Rupanya, Ako benar juga, Amien Rais mulai pikun, sehingga dia lupa bahwa sistem dan kondisi politik di tahun 1999 itu sangat berbeda dengan masa sekarang (2014). Di tahun 1999 sistem pemilihan presiden masih menggunakan sistem perwakilan, presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR, sedangkan di pilpres 2014 (sejak pilpres 2004) sistem pemilihan presiden-wakil presiden adalah dengan sistem pemilihan langsung oleh rakyat.
Sempat Diruwat
Itulah sebabnya juga yang membuat sekelompok masyarakat yang menamakan dirinya Paguyuban Masyarakat Tradisi (Pametri) Yogyakarta, pada 16 Oktober 2014 mendatangi rumah Amien Rais, di Sawit Sari Condongcatur, Sleman, Yogyakarta, untuk menggelar ruwatan untuk Amien yang dinilai bersikap sebagai "Sengkuni", yaitu tokoh yang dikenal licik dan penghasut di dunia wayang.
Sunanda, koordinator aksi, mengatakan bahwa mereka sengaja menggelar acara ini karena menurut penilaian mereka, sebagai negarawan, sikap Amien Rais dinilai sudah melenceng dan telah mengingkari semangat reformasi.
Rupanya ruwatan itu tidak mempan bagi Amien Rais. Buktinya, sekarang.
Kalah Di Kandang Sendiri
Di Pilpres 2014, Amien Rais telah berupaya dengan segala cara untuk memenangkan Prabowo-Hatta Rajasa, dengan terus-menerus menyerang dan menghina Jokowi, memprovokasi rakyat Indonesia untuk tidak memilih Jokowi, seperti yang dialakukan terhadap Ahok sekarang.
Namun, fakta justru berbicara lain di saat pelaksanaan Pilpres 2014 itu tiba: Mayoritas rakyat Indonesia memilih Jokowi sebagai Presiden mereka, dan bukan Prabowo Subianto.
Ironisnya, pada hari H Pilpres itu, 9 Juli 2014, di Yogyakarta, di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Nomor 106, Condongcatur, Depok, Sleman, tempat Amien Rais mencoblos, perolehan suara kandidat pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dikalahkan suara untuk Jokowi-JK. Pasangan Jokowi-JK mendapat 138 suara, sedangkan Prabowo-Hatta hanya mendapat 101 suara (tempo.co).
Untuk kesekian kalinya, ternyata gelar “Bapak Reformasi” yang dibangga-banggakan Amien Rais sendiri, ternyata tidak terlalu berarti bagi mayoritas rakyat, suatu hal yang mungkin membuat Amrin Rais semakin parah di setiap kali menjelang pemilu, seperti saat menjelang pilgub DKI Jakarta 2017 ini.
*