Mohon tunggu...
Garinps
Garinps Mohon Tunggu... Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Pembelajar sejati yang haus akan ilmu di bidang Lingkungan, Kesehatan, IPTEK, Internet, dan Seni.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Budaya Kita, Uang Mereka: Fenomena YouTuber Asing di Indonesia

18 September 2025   21:20 Diperbarui: 18 September 2025   21:20 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Street Food Indonesia -- Photo by Nita Anggraeni Goenawan on Unsplash

Pernahkah Anda sadar, semakin banyak YouTuber asing yang menjadikan Indonesia sebagai konten utama? Dari makan bakso di pinggir jalan, menikmati nasi padang, sampai berjalan di gang-gang kampung---semua direkam dan ditonton jutaan orang. Fenomena ini tampak menarik, tapi juga menimbulkan pertanyaan: apakah ini sekadar promosi budaya, atau sebenarnya Indonesia sedang "dijual kembali" di layar YouTube?

Mengapa Indonesia Jadi Sasaran?

Indonesia adalah salah satu pasar pengguna YouTube terbesar di dunia. Puluhan juta orang menonton setiap hari, menjadikan negeri ini lahan subur bagi pembuat konten. Ditambah lagi, budaya kita sangat kaya: kuliner, jalanan, pasar tradisional, hingga gaya hidup lokal.

Yang bagi kita terlihat biasa---misalnya makan di warteg, naik becak, atau minum es teh manis---bagi mereka tampak eksotis. Tak heran, ada YouTuber asing yang hanya merekam dirinya sarapan nasi uduk sederhana, tapi videonya bisa tembus ratusan ribu views.

Keuntungan untuk Indonesia

Fenomena ini tentu membawa sisi positif. Kita dapat promosi budaya gratis tanpa keluar biaya. Sate, rendang, hingga tempe dikenalkan ke dunia lewat gaya bercerita yang segar.

Saya ingat pernah menonton video seorang bule yang terkesima makan di warteg sederhana di Jakarta. Dia memuji sambal yang "meledakkan rasa," lalu mengunggahnya di kanal YouTube. Dalam seminggu saja, videonya sudah ditonton lebih dari sejuta kali. Dari sisi pariwisata dan citra negara, ini jelas memberi dampak positif.

Keuntungan untuk YouTuber Asing

Namun jangan lupa, ini juga bisnis besar bagi mereka. Jutaan penonton Indonesia berarti penghasilan iklan yang tinggi. Banyak dari mereka kemudian mendapat branding khusus sebagai "bule yang cinta Indonesia." Itu membuat mereka lebih mudah diterima audiens, bahkan sering diajak kolaborasi dengan brand lokal.

Yang menarik, konten yang mereka buat sebenarnya tidak rumit. Cukup berjalan di pasar tradisional atau mencicipi jajanan kaki lima, dan video itu bisa viral. Bagi kita mungkin biasa saja, tapi di mata mereka ini konten yang menguntungkan.

Indonesia sebagai Komoditas

Di sinilah sisi yang membuat kita perlu waspada. Budaya dan kehidupan sehari-hari kita pada akhirnya dijadikan komoditas digital. Indonesia menjadi bahan jualan untuk mendatangkan views, likes, dan uang.

Bukan berarti ini buruk, tapi jelas ada ambivalensi: kita bangga budaya kita dikenal, namun keuntungan terbesar justru masuk ke kantong mereka.

Tantangan dan Peluang

  • Tantangan: Jangan sampai masyarakat Indonesia hanya jadi penonton pasif, sementara cerita tentang Indonesia dikuasai pihak luar.

  • Peluang: Fenomena ini bisa jadi dorongan bagi kreator lokal untuk lebih percaya diri. Kalau orang asing saja bisa sukses dengan konten sederhana tentang Indonesia, seharusnya kita bisa lebih maksimal mengangkat budaya dengan sudut pandang otentik.

Kesimpulan

Fenomena YouTuber asing ini ibarat pisau bermata dua. Mereka membantu mempromosikan Indonesia, tapi juga menjadikan budaya kita sebagai barang dagangan.

Pertanyaannya: Apakah kita puas hanya jadi objek tontonan, ataukah kita siap menjadi narator utama tentang Indonesia di mata dunia?

Bagaimana menurut Anda, apakah sebaiknya kita lebih aktif membuat konten tentang budaya sendiri, atau justru biarkan orang asing yang "menjual" Indonesia dengan caranya?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun