Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Problem Tol Laut: Mengapa Tujuannya Belum Tercapai?

26 Juni 2022   18:21 Diperbarui: 26 Juni 2022   21:02 1217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan muatan Tol Laut (Foto: Kemenhub)

Program angkutan Tol Laut adalah sistem angkutan barang kebutuhan pokok  dan barang penting melalui laut yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar dengan pelabuhan-pelabuhan kecil di daerah-daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP) di seluruh Indonesia.  

Dengan adanya konektivitas angkutan barang antara pelabuhan-pelabuhan tersebut, diharapkan terjadinya kelancaran distribusi barang pokok dan penting secara berkesimbangunan ke daerah-daerah itu sehingga mengurangi disparitas harga. Terutama antara kawasan Indonesia timur dengan Jawa.

Ada beberapa dasar hukum program Tol Laut, antara lain Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Publik untuk Angkutan Barang di Laut, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 4 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 161 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang di Laut.

Hanya barang pokok dan barang penting yang boleh diangkut dengan Tol Laut.

Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, menyatakan:

1. Barang Kebutuhan Pokok adalah barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat.

2. Barang Penting adalah barang strategis yang berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional.

Jenis Barang Kebutuhan Pokok:

Hasil pertanian: beras, kedelai bahan baku tahu dan tempe, cabe, dan bawang merah.

Hasil industri: gula, minyak goreng, dan tepung terigu.

Hasil peternakan dan perikanan: daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, ikan segar yaitu bandeng, kembung dan tongkol/tuna/cakalang.

Jenis Barang Penting:

Benih yaitu benih padi, jagung; kedelai; pupuk; gas elpiji 3 kilogram; triplek; semen; besi baja konstruksi; baja ringan.

Jenis Barang Kebutuhan Pokok dan/atau Barang penting tersebut dapat diubah berdasarkan usulan Menteri Perdaganganan setelah berkoordinasi dengan menteri/kepala lembaga pemerinathanan non kementerian terkait.

Dalam praktiknya telah terjadi perubahan/penambahan jenis barang kebutuhan pokok dan barang penting tersebut.

       
Pemerintah menunjuk PT (Persero) Pelayaran Nasional Indonesia (PT Pelni) sebagai operator utama program Tol Laut. Untuk itu pemerintah memberi subsidi. Pagu anggaran subsidi untuk Tol Laut pada 2022 ini adalah Rp 435,81 miliar. Naik dibandingkan dengan anggaran 2021 yang Rp 376,45 miliar.

Selain Pelni, trayek dari Tanjung perak ke kawasan Indonesia Timur juga dilayani pihak swasta (Temas). Tetapi Pelni adalah operator utama Tol Laut.

Peluncuran pertama kali program Tol Laut yang diinisiasi oleh Presiden Jokowi ini dilaksankan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, pada 4 November 2015.

Sayangnya sampai saat ini tujuan utama program Tol Laut itu belum tercapai sesuai harapan.

Secara kwantitatif jumlah barang yang diangkut Tol Laut dari tahun ke tahun memang meningkat tajam. Itu dikarenakan telah beberapa kali ditambah jumlah trayek pelabuhan-pelabuhan singgah baru.

Tetapi secara kota per kota belum terjadi peningkatan yang signifikan. Setidaknya itu yang terjadi pada program Tol Laut trayek ke Papua, Maluku, NTT, dan NTB.

Penyebabnya antara lain:

Pembatasan Muatan dan Penetapan Kuota

Pelni ditenggarai melakukan pembatasan angkutan pada kapal-kapal Tol Laut jauh di bawah kapasitas kapal-kapal itu. Ditambah dengan adanya ketentuan kuota untuk setiap pelabuhan yang jauh di bawah kebutuhannya.

Sebagai contoh kasus. Pada trayek 28B (T-28B): Tanjung Perak - Fakfak - Kaimana - Elat - Dobo - Tanjung Perak. Kapasitas kapal Tol Laut-nya adalah 300 Teus. Tetapi yang dimuat hanya maksimal 105 Teus. Dengan ketentuan kuota untuk pelabuhan:

  • Fakfak: 25 Teus. Kebutuhan: 80 - 100 Teus;
  • Kaimana: 25 Teus. Kebutuhan: 60 - 70 Teus;
  • Elat: kuota 15 Teus (sesuai kebutuhan);
  • Dobo: kuota 40 Teus. Kebutuhan: 70 - 80 Teus.

Tidak maksimalnya pemanfaatan kapasitas kapal dan adanya ketentuan kuota itu menyebabkan pada setiap trayek selalu saja ada pedagang yang kekurangan kontainer. Padahal ada belasan pedagang pada setiap kota yang memanfaatkan Tol Laut dengan kebutuhan masing-masing 2 - 10 Teus per trayek.

Dengan demikian barang-barang yang dikirim pun jumlahnya tidak maksimal, atau berpotensi kurang dari dari jumlah yang dibutuhkan suatu daerah dalam periode tertentu.

Sedangkan durasi pelayaran kapal Tol Laut dari Tanjung Perak sampai kembali lagi ke Tanjung Perak untuk pengangkutan berikutnya sampai kembali ke pelabuhan yang sama memerlukan waktu sekitar 2 bulan.

Dampaknya pada daerah-daerah tersebut berpotensi mengakibatkan terjadi kekurangan stok barang tertentu yang berdampak pada kenaikan harga.

Tak jarang terjadi saat kapal Tol Laut belum kembali lagi dari Tanjung Perak untuk membongkar muatannya lagi di pelabuhan tersebut, barang-barang tertentu di daerah itu sudah habis stoknya.

Kelangkaan Kontainer

Dengan pembatasan tersebut masih sering terjadi kelangkaan kontainer.

Pedagang yang ingin mengirim barangnya melalui Tol Laut  menggunakan jasa perusahaan ekspedisi Tol Laut untuk mendapat kontainer. Perusahaan ekspedisi Tol Laut yang mencari kontainer dari Pelni untuk pedagang.

Tetapi Pelni sendiri belum mampu menyediakan jumlah kontainer Tol Laut sesuai dengan kebutuhan. Sering terjadi Pelni kehabisan kontainer di deponya di Surabaya.

Bila sudah demikian, perusahaan ekspedisi Tol Laut terpaksa menyewa dari pihak ketiga dengan tarif yang lebih mahal.

Padahal sebenarnya Pelni mempunyai cukup banyak kontainer kosong yang tidak dimanfaatkan. Kontainer-kontainer mubazir tersebut terlihat menumpuk di beberapa pelabuhan singgah Tol Laut.

Tumpukan kontainer Pelni mubazir di salah satu pelabuhan di daerah 3TP Tol Laut (foto: Beny Tol Laut)
Tumpukan kontainer Pelni mubazir di salah satu pelabuhan di daerah 3TP Tol Laut (foto: Beny Tol Laut)

Kapal Tol Laut yang kembali ke Tanjung Perak biasanya membawa kembali kontainer (kosong) dalam jumlah yang terbatas. Sebelum kapal sandar kontainer-kontainer itu sudah habis dipesan perusahaan-perusahaan ekspedisi Tol Laut untuk pengangkutan trayek berikutnya.

Entah apa yang menjadi dasar Pelni melakukan pembatasan muatan kontainer jauh di bawah kapasitas kapalnya itu.

Ada dugaan itu terkait dengan jumlah subsidi yang diterima Pelni pada setiap trayek. Semakin banyak jumlah muatannya, berarti semakin besar pendapatan yang diperoleh Pelni. Semakin besar pendapatan yang diperoleh Pelni akan mengurangi jumlah subsidi yang bakal diterima Pelni dari pemerintah.

Bila dugaan tersebut benar tentu berpotensi merugikan pemerintah. Anggaran subsidi yang bisa dihemat tidak terjadi karena adanya dugaan "strategi" Pelni untuk mendapat anggaran subsidi sebesar-besarnya.

Depo Kontainer Tidak Representatif

Depo Tol Laut Pelni yang berlokasi di Jalan Gresik Nomor 1, Surabaya, tidak representatif. Terlalu kecil untuk ukuran sebuah depo kontainer. Ditambah dengan proses bongkar muat yang lamban mengakibatkan sering terjadi antrian truk dan trailer yang sangat panjang dan lama. Sebuah truk menunggu muatan dibongkar dari pukul 10 pagi sampai dengan sore bahkan malam hari sudah merupakan hal yang biasa.

Truk yang seharusnya dalam sehari bisa digunakan untuk 2-3 rit menjadi hanya 1 rit.

Hal-hal itu tentu menyebabkan biaya angkutan truk yang tinggi, yang tentu saja berimbas pada harga barangnya.

Kendala SiToLaut

Sistem proses muat bongkar Tol Laut semula dilakukan secara manual. Sejak 15 Desember 2020 diganti dengan sistem daring dengan aplikasi SiToLaut (Sistem Informasi Tol Laut).

Pemerintah berharap dengan sistem daring aplikasi SiToLaut itu proses muat bongkar Tol Laut akan jauh lebih efesien, mudah, cepat, dan transparan. Dengan aplikasi ini masyarakat dan stake holder lain terkait angkutan Tol Laut dapat mengetahui biaya angkutan, harga barang, dan melacak perjalanan kapal yang memuat barang mereka sampai di pelabuhan tujuan.

Kenyataannya, di beberapa daerah 3TP keberadaan SiToLaut itu justru kerap menjadi penghambat. Justru memperlama proses bongkar muat barang. Hal itu dikarenakan di beberapa daerah 3TP itu jaringan kwalitas internetnya masih buruk.

Aplikasi tidak bisa diakses. Akibatnya proses administrasi yang seharusnya dilakukan secara daring tidak bisa dilakukan. Terpaksa diganti dengan cara manual. Hal ini justru membuat prosesnya menjadi bertele-tele.

Hal tersebut diperparah dengan masalah fasilitas penunjang di daerah-daerah tersebut seperti depo kontainer yang tidak memadai, peralatan bongkar muat seperti crank yang bermasalah, dan permasalahan kwalitas kinerja dan organisasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM).

Dweling time yang seharusnya paling lama 2 hari, bisa menjadi 4 -- 6 hari.

Faktor-faktor ketidakefesiensi itu membuat tingginya biaya bongkar muat di pelabuhan-pelabuhan tersebut. Tentu saja berdampak pada menjadi lebih mahalnya harga barang-barangnya daripada seharusnya.

Reefer Container

Selama ini potensi besar komoditas muatan balik Tol Laut dari daerah-daerah 3TP belum dimanfaatkan secara maksimal oleh Pelni.

Mayoritas komoditas yang seharusnya diangkut kapal Tol Laut saat kembali dari pelabuhan 3TP ke pelabuhan utama seperti Tanjung Perak adalah hasil laut, seperti ikan, telur ikan, udang, cumi-cumi, kepiting, rumput laut, kerang, teripang, dan lain-lain. 

Tak jarang komoditas tersebut tidak bisa terangkut secara maksimal karena kapal kekurangan reefer container (kontainer untuk muatan beku). 

Pelni sebagai operator utama Tol Laut seharusnya lebih menaruh perhatian terhadap permasalahan ini. Misalnya, dengan menambah reefer container sesuai dengan jumlah kebutuhan, agar dapat menolong nelayan dan pengusaha hasil laut di daerah-daerah 3TP tersebut memasarkan hasil tangkapan laut dan produknya ke daerah lain terutama di jawa. (dht)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun