Mohon tunggu...
Garinps
Garinps Mohon Tunggu... Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Pembelajar sejati yang haus akan ilmu di bidang Lingkungan, Kesehatan, IPTEK, Internet, dan Seni.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ekonomi Sirkular: Solusi Cerdas untuk Masa Depan Berkelanjutan

20 Maret 2025   18:58 Diperbarui: 20 Maret 2025   19:17 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah krisis global seperti perubahan iklim, polusi, dan kelangkaan sumber daya alam, muncul pertanyaan mendesak: bagaimana kita dapat menjaga keseimbangan bumi tanpa mengorbankan kesejahteraan manusia? Jawabannya terletak pada ekonomi sirkular, sebuah pendekatan inovatif yang mengubah sampah menjadi sumber daya dan memperpanjang siklus hidup produk. Ini bukan sekadar konsep futuristik, tetapi revolusi yang telah dimulai---dan kita semua bisa menjadi bagian darinya.

Apa Itu Ekonomi Sirkular?

Secara sederhana, ekonomi sirkular adalah sistem yang menghilangkan konsep "buang" dari pola konsumsi dan produksi. Berbeda dengan pendekatan tradisional "ambil-buat-buang" yang boros dan merusak lingkungan, ekonomi sirkular menerapkan prinsip reduksi, penggunaan kembali, dan daur ulang. Produk dirancang agar lebih tahan lama, dapat diperbaiki, atau diolah kembali menjadi bahan baku baru setelah masa pakainya habis.

Lebih dari sekadar mendaur ulang sampah, ekonomi sirkular menekankan penciptaan sistem produksi yang memastikan barang dan bahan tetap berada dalam siklus ekonomi selama mungkin. Dengan demikian, limbah yang dihasilkan dapat ditekan seminimal mungkin, sementara efisiensi penggunaan sumber daya meningkat.

Dari Gagasan ke Gerakan Global

Konsep ekonomi sirkular sebenarnya bukan hal baru. Sejak 1970-an, para pemikir seperti Kenneth E. Boulding dan Walter R. Stahel telah membahas keberlanjutan dan desain produk ramah lingkungan. Namun, baru pada akhir abad ke-20, ekonomi sirkular mendapatkan perhatian global.

Di Tiongkok, konsep ini diusulkan pada 1998 sebagai solusi atas dampak industrialisasi yang cepat. Pada 2002, pemerintah Tiongkok mengadopsinya sebagai strategi nasional. Sejak itu, banyak negara mulai mengadopsi ekonomi sirkular sebagai kebijakan utama dalam pengelolaan sumber daya dan pembangunan berkelanjutan.

Negara-Negara Pelopor Ekonomi Sirkular

Banyak negara telah membuktikan bahwa ekonomi sirkular bukan sekadar teori, melainkan praktik nyata yang membawa perubahan positif:

  • Belanda berkomitmen menjadi negara 100% sirkular pada 2050. Gedung-gedung pemerintahnya kini dirancang dengan emisi nol dan bahan daur ulang.
  • Jepang menerapkan prinsip Reduce, Reuse, Recycle (3R) dengan ketat. Kota Kamikatsu memilah sampah hingga 45 kategori, sementara Kitakyushu menjadi model kota sirkular dunia.
  • Denmark mengembangkan strategi nasional yang mencakup inovasi desain dan pasar bahan daur ulang, berhasil mendaur ulang 67% sampah domestiknya.
  • Prancis melarang penghancuran barang tak terjual, mengurangi limbah produk yang masih layak digunakan.
  • Swedia fokus pada produksi barang yang lebih tahan lama, sementara Tiongkok terus memperbarui strategi efisiensi sumber daya dalam rencana lima tahunnya.
  • Chile dan Thailand mengembangkan peta jalan sirkular dengan melibatkan masyarakat secara aktif.
  • Indonesia juga bergerak maju. Sejak 2020, pemerintah merumuskan Peta Jalan dan Rencana Aksi Ekonomi Sirkular untuk mengurangi limbah dan meningkatkan efisiensi sumber daya, terutama dalam industri pertanian, plastik, dan energi terbarukan.

Dampak Nyata Ekonomi Sirkular

Ekonomi sirkular bukan sekadar janji manis---data menunjukkan dampak positif yang signifikan:

  1. Lingkungan yang Lebih Sehat
    Ekonomi sirkular dapat memangkas emisi gas rumah kaca global hingga 39% atau sekitar 22,8 miliar ton. Di Indonesia, penerapan prinsip ini berpotensi mengurangi emisi 126 juta ton pada 2030, setara dengan 9% dari total emisi saat ini. Dengan mengurangi ekstraksi sumber daya dan produksi limbah, ekosistem dapat pulih, udara lebih bersih, dan keanekaragaman hayati lebih terlindungi.

  2. Sampah Menjadi Sumber Daya
    Di Indonesia, ekonomi sirkular berpotensi mengurangi sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) hingga 52% pada 2030. Jepang dan Belanda telah membuktikan bahwa limbah elektronik dan plastik bisa didaur ulang menjadi produk bernilai tinggi. Di Indonesia, 36 perusahaan dan institusi mulai menerapkan prinsip ini, mengubah limbah menjadi bahan baku yang berguna.

  3. Pertumbuhan Ekonomi dan Peluang Kerja
    Penerapan ekonomi sirkular di Indonesia diperkirakan dapat menambah Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp593--638 triliun pada 2030, serta menciptakan 4,4 juta lapangan kerja---75% di antaranya untuk perempuan. Model bisnis seperti penyewaan barang dan produksi berbasis daur ulang juga menekan biaya produksi sekaligus meningkatkan efisiensi ekonomi.

Peran Kita dalam Ekonomi Sirkular

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun