimpulkan terjadi karena aksi spontanitas dan tidak direncanakan.

"Karena pasalnya tidak bisa berkaitan dengan perencanaan pembunuhan, dalam hal ini seorang prajurit yang mempengaruhi jiwanya, dia bebas bersenjata," kata Gayus.

Menurut mantan Hakim Agung Kamar Pidana Umum dan Militer 2011-2018 itu, penembakan di Lapas Cebongan terjadi karena jiwa korsa (esprit de corps) yang tinggi dari para pelaku. Pelaku penembakan, Serda Ucok Tigor Simbolon, mengaku marah setelah mendengar rekannya, Serka Heru Santosa, tewas karena ditusuk pecahan botol dalam pertengkaran di Hugo's Cafe, beberapa hari sebelumnya.

"Emosi tinggi mereka baru selesai latihan dan dia memegang senjata. Maka dia melakukan tindakan kekerasan yang bukan berencana," kata Gayus.

Terkait dengan gerakan yang sistematis saat para pelaku menerobos Lapas Cebongan, mematikan listrik hingga mengambil rekaman kamera CCTV, kata Gayus hal itu bukan termasuk dalam niat merencanakan pembunuhan.

"Itu teknis. Perencanaan harus niat. Niat yang berencana. Tapi ini bukan keinginan, spontanitas karena tekanan sesuatu dalam hal ini esprit de corps kepada pasukannya maka timbul lah satu tindakan, yaitu dengan membunuh sekali 4 orang dan mendatangi tempat yang dia tidak bebas, korbannya tidak bebas," papar Gayus.

"Apapun hakim militer akan berpandangan bahwa ini memang bukan perencanaan," sambung Gayus.

Menurut Gayus, dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua, penyidik Polri dan jaksa penuntut umum harus bisa membuktikan konstruksi perkara dengan sangkaan pembunuhan berencana. Sebab menurut dia, jika penyidik Polri dan jaksa penuntut umum tidak cermat, maka membuka peluang bagi Irjen Ferdy Sambo, yang ditetapkan menjadi salah satu tersangka, lolos dari sangkaan pembunuhan berencana.

"Ini hampir mendekati hal-hal yang bisa kita khawatirkan bahwa tidak direncanakan karena pengaruh sesuatu. Oleh karena itu pengaruh sesuatu ini perlu diteliti sebagai bentuk analisis perbuatan."

Dari penjelasan Gayus Lumbuun itu, hal yang kita khawatirkan itu bisa saja terjadi. Nanti pada persidangan Ferdy Sambo. Hakim bisa saja akan menilai Ferdy Sambo melakukan pembunuhan itu bukan direncanakan terlebih dahulu, tetapi karena faktor amarah yang teramat sangat saat mengetahui istrinya telah dilecehkan secara seksual oleh Yosua, ajudannya yang begitu dia percaya.

Sebagai polisi ia selalu bersenjata. Ia meminta Baradha Richard Eliezer untuk menembak Brigadir Yosua; ia memerintahkan kepada kolega dan bawahannya untuk menghilangkan/merusak alat-alat bukti seperti CCTV, itu semua bukan termasuk niat merencanakan pembunuhan.

Maka itu faktor adanya atau diadakan pelecehan seksual oleh Yosua terhadap Putri sebagai motif sangat penting ada bagi Ferdy Sambo untuk kelak bisa mengurangi hukumannya. Dari  ancaman hukuman terberat karena pembunuhan berencana, yaitu hukuman mati. Menjadi hukuman terberat hanya 15 tahun penjara karena hanya terbukti sebagai pembunuhan biasa.

Sebagai seorang polisi berpangkat Inspektur Jenderal yang begitu banyak pengalamannya sebagai seorang reserse, Ferdy Sambo tentu sangat paham akan semua strategi dan hal yang disebut di atas.

***

Lembaga Perlindungan Saksi (LPSK) mempunyai temuan dan kesimpulan berbeda dengan Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Melalui Wakil Ketua-nya, Edwin Partogi, pada 5 September 2022, LPSK menyatakan terdapat sejumlah kejanggalan terhadap dugaan terjadinya pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi oleh Brigadir Yosua itu.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik tersinggung dengan pernyataan LPSK itu. Ia merasa seolah-olah LPSK mencampuri kewenangan Komnas HAM.  Ia menghimbau agar LPSK mengurus tupoksinya sendiri, yaitu menjaga keselamatan Bharada Richard Eleizer.  Jangan mencampuri tupoksi lembaga lain.

"Dia (LPSK) urus saja tupoksinya. Menjamin keselamatan Bharada E, jangan masuk ke tupoksi lembaga lain," katanya kesal.

Padahal sebenarnya kesimpulan LPSK itu masih terkait dengan tupoksinya. Mereka pernah diminta untuk melindungi Putri sebagai saksi korban dugaan pelecehan seksual oleh Brigadir Yosua. Ketika itu masih dalam skenario TKP-nya di rumah Duren Tiga, Jakarta.

Tetapi setelah melakukan beberapakali upaya asesmen, LPSK berkesimpulan bahwa Putri tidak memenuhi syarat untuk dilindungi sebagai saksi korban. Mereka punya kesimpulan yang sama dengan polisi waktu itu, bahwa pelecehan seksual itu sebenarnya tidak ada. LPSK malah curiga bahwa permintan perlindungan untuk Putri itu bukan berasal dari Putri sendiri.

Dan, ternyata memang merupakan bagian dari skenario palsu terbunuhnya (pembunuhan) Brigadir Yosua. Putri sendiri mengaku, ia disuruh suaminya mengaku Yosua melakukan pelecehan seksual terhadapnya di rumah Duren Tiga, Jakarta. Untuk melengkapi skenario tembak-menembak Yosua versus Baradha Richard Eliezer.

Ketika pengakuan Putri berubah dari TKP di rumah di Duren Tiga menjadi di rumah di Magelang, tentu saja LPSK mengevaluasi kembali kesimpulan mereka tersebut. Dari hasil evaluasi itulah LPSK menemukan beberapa kejanggalan dari pengakuan Putri tentang dirinya sebagai korban pelecehan seksual oleh Yosua itu.

Jadi, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik tidak perlu merasa tersinggung dan merasa terganggu dengan temuan LPSK tentang kejanggalan-kejanggalan dari dugaan pelecehan seksual itu. Yang bertentangan dengan temuan lembaga yang dipimpinnya dan Komnas Perempuan.

Kejanggalan-kejanggalan temuan LPSK itu adalah:

Pertama, rumah di Magelang itu adalah milik dan di bawah penguasaan sepenuhnya oleh Putri. Bagaimana bisa Yosua begitu nekad melakukan pelecehan seksual terhadap Putri di rumahnya.

Kedua, terkait relasi kuasa. Relasi kuasa tidak tergambar dalam peristiwa tersebut karena Yosua adalah ADC sekaligus supir pribadi Putri yang notabene atasannya.

 

Maksudnya, lazimnya pelecehan seksual itu dilakukan oleh orang yang kedudukannya lebih tinggi atau berkuasa kepada bawahannya atau orang yang di bawah kuasanya.

Ketiga, normalnya, pelaku pelecehan seksual itu memastikan tidak ada saksi sebelum melancarkan aksinya. Sedangkan saat itu masih ada anak buah Putri yang lain, yaitu Kuat Ma'aruf dan Siti. Artinya, kalau sampai ada perlawanan dari Putri (misalnya, ia berteriak), pasti akan ketahuan Kuat dan Siti.

Keempat, dalam rekonstruksi  yang tergambarkan mengenai pasca peristiwa kekerasan seksual itu, Putri masih bertanya kepada Ricky Rizal, di mana Yosua. Ia meminta Ricky memanggil Yosua menemuinya di kamarnya.

"Pertanyaan ini agak unik juga ada korban KS (kekerasan seksual) masih bertanya tentang pelaku. Dan kemudian Yosua masih menghadap ibu PC di kamarnya di Magelang itu. Jadi terduga korban dan terduga pelaku masih bisa bertemu. Padahal umumnya korban KS mengalami trauma, depresi, stres dan tentu sangat benci lah sama pelaku."

 Bukankah Komnas Perempuan sendiri bilang, Putri sebagai korban sangat depresi, merasa malu, dan menyalahkan diri sendiri, takut pada ancaman pelaku (Yosua)? Kok, sesaat setelah kejadian malah mencari Yosua, dan berbicara berdua saja dengan dia di kamar?

Kok bisa, depresi, merasa malu, dan takutnya muncul lama setelah itu?

Kelima, Yosua masih satu rumah dengan Putri pasca kejadian. Tanggal 7 dan 8 (Juli) Yosua dan Putri masih satu rumah. Putri yang punya rumah, yang terduga korban kok masih mau serumah dengan terduga pelaku. 

Keenam, Putri tidak melaporkan kejadian tersebut kepada polisi. Kalau kejadiannya di Magelang, kenapa tidak segera lapor polisi. Kalau Putri lapor polisi, polisi pasti datang sesegera mungkin (mengingat ia adalah istri dari Kadiv Propam Polri).

Ketujuh, kedekatan almarhum Yosua dengan keluarga Sambo. "Katanya udah bagaikan ibu dan anak. Bahkan Putri kan sempat foto Yosua lagi setrika baju anaknya." 

Kedelapan, karena Yosua adalah orang kepercayaan keluarga Sambo. "Kemudian Yosua itu orang kepercayaan FS dan PC, kepercayaan itu dia punya kamar sendiri di Saguling dan urusan kebutuhan materiil ADC lain itu lewat Yosua. Yosua juga sudah lama bersama PC dan FS kan, ya apakah FS akan memberikan ADC driver kepada istrinya orang yang tidak dipercaya?"

Sebetulnya, ada dugaan yang lebih masuk akal yang terjadi terkait pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua itu. Yang jauh daripada dugaan pelecehan seksual. Entah mengapa Komnas HAM dan Komnas Perempuan justru tidak masuk sampai ke dugan itu?

Apakah dugaan yang lebih masuk akal itu?

Saya akan menulisnya di artikel berikutnya.

(dht)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun