Di majalah Tempo edisi 26 Juni 2011, antara lain disebutkan bahwa usulan tersebut atas prakarsa dari Ikatan Perusahaan Film Importir Indonesia, yang ketuanya adalah Jimmy Harianto. Siapakah Jimmy Harianto itu? Dia adalah Direktur PT Satrya Perkasa. Salah satu perusahaan importir film Hollywood milik Grup 21 yang sedang dicekal karena tunggakan pajak film impor film itu.
Nah, siapa sekarang yang berani melawan Grup 21 Cineplex? ***
Sebagai pengimbang, dapat juga dibaca tulisan saya berikutnya:
"MELIHAT PERSOALAN FILM HOLLYWOOD SECARA PROPORSIONAL"
Catatan :
Tulisansayaini mendapat koreksi dari seorang anggota mailing list tionghoa-net (Sdr. Promotheus) khususnya mengenai cara perhitungan yang diberikan Winbert, sbb:
Perbandingan perhitungannya keliru.
Kekeliruan fatal adalah pada angka $ 0.43 per meter rol film. Angka tersebut BUKAN angka persentase pajak yang dikenakan pada sebuah copy film import, melainkan itu adalah acuan nilai pabean untuk mengestimasi harga sebuah copy film import. Jadi, angka 0.43 itu digunakan petugas paben untuk memperkirakan harga sebuah copy film. Dari harga ini nantilah baru dikalikan dengan persen pajak importnya. Misalnya, sebuah copy film durasi 100 menit (panjang rol film sekitar 3000 m), hitungan harganya adalah $ 1290 per copy (0.43 x 3000 meter). Nah, angka ini yang dijadikan basis untuk dikenakan bea masuk film import. Kalau tidak salah, bea masuknya 10%. Jadi bea masuk film import = $129 per copy atau sekitar Rp 1 juta-an. Dengan peraturan baru, nilai pajak import / bea masuk sebuah film jadi Rp 22.000 x 100 menit (durasi film) = Rp 2.2 juta per copy nya.
----
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI