Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sesungguhnya yang Tidak Layak Memimpin Itu: Beringas, Bandit, atau "Sontoloyo”?

20 September 2016   00:08 Diperbarui: 20 September 2016   01:18 4377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amien Rais (rmoljakarta.com)

Pada 24 April 2016, di saat menghadiri pengukuhan dan sertijab pimpinan daerah Muhammadiyah dan Aisiyah Kabupaten Temanggung di Graha Bhumi Pala Temanggung, Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais, mengecam Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang yang disebutnyasebagai orang yang tidak layak menjadi pimpinan:  “Jangankan presiden, gubernur saja tidak pantas,” katanya.

Alasannya, karena Ahok itu sikapnya sering nyeleneh dan memicu kontroversi, bicara kasar, sangat arogan, dan merupakan sosok yang suka menantang berbagai pihak, bahkan terkesan meremehkan lembaga negara, termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kasus RS Sumber Waras.

Padahal terbukti Ahok memang tidak bersalah, karena KPK tak menemukan adanya unsur korupsi di pembelian RS Sumber Waras. Justru laporan BPK-lah yang terkesan kuat ngaco, ada indikasi merupakan laporan pesanan politik, tak heran para pimpinannya pun terdiri dari orang-orang parpol; Ketuanya Harry Azhar Azis saja punya perusahaan cangkang dalam Panama Papers, dan belum menyerahkan LHKPN-nya kepada KPK sampai hari ini.

Kalau Amien Rais masih ngotot, Ahok korupsi di Sumber Waras, meskipun KPK telah menyatakan sebaliknya,  berarti justru dia yang tidak menghormati lembaga negara, yaitu KPK.

Menurut Amien, tidak hanya sikapnya yang keras kepala, Ahok adalah satu-satunya pemimpin yang merasa paling benar dan ingin memboyong kebenaran menurut kacamatanya sendiri. Ia meminta semua pihak untuk bersatu menghentikan sikap kontroversial Ahok akibat kata-kata kasar dan kotor. Ia khawatir jika kembali terpilih menjadi gubernur DKI, Ahok akan semakin bengis, beringas, danmenghina bangsa Indonesia.

Padahal belakangan ini Ahok sudah mulai berhasil mengontrol dirinya, maka sekarang bicaranya lebih santun, sebaliknya justru sekarang ini Amien Rais-lah yang sedang melampiaskan kebenciannya kepada Ahok itu terus-menerus menggunakan kata-kata yang sangat kasar, mengumpat, dan memaki Ahok, saat memprovokasi warga DKI Jakarta untuk tidak memilih Ahok, padahal dia bukan warga DKI, melainkan warga Yogyakarta.

Amien Rais bilang, "Kalau saya orang Jakarta, pasti akan turun gunung, sayang saya orang Yogyakarta." Faktanya, meskipun dia bukan warga Jakarta, semangat anti-Ahoknya jauh lebih besar daripada warga Jakarta yang anti-Ahok.

Amien Rais saat memberi pin emas penghargaan kepada Ahok sebagai tokoh demokrasi dan reformasi (2006) (sumber: liputan6.com)
Amien Rais saat memberi pin emas penghargaan kepada Ahok sebagai tokoh demokrasi dan reformasi (2006) (sumber: liputan6.com)
Yang Beringas Korupsi Ditangkap KPK

Empat hari kemudian, 28 April 2016,  setelah Amien Rais menyerang Ahok dengan pernyataannya tersebut di atas. .... Anggota Komisi V DPR-RI dari Fraksi PAN Andi Taufan Tiro, ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK.

Pada 6 September 2016, Andi ditahan KPK.

Kader PAN ini dijadikan tersangka penerima suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016, bersama dengan anggota Komisi V lainnya, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar.

Sebelum mereka, pada kasus yang sama, KPK terlebih dahulu menangkap tangan Damayanti Wisnu Putranti, anggota Komisi V dari Fraksi PDIP. Dari mulut Damayanti yang kemudian diberi status sebagaijustice collaborator terungkaplah bahwa diduga kuat seluruh dari 54 anggota Komisi V DPR itu melakukan tindak pidana korupsi yang sama!

Damayanti membeberkan cara konspirasi seluruh anggota Komisi V DPR itu saat menyusun strategi mereka melakukan rekayasa proyek untuk menguras uang negara tersebut.

Pertama-tama, mereka sepakat mengada-adakan suatu proyek, yaitu proyek jalan di Maluku, setelah itu para Kapoksi (ketua kelompok/perwakilan fraksi), pimpinan Komisi V, dan pejabat Kementerian PUPR mengadakan rapat tertutup di ruang kerja Sekretariat Komisi V di Gedung DPR.

Di dalam rapat itu yang dibahas mereka adalah mengenai besaran dana aspirasi yang akan diperoleh masing-masing anggota, berikut komisi yang akan diterima, dan perusahaan mana yang akan diajak berkonspirasi dalam proyek tersebut.

Dari kesepakatan itu, setiap anggota Komisi V DPR memiliki jatah dana aspirasi Rp50 miliar, Kapoksi Rp100 miliar, dan pimpinan komisi mendapatkan jatah hingga Rp450 miliar, dengan komisi mulai dari 20 persen per anggota. Sedangkan perusahaan pelaksana proyek rekanan konspirasi korupsinya adalah PT Windhu Tunggal Utama (WTU). Direktur Utama PT WTU Andul Khoir pun sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan ditahan KPK. Demikian juga dengan Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional IX wilayah Maluku dan Maluku Utara Kemen PUPR Amran Hi Mustary.

Kader PAN Andi Taufan Tiro adalah Kapoksi dari Fraksi PAN, selain dia ada 5 anggota PAN di Komisi V tersebut.

Begitulah modus korupsi komisi-komisi di DPR, dan dari kejadian ini terlihatlah bagaimana begitu culasnya para anggota DPR di Komisi V itu saat berburu uang negara untuk digarong, dengan memanfaatkan jabatannya sebagai “anggota Dewan yang terhormat,” menggunakan fasilitas negara (ruang rapat di Gedung DPR) dan membuat negara membiayai rapat konspirasi mereka untuk membagi-bagi hasil penggarongan uang negara tersebut.

Sungguh beringas!

Jelaslah mereka, termasuk Andi Taufan Tiro dan 5 kader PAN lainnya itu tidak layak menjadi anggota DPR, lebih layak menjadi perampok, atau bisa juga dikatakan mereka adalah para perampok yang berhasil menyusup di Gedung DPR dengan menjadi anggota parlemen.

Lebih Ganas daripada Warga Jakarta

Terhadap Ahok yang disebut tidak layak menjai pimpinan itu, Amien Rais bilang, "Kalau saya orang Jakarta, pasti akan turun gunung, sayang saya orang Yogyakarta."

Maksudnya tentu, karena ia bukan warga Jakarta, maka ia tidak bisa berbuat banyak agar warga Jakarta menolak Ahok.

Tetapi, sebagaimana karakternya yang sudah lama kita kenal, yakni antara kata dan perbuatannya sering berubah-ubah, meskipun bukan warga Jakarta Amien Rais, dan kursi PAN hanya dua biji di DPRD DKI Jakarta (terkecil), Amien Rais terus bersemangat di berbagai kesempatan memprovokasi,  membakar emosi warga Jakarta agar tidak memilih Ahok.

Seperti saat menjadi khatib di  sebuah masjid di Jakarta, saat hari raya Idul Adha, 12 September 2016, Amien Rais lagi-lagi menyerukan kepada warga Jakarta agar jangan memilih Ahok di pilgub DKI 2016, sebab Ahok itu pimpinan yang membenci orang miskin, mengabdi kepada pemodal, tukang gusur, dan seterusnya.

Saking bersemangatnya Amien Rais mendorong warga DKI Jakarta tidak memilih Ahok, ia bertekad atas nama PAN yang hanya punya dua kursi di DPRD DKI itu akan mendirikan 8.000 pos penolakan terhadap Ahok di seluruh DKI Jakarta.

Tidak hanya itu, ia pun mengancam Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan agar jangan coba-coba mengdeklarasikan PAN mendukung Ahok, sebab jika sampai itu dilakukan Zulkifli, ia akan mengadakan kongres luar biasa PAN untuk melengserkan Zulkifli Hasan dari jabatanya sebagai Ketua Umum PAN.

Cukup?

Belum.

Baru kemarin, Minggu, 18 September 2016, Amien Rais kembali menyerang Ahok dan memprovokasi warga DKI dengan menggunakan kata-kata kasar untuk tidak memilih Ahok. Hal tersebut dia sampaikan saat menghadiri dan memberi sambutan dalam rapat akbar Forum RT/RW DKI Jakarta.

Amien kembali menuding Ahok sebagai pimpinan yang sangat arogan, anti-rakyat kecil, dibeking pemodal, dan menghina Ahok dengan memberi sebutan kasar kepadanya, yaitu “gubernur dajal”, dan “dewa kecil ingusan.”

"Saya betul-betul tidak tahan melihat negeri sebesar ini kemudian DKI dikelola secara serampangan. Gubernur itu berani melawan hukum sehingga dia seperti dewa kecil, tetapi dewa ingusan, bisa dikalahkan Insya Allah," ujar dia (Kompas.com).

Jika Amien Rais kerap mengecam Ahok dengan alasan Ahok sering berkata kasar, dengan menggunakan kalimat-kalimat yang bahkan lebih kasar daripada Ahok – sedangkan Ahok sendiri sekarang sudah jauh lebih santun, maka Presiden Jokowi mengaku sedih jika berselancar di dunia maya, khususnya di media sosial atau media massa (berita) online.

Sebab, di situ didominasi kalimat-kalaimat yang merendahkan, menghina, menjelek-jelekkan, bahkan cenderung mengfitnah orang lain.

Hal itu diungkapkan Jokowi saat kunjungan kerja di Pondok Modern Darussalam Gontor, Desa Gontor, Kecamatan Mlarak, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Senin (19/9/2016).

"Apakah itu nilai-nilai Islam Indonesia? Jawaban saya, tentu bukan," ujar Jokowi di depan para santri sebagaimana dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet (Kompas.com).

Apakah pernyataan Jokowi tersebut termasuk saat ia membaca serangan-serangan gencar Amien Rais kepada Ahok dengan menggunakan kalimat-kalimat kasar, merendahkan, dan menghina Ahok? Sedangkan ia juga mengaku sebagai seorang Muslim yang baik, yang mengetahui dengan baik tentang bagaimana berperilaku sebagai orang Islam?

Yang pasti, semangat Amien Rais yang warga Yogyakarta itu ternyata melebihi semangat warga DKI Jakarta manapun yang menolak Ahok lebih ganas daripada warga DKI Jakarta sendiri. Sekaligus membuktikan betapa tidak konsistennya perbuatan Amien dengan ucapannya sendiri.

Bandit Sesungguhnya Muncullah!

Pada 20 Agustus 2016, di dalam sambutannya di pembukaan Kongres V Barisan Muda PAN di Hotel Royan Kuningan, Jakarta Selatan, Amien Rais kembali menyerukan agar warga DKI Jakarta tidak memilih Ahok di pilgub DKI 2017. Kali ini ia menggunakan kata-kata yang lebih kasar lagi dengan menyebut Ahok sebagai pimpinan bengis (biadab) seperti bandit. 

Tiga hari kemudian, ... siapa yang bandit sesungguhnya pun muncullah!

Dialah Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam, yang lagi-lagi adalah kader PAN!

KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka korupsi pada 23 Agustus 2016, setelah menemukan dua alat bukti yang masih terus diperbanyak, karena memang banyak.

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka dikarenakan diduga ia selama menjadi Gubernur Sultra telah diduga telah menyalahgunakan jabatannya itu untuk memberi izin penambangan nikel di provinsi yang dipimpinnya itu dengan cara memanipulasi data.

Tidak tanggung-tanggung, penyalahgunaan kewenangan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Nur Alam itu terjadi dalam durasi yang panjang, yakni sejak 2009 hingga 2014.

IUP itu antara lain meliputi Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi, dan Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi. Izin-izin itu diberikan pada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Kabupaten Buton dan Bombana

Dalam penelusuran penyidik KPK menemukan bukti penerbitan IUP dilakukan setelah kebijakan moratorium dikeluarkan pemerintah pusat. Namun, tanggal dalam berkas penerbitan IUP tersebut diubah seolah-olah diterbitkan sebelum ada moratorium.

Tidak hanya itu, kawasan yang digunakan sebagai pertambangan mineral dan tambang tersebut, sebagian merupakan hutan lindung. Bahkan, sebagian kawasan tersebut masuk area konservasi. Sebagai kawasan hutan lindung sudah seharusnya daerah tersebut terlindungi dari kegiatan usaha pertambangan.

KPK juga menemukan bukti, sedikitnya pada 2010 Nur Alam menerima suap sebesar 4,5 juta Dollar Amerika Serikat dari PT Anugrah Harisma Barakah di Kabupaten Buton dan Bombana.

Sebenarnya sejak 2013 sudah tercium gelagat korupsi Nur Alam ini, karena gaya hidupnya yang serba mewah yang tidak sesuai dengan profilnya sebagai gubernur.

Misalnya, tentang sebuah rumah mewahnya bergaya klasik mediterania yang berdiri di atas lahan seluas 1 hektare, di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Anaiwoi, Kecamatan Wua-wua, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Ia pernah merenovasi rumah itu selama 4 tahun, dari 2010-2014, dengan mendatangkan 50 tukang yang semuanya didatangkan dari Jawa dengan menggunakan pesawat terbang plus akomodasi, membayarmereka Rp 150.000 per orang per hari. Sebagian besar material bangunan dan mebel juga didatangkan dari Jawa.

Untuk hanya membayar 50 tukang, yang kemudian disusut menjadi 25 orang saat menjelang finishing renovasinya, Nur Alam diduga mengeluarkan uang sekitar Rp 5 miliar. Belum termasuk biaya material, dan mebelnya.

Rumah ini termasuk yang digeledah KPK beberapa waktu lalu setelah menetapkan Nur Alam sebagai tersangka.

Selain rumah ini, Nur Alam juga diketahui memiliki sedikitnya 5 rumah mewah lain di Kendari dan di Jakarta.

*

Dugaan korupsi Nur Alam itu semakin kuat terutama saat PPATK menemukan aliran dana yang mencurigakan dari rekening bank yang dimiliki Nur Alam. PPATK lalu melaporkan kepada Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti.

Janggalnya, penyelidikan penyidik Kejaksaan Agung yang dilakukan sejak 2014 malah terkesan jalan di tempat, sampai KPK yang lebih dulu menemukan bukti-bukti korupsi Nur Alam itu, dan tanpa perlu banyak waktu lagi menetapkan Nur Alam sebagai tersangka. Ada apa dengan Kejaksaan Agung? Perlu diperiksa juga!

Dalam bulan ini juga diperkirakan Nur Alam akan mengenakan seragam oranye KPK alias ditahan.

Rumah Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, di seputaran Jalan Ahmad Yani, kelu Anaiwoi Kecamatan Kadia, 23 Agustus 2016. KPK menggrebek rumah bergaya mediterania ini. TEMPO/Rosniawati Fikri
Rumah Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, di seputaran Jalan Ahmad Yani, kelu Anaiwoi Kecamatan Kadia, 23 Agustus 2016. KPK menggrebek rumah bergaya mediterania ini. TEMPO/Rosniawati Fikri
KOMPAS.COM/KIKI ANDI PATI Rumah lantai 3 milik gubernur Sultra, Nur Alam berdiri kokoh di atas tanah seluas 1 hektar.
KOMPAS.COM/KIKI ANDI PATI Rumah lantai 3 milik gubernur Sultra, Nur Alam berdiri kokoh di atas tanah seluas 1 hektar.
Salah satu sisi rumah pribadi Nur Alam saat digeledah KPK (fajaronline.com)
Salah satu sisi rumah pribadi Nur Alam saat digeledah KPK (fajaronline.com)
Kalau Amien Rais menyebut Ahok sebagai “gubernur seperti bandit,” yang sebenarnya hanya sebatas opininya saja, sebaliknya dengan kader PAN yang menjadi Gubernur Sultra tersebut, adalah fakta Kader PAN yang menjadi  Gubernur Sultra ini bukan lagi seperti bandit, tetapi sudah menjadi bandit yang sebenarnya.

Amien Rais begitu bersemangat menyerang dan mengecam Ahok, tetapi kita tidak pernah sekalipun mendengar dia secara spesifik menyerang dan mengecam pejabat-pejabat tinggi negara yang korupsi, sehingga menciptakan skandal tingkat tinggi yang benar-benar mengkhianati dan menghina bangsa Indonesia.

Misalnya, saat Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Muchtar terkena OTT (operasi tangkap tangan) KPK, yang membuat kita semua begitu terkejut, ,emgelus dada tak menyangka, dan yang terbaru, Ketua DPD Irman Gusman juga terkena OTT KPK, Amien Rais diam saja.

“Sontoloyo”

Pada 12 September 2016, saat perayaan hari raya Idul Adha, ketika menjadi khotib di shalat Idul Adha di Masjid RS Islam Sukapura, Jakarta Utara, Amien Rais lagi-lagi menggunakan kesempatan itu untuk menyampaikan aspirasi politiknya dengan menyerukan warga DKI Jakarta tidak memilih Ahok, karena Ahok itu gubernur yang anti-orang miskin, antek pemodal, dan tukang gusur.

Pernyataan Amien Rais saat menyampaikan khotbah politiknya itu kontak menimbulkan polemik.

Merespon khotbah politik Amien rais itu, Ketua MUI Ma'ruf Amin menegaskan khotbah yang menjadi salah satu bagian ibadah bagi umat Muslim tidak boleh dipolitisasi untuk menyerang lawan politik.

“Itu tidak baik. Nanti bisa terjadi polemik, khotbah dijadikan tempat untuk saling menyerang. Saya kira enggak bagus. Sebaiknya khotbah itu ya mengajak orang berbuat baik, melarang orang berbuat jahat. Secara umum saja," kata Ma'ruf, 12 September 2016 (Kompas.com).

Ketika Ahok meminta Amien Rais membaca himbauan Ketua MUI tersebut, Amien Rais malah bertambah naik pitam, lalu mengumpat Ahok.

Pada 14 September 2016, di acara Mudzakarah Ulama dan Tokoh Nasional di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Amien merespon keras pernyataan Ahok tersebut, dengan mangatakan Ahok tidak tahu apa-apa tentang Islam. Islam itu agama yang kaffah, Islam itu bicara soal keadilan, soal kesehatan, soal pendidikan, soal akhlak, soal politik, dan lain-lain.

Lalu, menyusullah umpatannya: “sontoloyo” kepada Ahok.

"Kalau saya bicara depan akademisi, ya pentingnya ilmu pengetahuan, jadi saya kira si Ahok itu memang sontoloyo, dia nggak tahu agama dia," kata Amien.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: “sontoloyo” merupakan istilah gaul yang artinya: “tidak beres, bodoh (dipakai sebagai kata makian).

Padahal, Ahok hanya menyarankan Amien membaca himbauan Ketua MUI tersebut di atas, bukan Ahok yang bilang. Jadi, apakah menurut Amien, Ketua MUI juga tak mengerti tentang Islam?

Jokowi pun Kena

Kecaman Amien kepada Ahok pun merembet kepada Presiden Jokowi.

Kata dia, dia tidak habis mengerti dengan kebijakan Jokowi, yang melarang penegak hukum mempidanakan diskresi kepala daerah (Ahok) yang dikaitkan dengan mega proyek reklamasi pantai utara Jakarta. Padahal,  sesungguhnya itu merupakan bagian dari program Presiden Jokowi pula, yaitu National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).

NCICD merupakan program ambisius Presiden jokowi dalam perjuangannya untuk meningkatkan pencegahan banjir, mendorong pengembangan perkotaan dan menjadi sebuah metropolitan yang lebih terkemuka.

Untuk mencapai tujuan itu Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat Indonesia bekerjasama untuk memulai realisasi masterplan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (National Capital Integrated Coastal Development/NCICD), lebih dikenal dengan nama Tanggul Laut Raksasa (Great Wall Sea), berlokasi di sebuah teluk di bagian utara Jakarta. Upacara pencanangan untuk megaproyek ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2014. Belanda dan Indonesia bekerja sama untuk melaksanakan pembangunan proyek ini (lebih lanjut klik di sini).

Jokowi pun Pernah Dihina Seperti Ahok Sekarang

Seruan Amien Rais kepada warga DKI Jakarta untuk tidak memilih Ahok dengan menggunakan kata-kata kasar, umpatan, dan hinaan tersebut, mengingatkan kita pada hal yang sama yang pernah dialakukan Amien kepada Jokowi, di saat Pilpres 2014.

Mulanya Amien Rais memuji-muji Jokowi karena ada maunya yaitu menggandengkan Ketua Umum PAN ketika itu Hatta Rajasa dengan capres Jokowi, tetapi begitu Jokowi menolaknya, Amien Rais segera berbalik arah, dengan menyerukan rakyat Indonesia jangan memilih Jokowi dengan menggunakan kalaimat-kalimat yang merendahkan Jokowi.

Ia berseru kepada rakyat Indonesia untuk tidak memilih Jokowi sebagai presiden karena Jokowi hanya kelihatan baik akibat dari media yang mempopulerkannya, padahal sebenarnya sama sekali tidak.

Kata dia, Indonesia dalam bahaya besar jika memilih presiden hanya karena popularitasnya saja. Contohnya: Presiden Filipina Joseph Estrada, yang dipilih rakyat hanya karena popularitasnya saja, ternyata korupsi, lalu dimakzulkan.

Ketika itu, Amien juga menyatakan, saat dipimpin Jokowi, Solo merupakan salah satu kota termiskin di Jawa Tengah, daerahnya pun masih banyak yang kumuh

Amien juga pernah berkata saat menjelang Pilpres 2014:  “Di Solo itu yang bekerja Rudi (FX Rudi, wakil wali kota). Saya ini orang Solo, kemiskinan dan kumuh masih banyak.”

Menurut Amien, Jokowi belum bisa dianggap sukses memimpin Jakarta. Alasannya, masih terjadi kemacetan dan masih banyak pemukiman kumuh di Jakarta.

Sekarang, saat Ahok hendak menghilangkan pemukiman-pemukiman kumuh itu, dengan melakukan penertiban dan relokasi, Amien Rais justru menyebutnya pimpinan beringas seperti bandit.

Amien juga juga pernah menyatakan meragukan nasionalisme  Jokowi kalau menjadi presiden, nanti sama dengan Megawati (jadi, menurut Amien, nasionalisme Megawati meragukan).

Amien memberi contoh: Megawati saat menjadi presiden, dia menjual PT Indosat Tbk ke asing, dan memberi pembebasan hutang kepada pengusaha hitam. “Mega saja bisa seperti itu, apalagi Jokowi,” katanya ketika itu.

Ketika pelaksanaan Pilpres 2014 semakin mendekat, dan elektabilitas Jokowi semakin tinggi, Amien Rais pun bertambah gusar, maka pada 27 Mei 2014 meluncurlah pernyataannya kontroversialnya lagi dengan membawa-bawa agama: untuk membawa kemenangan bagi Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, PAN akan mengobarkan semangat perang Badar dalam menghadapi Jokowi-Jusuf Kalla!

Tidak Melaksanakan Nazar

Banyak pihak telah menganggap Amien Rais adalah “Bapak Reformasi,” yang pada Mei 1998 bersama-sama dengan para aktivis mahasiswa berhasil melengserkan Presiden Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun. Era Orde Baru berakhir digantikan dengan era Reformasi.

Pada Setember 1998, saat masih panas-panasnya api semangat reformasi untuk menyingkirkan semua kroni Soeharto, Amien Rais pernah menyerukan agar mantu Soeharto, Prabowo Subianto, mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad)  dihadapkan ke Mahkamah Militer. Prabowo dianggap ikut bertanggung jawab terhadap penculikan-penculikan sejumlah aktitifis reformasi saat Soeharto masih berkuasa.

Namun sikap Amien terhadap Prabowo itu berubah 180 derajat di Pilpres 2014, karena ia memerlukan Prabowo.

Pada saat menjelang Pilpres 2014, Amien Rais berupaya merayu Jokowi supaya bersedia disanding dengan Hatta Rajasa, tetapi Jokowi menolaknya.

Gagal dengan Jokowi, Amien mendekati Prabowo Subianto, yang akhirnya bersedia menerima Hatta sebagai pasangan calon wakil presidennya. Maka, resmilah pasangan Prabowo-Hatta melawan Jokowi-JK di Pilpres 2014.

Setelah Prabowo dipastikan menggandeng Hatta, Amien pun mengumbar pujiannya kepada Prabowo, sedangkan tentang masa lalu Prabowo yang berkaitan dengan kasus penculikan sejumlah aktifis reformasi, Amien menyatakan masalah itu sudah selesai, tidak perlu dipersoalkan lagi.

Ketika itu, 29 Mei 2014, di sela Rapat Pemantapan Pemenangan Prabowo-Hatta di Hotel Sunan, Solo, Jawa Tengah, Amien menyatakan, kasus penculikan atau penangkapan aktivis pada 1998 yang dituduhkan kepada Prabowo sudah selesai saat mantan Danjen Kopassus itu menjadi calon wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri pada Pemilu Presiden 2009.

"Jadi, Pak Prabowo ini pernah jadi cawapres resmi Megawati 5 tahun lalu. Sudah selesai semua, dan sekarang tiba-tiba bongkar-bongkaran?" ujar Amien

Menurut Amien, pembongkaran kasus untuk menyudutkan Prabowo tidak akan menyelesaikan masalah. "Saya tahu Mas, kalau bongkar-bongkaran, nanti bisa panjang. Sudahlah, sampai sekian saja," imbuh dia (Kompas.com).

Ketika disinggung tentang pernyataannya tentang Prabowo yang bertolak belakang dengan yang pernah diucapkan pada September 1998 itu, Amien menyangkal bahwa dia pernah menyatakan Prabowo harus di-mahmil-kan.

Dia bahkan menantang agar orang yang menudingnya pernah menyatakan demikian agar memperlihatkan kliping koran, rekaman radio atau televisi yang memuat pernyataannya bahwa Prabowo harus di-mahmil-kan itu.

Amien pun bernazar: Kalau terbukti ada klipping koran, rekaman radio atau televisi yang memuat pernyataannya itu, maka ia akan jalan kaki bolak-balik Yogyakarta-Jakarta-Yogyakarta.

Amien tak menyangka, ternyata klipping koran yang memuat pernyataanya itu memang ada, yaitu sebuah berita headline di koran Republika edisi 11 September 1998, dengan judul: “Amien Rais: Prabowo Harus Dimahmilkan.”

Demikian juga ada arsip berita di laman kontras.org yang bersumber dari harian Kompas edisi 11 September 1998.

Di berita itu antara lain disebut juga tentang pernyataan Amien Rais bahwa Prabowo Subianto harus dihadapkan ke Mahkamah Militer, bahkan sampai ke Komisi Tinggi HAM PBB di Geneva, karena meskipun Prabowo sudah dicopot dari ABRI, kasus penculikan para aktifis itu belum selesai.

Inilah kutipan berita dan pernyataan Amien Rais ketika itu:

“Pemeriksaan Prabowo dianggap seolah-olah sudah selesai dengan dicopot dari ABRI, dan diharapkan orang akan lupa kepada saudara-saudara kita yang kita cintai itu. Karena itu, dalam tempo yang secepat mungkin, saya dan Faisal Basri sebagai ketua dan sekjen PAN akan melayangkan surat kepada Presiden Habibie, Menhankam/ Pangab, dan juga departemen terkait seperti Kehakiman, Kejaksaan Agung, juga Kepolisian," janji Amien yang dalam pertemuan itu didampingi pimpinan DPP PAN Faisal Basri dan AM Fatwa.

Amien pun bertekad akan mengungkap kasus pelanggaran berat HAM ini hingga ke Komisi Tinggi HAM PBB di Geneva. Tekad Amien itu semata-mata demi kebenaran dan keadilan."Saya kira ini masalah yang tidak terlalu sulit kalau kita betul-betul mau mengejar dalang dan pelakunya, bukan untuk balas dendam, namun semata-mata untuk mencari kebenaran dan keadilan," tegas Amien.

klipping-57e01acfc7afbd274bd5d947.jpg
klipping-57e01acfc7afbd274bd5d947.jpg
Ketika bukti klipping koran dan arsip berita tersebut diajukan, Amien Rais pun pura-pura tidak tahu, pura-pura tidak melihat dan mendengar. Alhasil nazarnya untuk berjalan kaki bolak-balik Yogyakarta-Jakarta-Yogyakarta, tidak pernah dilaksanakan sampai dengan hari ini.

Amien “Gatot” Rais

Amien Rais sangat menikmati gelar yang diberikan kepadanya: “Bapak Reformasi,” meskipun seiring dengan berlalunya waktu, sampai sekarang tidak ada lagi tersisa sedikitpun ciri-ciri “Bapak Reformasi” itu pada dirinya, yang sebetulnya memang tidak pernah ada. Yang ada sebenarnya hanyalah tokoh oportunis berjubah reformasi yang menyembunyikan ambisi besarnya untuk menjadi presiden.

Dielu-elukan di media sebagai “Bapak Reformasi,” Amien Rais menjadi sangat percaya diri, bahkan tingkat kepercayaan dirinya itu sudah over dosis alias over confidence. Ia merasakan dirinya sebagai pahlawan rakyat, yang paling berjasa lebih  daripada siapapun yang menjatuhkan rezim Soeharto. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah gabungan kekuatan para aktifis dari mahasiswa dan tokoh-tokoh masyarakat yang didukung TNI-lah yang berjasa besar menjatuhkan Soeharto, sedangkan Amien Rais hanya menempel, memanfaatkan momentum di saat-saat ia melihat kejatuhan Soeharto hanya menunggu waktu.

Dengan status over confidence itu Amien Rais merasakan sangat yakin tinggal selangkah lagi ia bisa menjadi Presiden Republik Indonesia menggantikan BJ Habibie, yang sudah ditolak pidato pertanggungjawabannya di MPR.

Hasil Pemilu Legislatif 1999 memberi fakta: PAN yang nota bene didirikan oleh Amien Rais hanya memperoleh suara 7,12 suara (yang menunjukkan nama Amien Rais ternyata belum cukup kredibel di mata mayoritas rakyat), sedangkan PDIP yang berhasil meraih kemenangan mutlak untuk pertama kalinya dalam sejarah dengan perolehan 33,12 persen suara, membuat peluang Megawati terpilih sebagai presiden di MPR.

Amien Rais seolah tidak percaya bahwa PAN hanya mendapat 7,12 persen suara, padahal PAN didirikan olehnya: “sang pahlawan reformasi.”

Yang saya masih ingat berkaitan dengan hasil pemilu 1999 itu adalah komentar Amien Rais yang menyatakan pengetahuan rakyat masih bau kencur, yang membuat PAN hanya memperoleh hasil suara mini seperti itu (saya ingat pernyataan ini dimuat di tabloid “Deteketif & Romantika”, yang pada 1997 sempat kena bredel karena covernya memuat kartu remi King berwajah Soeharto, terbit kembali pada 1999, tetapi berhenti terbit lagi karena masalah keuangan pada Februari 2000 sampai sekarang).

Namun, hasil tersebut tak mempengaruhi ambisi besar Amien Rais untuk menjadi presiden, maka yang dia lakukan adalah berupaya menjegal Megawati agar jangan sampai dipilih oleh MPR menjadi presiden (saat itu presiden dan wakil presiden masih dipilih oleh MPR).

Dengan menggalang kekuatan parpol-parpol berbasis  Islam (padahal PAN sendiri dideklarasikan sebagai parpol nasionalis) yang dinamakan “Poros Tengah” Amien Rais berupaya keras menjegal Megawati, antara lain dengan memanfaatkan isu agama yaitu bahwa menurut Islam, perempuan tidak boleh menjadi pemimpin (presiden).

Poros Tengah yang terdiri dari antara lain PAN, PKB, PPP, PKS, dan PBB itu sepakat untuk mengajukan calon presiden dari kubu mereka untuk menjegal Megawati, yaitu salah satu dari Amien Rais, Gus Dur, Yusril Ihza Mahendra, atau Hamzah Haz.

Namun karena suara PKB di Poros Tengah yang terkuat, dan popularitas Gus Dur yang lebih tinggi, dengan pengaruh dari Amien Rais, Poros Tengah mengajukan Gus Dur-lah sebagai calon presiden untuk melawan Megawati.

Sedangkan Amien Rais “untuk sementara” menjadi Ketua MPR.

Ternyata,di balik pengajuan Gus Dur sebagai calon presiden melawan Megawati itu diduga tersembunyi misi tersembunyi lanjutan Poros Tengah, yang ujung-ujungnya adalah hendak mendudukkan Amien Rais sebagai presiden.

Skenarionya: Jika Gus Dur menang, maka ia hanya akan menjadi presiden sementara waktu, tidak akan fulltime 5 tahun, dengan alasan kesehatannya yang tidak baik, terutama sepasang matanya, maka Gus Dur akan mengundurkan diri, dan penggantinya diskenario adalah Amien Rais.

Namun skenario tersebut berantakan ketika Gus Dur malah berhasil “memaksa” MPR untuk memilih Megawati sebagai wakil presidennya, dan setelah menjadi Presiden, tidak ada tanda-tandanya dia mau mengundurkan diri.

Sepanjang Gus Dur menjalankan pemerintahannya yang kemudian hanya berumur 1,5 tahun, Amien Rais juga tak habis-habisnya terus mengkritik berbagai kebijakan Gus Dur.

Gus Dur kemudian difitnah secara politik, dituding telah melakukan korupsi di Bulog, yang kemudian menghantarkannya ke Sidang Istimewa MPR, yang menolak pidato pertanggungjawabannya, lalu dilengserkan pada 23 Juli 2001. Sekaligus melantik Megawati sebagai penggantinya.

Sebelumnya, beredar wacana di MPR yang dicetuskan oleh Amien Rais bahwa jika presiden tidak dapat menjalankan tugasnya di dalam periode pemerintahaannya, maka yang menggantikannya adalah Ketua MPR. Ketua MPR saat itu adalah Amien Rais. Namun tak mendapat respon sebagaimana diharapkan.

Memasuki pemilihan umum presiden tahun 2004 (pemilihan presiden pertama kali langsung oleh rakyat), Amien Rais tidak lagi menyembunyikan ambisi besarnya untuk menjadi presiden, maka dia masih dengan kepercayaan diri yang over dosis, dengan slogan: calon presiden bersih, pahlawan reformasi, diusung oleh PAN, maju sebagai sebagai salah satu dari lima pasangan calon presiden dan wakil presiden berpasangan dengan Siswono Yudo Husodo.

Hasilnya Amin-Siswono hanya mendapat 14,66 persen, berada di urutan keempat dari lima pasangan calon. Hasil selengkapnya adalah pasangan calon Wiranto-Salahuddin Wahid 22,15 persen, Megawati-Hasyim Muzadi 26,61 persen, SBY-JK 33,57 persen, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar 3,01 persen.

Maka Amien Rais pun layak mendapat sebutan Amien “Gatot” Rais, “gatot” = gagal total. “Gatot”-nya Amien Rais padahal ambisinya sangat besar untuk menjadi presiden inilah yang mungkin membuat jiwanya terguncang hebat, sehingga ia berperilaku menjadi seperti sekarang ini. Makin tua bukan makin bijak, malah makin seperti orang kalap.

Terobsesi dengan keberhasilannya dengan Poros Tengah-nya itu, Amien Rais hendak mencoba lagi membentuk kekuatan seperti Poros Tengah 1999 di Pilpres 2014, dengan menghimpun kekuatan parpol-parpol Islam lagi, untuk mengalahkan Jokowi-JK.

Rupanya, Ako benar juga,  Amien Rais mulai pikun, sehingga dia lupa bahwa sistem dan kondisi politik di tahun 1999 itu sangat berbeda dengan masa sekarang (2014). Di tahun 1999 sistem pemilihan presiden masih menggunakan sistem perwakilan, presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR, sedangkan di pilpres 2014 (sejak pilpres 2004) sistem pemilihan presiden-wakil presiden adalah dengan sistem pemilihan langsung oleh rakyat.

Sempat Diruwat

Itulah sebabnya juga yang membuat sekelompok masyarakat yang menamakan dirinya Paguyuban Masyarakat Tradisi (Pametri) Yogyakarta, pada 16 Oktober 2014 mendatangi rumah Amien Rais, di Sawit Sari Condongcatur, Sleman, Yogyakarta, untuk menggelar ruwatan untuk Amien yang dinilai bersikap sebagai "Sengkuni", yaitu tokoh yang dikenal licik dan penghasut di dunia wayang.

Sunanda, koordinator aksi, mengatakan bahwa mereka sengaja menggelar acara ini karena menurut penilaian mereka, sebagai negarawan, sikap Amien Rais dinilai sudah melenceng dan telah mengingkari semangat reformasi.

Rupanya ruwatan itu tidak mempan bagi Amien Rais. Buktinya, sekarang.

Kalah Di Kandang Sendiri

Di Pilpres 2014, Amien Rais telah berupaya dengan segala cara untuk memenangkan Prabowo-Hatta Rajasa, dengan terus-menerus menyerang dan menghina Jokowi, memprovokasi rakyat Indonesia untuk tidak memilih Jokowi, seperti yang dialakukan terhadap Ahok sekarang.

Namun, fakta justru berbicara lain di saat pelaksanaan Pilpres 2014 itu tiba: Mayoritas rakyat Indonesia memilih Jokowi sebagai Presiden mereka, dan bukan Prabowo Subianto.

Ironisnya, pada hari H Pilpres itu, 9 Juli 2014, di Yogyakarta, di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Nomor 106,  Condongcatur, Depok, Sleman, tempat Amien Rais mencoblos,  perolehan suara kandidat pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dikalahkan suara untuk Jokowi-JK. Pasangan Jokowi-JK mendapat 138 suara, sedangkan Prabowo-Hatta hanya mendapat 101 suara (tempo.co).

Untuk kesekian kalinya, ternyata gelar “Bapak Reformasi” yang dibangga-banggakan Amien Rais sendiri, ternyata tidak terlalu berarti bagi mayoritas rakyat, suatu hal yang mungkin membuat Amrin Rais semakin parah di setiap kali menjelang pemilu, seperti saat menjelang pilgub DKI Jakarta 2017 ini.

*

Jadi, dari ulasan yang cukup panjang ini, kita dapat simpulkan sendiri secara obyektif, siapa-siapa sesungguhnya yang tidak layak menjadi pimpinan, siapa yang beringas, siapa yang bandit, dan siapa yang lebih pas disebut “sontoloyo.”

Di Pemilu 2014 PAN hanya mampu menempati juru kunci perolehan kursi di DPRD DKI dengan hanya 2 kursi, turun 2 kursi dibandingkan dengan Pemilui 2009 (4 kursi). Maka, dengan sikap Amien Rais seperti ini, cukup besar potensi PAN akan mengikuti jejak Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril Ihza Mahendra, yaitu di Pemilu 2019, PAN turun lagi 2 kursi, menjadi   0 (nol) kursi, di DPRD DKI Jakarta.*****

Artikel terkait:

Dari Sampah Masyarakat, Indonesia “Membuat” Kepala Daerah dan Anggota DPR

Kalau Tidak Menggusur, Bagaimana Bisa Menata Kembali Jakarta yang Amburadul

Singapura pun Dahulu Melakukan Penggusuran dan Relokasi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun